Radella Hafsah dan Delan Pratama memutuskan mengakhiri pernikahan mereka tepat pada satu tahun pernikahan mereka. Pernikahan dari perjodohan kedua orangtua mereka yang tidak bisa ditolak, tapi saat dijalani tidak ada kecocokan sama sekali pada mereka berdua. Alasan yang lain adalah, karena mereka juga memiliki kekasih hati masing-masing.
Namun, saat berpisah keduanya seakan saling mencari kembali seakan mulai terbiasa dengan kehadiran masing-masing. Lantas, bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apakah terus berjalan berbeda arah atau malah saling berjalan mendekat dan akhirnya kembali bersama lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AiMila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lebih Cepat Lebih Baik
Malam mulai menyapa, bulan juga sudah terlihat menggantikan matahari dalam bertugas. Namun, tidak seterang biasanya karena awan gelap pun turut datang. Penampakan bulan malah mulai remang-remang, karena awan gelap semakin menyebar dan membentuk gumpalan.
Tidak lama, air mulai berjatuhan disertai aroma tanah yang menguar lagi. Malam ini, hujan kembali turun setelah pagi tadi juga turun dengan deras. Mungkin sudah masuk musim hujan, dan bisa saja hari-hari akan lebih sering turun hujan.
Radella dengan berat hati menepikan motornya di depan ruko yang masih buka, meneduhkan tubuh agar tidak terguyur hujan. Padahal, rumahnya hanya tinggal beberapa menit lagi, tapi hujan keburu turun dan dirinya tidak membawa jas hujan. Terpaksa memilih menepikan dan menunggu hujan sedikit lebih reda.
Gadis itu baru kembali setelah kencan dengan Reno di taman, mereka sedari sore hingga menjelang malam hanya berada di taman. Setelah makan bersama Delan dan kekasihnya, mereka mengitari taman tersebut. Lalu, keluar dari area taman menuju danau yang tidak jauh dari taman.
Hanya berjalan kaki sekitar tiga menit, mereka sampai dan menikmati sore di sana. Lalu kembali ke taman untuk menyantap makanan sebelum benar-benar pulang. Tadinya, Reno memaksa ingin mengantar Radella saat tahu mendung mulai menyapa.
Namun, Radella juga dengan keras menolak karena mereka berbeda arah juga dirinya membawa motor sendiri. Dengan berat hati, Reno membiarkan mereka pulang masing-masing seperti biasa. Pria itu bahkan belum mendapatkan jawaban atas ucapan seriusnya sampai detik ini dari Radella.
"Kayaknya bakal lama," desah Radella memeluk tubuhnya sendiri.
Dia merasa hawa dingin mulai menyapanya, matanya lalu menatap ke dalam ruko yang menjual makanan khas anak muda. Beberapa orang yang meneduh memilih masuk dan memesan selagi menunggu reda. Tidak punya pilihan lain, dia ikut masuk dan memesan teh hangat dan camilan sebagai teman menunggu reda hujan.
Dia menundukkan tubuhnya di kursi kosong yang ada di sana, hampir semuanya terisi. Hujan malam ini membawa rezeki bagi pemilik ruko, karena orang-orang ikut memesan sembari menumpang meneduh. Termasuk dirinya yang saat ini menatap ke luar, hujan turun dengan cukup deras dalam sekejap.
Sebuah mobil yang sangat familiar bagi Radella ikut memarkirkan di depan ruko, tak lama sang pemilik keluar sembari berlari kecil masuk ke dalam ruko. Mata Radella menyipit memastikan orang tersebut adalah orang yang dikenalnya. Ternyata benar, karena orang tersebut berjalan ke arahnya saat mata mereka bertatapan.
"Hai!" sapanya dengan sedikit kikuk.
Radella mengernyit heran, karena orang di depannya membawa mobil tapi malah ikutan menepi untuk berteduh. Karena, rata-rata orang yang meneduh mengendarai motor yang tidak bisa menghalau air hujan. Sedangkan, orang tersebut hanya tersenyum kikuk dan ikut duduk di depan Radella.
"Delan? Kenapa malah berbelok ke sini?" tanya Radella.
Orang tersebut adalah Delan, pria itu sebenarnya membuntuti Radella sejak perempuan itu keluar dari taman. Dia menyadari dirinya begitu konyol, setelah mengantarkan Tantri sang kekasih pulang, dia kembali ke taman untuk memantau Radella. Saat tahu perempuan itu masih di sana, pria itu menunggu hingga perempuan itu pulang menjelang malam tiba saat mendung sudah terlihat.
Delan berdehem, lalu kembali tersenyum. "Aku tidak sengaja melihatmu masuk sini saat akan pulang tadi," jawabnya yang sudah dia siapkan.
"Kamu pulang ke rumah Mama?" tanya Radella.
Karena dari taman yang searah dengan rumahnya adalah rumah orangtua Delan, meski nanti di depan sana sudah berbeda jalur. Rumah Radella yang masih lurus, dan rumah orangtua Delan berbelok. Rumah mereka masih satu kawasan sebenarnya, hanya saja arahnya berbeda.
"Iya," jawab Delan sambil mengangguk.
Mata Radella melebar teringat adik iparnya. "Bukankah Divina ada di rumahmu?" tanya Radella.
Sedari tadi di taman saat mereka duduk berempat, dia ingin menyampaikan pesan Divina. Namun, otaknya terus mengunci mulutnya karena tidak ingin Tantri dan Reno tahu hubungan mereka. Dia hanya bisa diam dengan gelisah, sesekali tersenyum atau menjawab singkat saat ada yang melempar kalimat kepadanya.
"Harusnya, tapi aku tidak membuka ponsel sama sekali. Aku baru tahu saat hujan tadi, membuka ponsel dan membaca pesan dari Divina. Dia sudah pulang sebelum hujan tadi," ungkap Delan. "Bagaimana Kamu tahu?" tanyanya sambil menatap lekat Radella.
Radella menunduk, sedikit menyesal karena tidak bisa menyampaikan pesan dari Divina. Padahal, gadis itu sudah begitu antusias dengan senyuman lebar saat bertemu dengannya. Namun, keadaan yang memaksa dirinya untuk tetap diam seolah dirinya memang tidak mengenal Delan.
"Aku tadi ketemu sama dia saat baru sampai di taman...." Radella menceritakan bagaimana Divina meminta tolong menyampaikan pesan kepada Delan kalau mereka bertemu. Selanjutnya, Delan sudah tahu apa yang terjadi karena mereka cukup lama duduk berempat sebelum Tantri memutuskan untuk pulang.
"Maafkan aku, aku tidak menyampaikan kepadamu," pungkas Radella dengan wajah penyesalan.
Delan menggeleng, tentu bukan salahnya Radella yang tidak bisa menyampaikan pesan dari Divina. Delan juga memahami keadaan Radella, pun dirinya juga akan seperti Radella saat di posisi Radella. Mereka yang membuat semuanya begitu rumit, dan di penghujung cerita mereka, mereka baru menyadarinya dalam diam.
"Tidak perlu meminta maaf, aku paham posisi kita tadi. Lagian, aku juga akan pulang ke rumah mama," balas Delan menambahkan senyuman tipis saat menjawabnya.
Pesanan milik Radella datang, sepiring jajanan dan segelas teh hangat yang sangat cocok dengan cuaca dingin. Di luar hujan masih deras, dan tidak ada tanda-tanda untuk berhenti. Radella yang menatap hanya bisa mendesah kasar karena dia ingin segera sampai rumah.
"Bungkus saja makanannya, ayo aku antar pulang!" ujar Delan setelah mendengar desahan kasar dari Radella dengan ekspresi gusar.
"Bagaimana dengan motorku?" tanya Radella.
"Titipkan saja di sini, besok pagi aku jemput Kamu buat ambil motornya," saran Delan yang tidak langsung dijawab oleh Radella.
***
Akhirnya, Radella menyetujui saran Delan. Menitipkan motornya di ruko tersebut yang kebetulan rumah pemiliknya tepat di samping ruko tersebut. Berjanji besok pagi akan segera diambil dan Radella juga membungkus makanan yang tadi dibelinya sambil menambah pesanan untuk Delan.
Mereka kini berada di mobil Delan bersiap menuju rumah Radella. Hujan masih mengguyur dengan deras, bisa saja satu atau dua jam baru reda. Sementara, ini sudah pukul tujuh malam. Dia terjebak hujan hampir satu jam lamanya, untung saja ada Delan yang datang menemani dan memberikan tumpangan pulang.
"Oh ya, aku sudah mencari pengacara untuk perpisahan kita," ujar Delan memecah keheningan.
Radella yang tengah menikmati teh hangatnya terbatuk keras mendengar ucapan Delan, hingga pria itu panik dan segera menepikan mobilnya. Dia segera membantu Radella untuk meredakan batuk perempuan itu dengan menepuk pelan punggung perempuan itu, lalu menyodorkan air mineral yang selalu ada dalam mobilnya. "Minumlah!" titahnya saat batuk Radella mulai mereda.
Radella menerimanya, menegak sedikit untuk mengurangi rasa nyeri di tenggorokannya. Air tersebut berhasil meredakan nyeri di tenggorokan Radella, tapi tidak di bagian lain yang masih terasa sesak. Matanya menatap nanar wajah Delan yang masih menatap dirinya penuh kekhawatiran.
"Sudah baikan?" tanya Delan melihat wajah Radella yang perlahan mulai normal kembali.
"Kamu sudah mencari pengacara? Secepat itu?" tanya Radella mengabaikan pertanyaan Delan barusan.
"Bukankah lebih cepat lebih baik," balas Delan memalingkan wajah untuk menyembunyikan rasa tidak nyamannya.