Kau sewa aku, Kudapatkan cintamu
Semua berawal dari selembar kertas perjanjian.
Ia hanya butuh uang, dan pria itu hanya butuh istri… meski sementara.
Dengan tebusan mahar fantastis, mereka terikat dalam sebuah **pernikahan kontrak**, tanpa cinta, tanpa janji, hanya batas waktu yang jelas. Namun, semakin hari, batas itu mulai kabur. Senyum kecil, perhatian sederhana, hingga rasa yang tak pernah mereka rencanakan… pelan-pelan tumbuh menjadi sesuatu yang tak bisa disangkal.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
jangan lupa kasih dukungannya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part. 19- KSA, KDC
Malam berlalu dan pagi pun tiba...
Sinar matahari menembus tirai tipis, membelai wajah Keira yang masih menggulung selimut di sofa.
Tubuhnya terasa pegal luar biasa, punggungnya seperti dipukul palu berkali-kali. Bukan karena sofanya, tapi mungkin karena salah dalam posisi tidur. Ia berguling ke kanan dan kiri sambil mengerang.
"Huaaa… badan rasanya kayak kerupuk habis dijemur seharian. Sofa ini kejam banget…" omel Keira.
Tapi mendadak perutnya berbunyi keras kruuuukkkk. Keira membuka matanya lebar-lebar, lalu mencium aroma sedap yang menusuk hidung. Dengan cepat ia bangun dan menoleh ke arah meja makan.
Matanya langsung berbinar. Di sana tersaji berbagai makanan, roti panggang, omelet keju, sosis, buah segar, jus jeruk, dan bahkan pancake bertumpuk dengan sirup manis mengalir.
Seketika Keira meloncat kegirangan dan jadi lebih bersemangat. "Waaah… kaya hidup di negeri dongeng! Sarapan sebanyak ini?!" serunya.
Sementara, Arga yang sudah duduk tenang di kursi, sambil menyesap kopi, hanya melirik sekilas. "Bangun akhirnya. Aku kira kamu akan tetap jadi mumi di sofa sampai siang."
Namun Keira tak peduli dan langsung menuju kamar mandi kemudian ia menarik kursi lalu duduk. "Aku nggak peduli jadi mumi, tapi makanan ini nggak boleh disia-siakan. Tuhan, terima kasih sudah kirim sarapan yang indah ini…"
Ia mulai menyendok omelet, menaruh roti, dan meneguk jus jeruk dengan cepat. Glek glek glek!!
"Pelan-pelan. Kau seperti tidak pernah makan berhari-hari," tegur Arga.
"Memang! Di rumah aku cuma makan seadanya. Lihat nih, ada pancake pakai sirup! Aku biasanya cuma bisa lihat di iklan TV!" jawab Keira, dengan mulut penuh, hingga bicaranya belepotan.
Arga menggelengkan kepalanya lalu menaruh kembali cangkir kopinya. "Jangan rakus. Nanti sakit perut."
Keira menatap Arga sambil menyendok lagi. "Hei, Pak Dosen nggak ngerti rasanya hidup hemat. Kalau aku nggak manfaatin kesempatan makan kayak gini, aku bodoh namanya."
Arga hanya terpaku menatap Keira yang terus melahap makanan dengan wajah puas. Entah kenapa, melihat gadis itu begitu bersemangat malah membuat suasana terasa hidup.
Keira terus mengunyah sambil tersenyum lebar. "Nyam nyam nyam... Aaah… ini dia yang namanya bulan madu idaman, makanan gratis, banyak, dan enak!"
Arga menaikkan alisnya. "Bulan madu bukan tentang makanan."
Keira langsung menatap Arga lalu menyengir konyol. "Buatku, makanan itu cinta sejati. Kalau kamu nggak ngerti, itu masalahmu, Pak Suami."
Arga hanya mendengus, sementara Keira kembali sibuk menyantap sarapan dengan lahap.
____
________
Lanjut...
Udara pantai begitu segar, ombak kecil berkejaran ke tepi, dan aroma laut membawa semacam kebebasan.
Keira berdiri di pinggir pantai dengan wajah yang berbinar. Ia melepas sandal, dan merasakan pasir putih yang lembut di telapak kakinya.
Keira menghirup udara dalam-dalam, lalu teriak dengan lantang. "Aaaaah… indah banget! Kalau tiap hari begini, aku bisa lupa kalau hidup itu keras!"
Ia berputar-putar, tertawa sendiri, hingga matanya tertumbuk pada sebuah sepeda yang terparkir di dekat vila, hingga membuat matanya langsung berbinar.
"Eh? Sepeda?! Waaah, rezeki anak sholehah! Haha!"
Tanpa pikir panjang, ia menaiki sepeda itu lalu mulai mengayuh ke arah pantai. Rambutnya berkibar, tawanya pun pecah.
"Woooohooo! Hahaha! Ini kayak adegan drama-drama gitu!" teriak Keira sambil tertawa lepas.
Ia bahkan sempat berhenti, turun sebentar, lalu berlari kecil ke arah ombak. Dengan nakal ia mencipratkan air ke kakinya, menjerit-jerit kecil setiap kali ombak datang lebih besar.
"Ini baru namanya bulan madu! Hahaha… meskipun suaminya nggak asik sama sekali!" serunya sedikit berteriak.
Sementara itu, di teras vila yang mewah, Arga duduk santai di kursi outdoor. Kacamata hitam menutupi matanya, ditemani secangkir kopi di meja samping. Namun tangannya sibuk menggulir layar ponsel.
Di layar itu, terpampang foto dirinya bersama seorang perempuan yang tak lain adalah Rani. Senyum mereka terlihat begitu tulus dalam foto tersebut.
Arga menatap layar itu lama, diam, seolah waktu telah berhenti. Lalu, dengan mata yang sedikit redup ia bergumam pelan, "Rani…"
Ia mengusap layar ponsel dengan ibu jarinya, seakan ingin menyentuh kembali masa lalu yang masih melekat kuat di hatinya.
Hingga tiba-tiba suara tawa Keira yang riang terdengar hingga ke teras. Arga pun mendongak sebentar dan memperhatikan gadis itu yang tengah berlari di pantai sambil mengayuh sepeda dengan gaya konyol.
Keira berteriak lagi sambil tertawa, lalu hampir jatuh dari sepedanya. "Waaah! Hampir aja! Haha… dasar sepeda licik!"
Arga menghela napas, lalu kembali menunduk menatap foto di ponselnya. "Kenapa kau menolaku?," desisnya lirih.
Beberapa saat kemudian...
Keira kembali ke vila dengan wajah yang sumringah, rambutnya sedikit berantakan karena angin pantai, pipinya pun memerah karena terlalu banyak tertawa.
Saat membuka pintu, ia menemukan Arga masih duduk di kursi outdoor, sambil memandangi ponselnya dengan ekspresi datar.
Dengan gerakan jahil, Keira mendekat dan mencondongkan tubuhnya hingga wajahnya hampir sejajar dengan layar ponsel.
"Hellooo, Profesor Muram. Kau tahu nggak, kalau terus-terusan menatap layar kayak gitu, wajahmu bisa permanen datar selamanya."
Arga yang sedikit terkejut langsung mendongak sebentar dengan tatapan dingin. "Keira, aku tidak sedang bercanda."
Keira pun manyun, lalu menyambar ponsel Arga dengan cepat. "Yah, justru itu masalahnya. Kau ini nggak pernah bercanda! Ayo ikut aku. Di luar lautnya indah banget. Masa iya bulan madu dihabiskan dengan wajah kusut?"
Arga berusaha merebut kembali ponselnya, tapi Keira menghindar dengan lincah.
"Kembalikan ponselku," seru Arga, dengan nada agak kesal.
Namun Keira malah nyengir lebar sambil mengoloknya. "Nggak akan aku kasih kalau kau nggak mau keluar. Cepat, ayo ikut aku. Kalau tidak, aku akan intip semua isi galeri ponselmu. Siapa tau ada foto masa kecil pakai celana pendek Hello Kitty."
"Keira…"
"Recalculating… jalan keluar ada di depan pintu, Prof. Muram. Ayo, cepat! Dunia nyata lebih indah daripada layar kecil itu," suara Keira menirukan suara GPS.
Pada akhirnya Arga berdiri dan menyerah pada bujukan konyol Keira. "Baiklah. Tapi hanya sebentar."
Keira pun bersorak sambil melompat-lompat kecil. "Yeees! Sukses membujuk Tuan Dingin! Ayo kita bersenang-senang!"
Mereka pun berjalan ke arah pantai. Keira langsung menunjuk sepeda yang tadi ia pakai sambil berkata, "Naik sepeda itu seru banget, coba kau juga!"
Arga menatap sepeda itu datar. "Aku tidak bisa naik sepeda."
Keira ternganga sejenak, lalu tertawa terbahak-bahak. "A ha ha ha ha... SERIOUSLY?! Haha! Profesor pintar, calon pewaris konglomerat, tapi nggak bisa naik sepeda? Ini… ini legenda hidup! 😂😂😂."
Arga mengeraskan rahangnya karena agak malu. "Naik sepeda tidak ada hubungannya dengan kecerdasan."
"Hahaha! Ya ampun, ini luar biasa. Baiklah, kalau begitu mulai hari ini kau muridku. Aku, Keira Sang Guru Sepeda, akan melatihmu sampai bisa! Gratis, tapi syaratnya kau harus tahan diejek," ujar Keira masih setengah tertawa.
Arga memutar bola matanya, tapi Keira sudah menarik tangannya dan memaksanya ke arah sepeda.
"Ayo, duduk! Pegang setangnya. Jangan takut jatuh, kan ada aku. Paling kalau kau jatuh… ya aku ikut jatuh juga. Seru kan?"
"Aku tidak akan—"
"Sst, diem! Fokus pada keseimbangan, muridku. Lihat ke depan, bukan ke bawah. Kau bisaaa!" sela Keira.
Arga pun mulai menaiki sepeda dengan kaku. Beberapa detik kemudian, rodanya bergetar dengan hebat.
Sementara Keira berlari kecil di sampingnya sambil tertawa. "Woohooo! Profesor Dingin sedang belajar sepeda! Ayo Arga, jangan jatuh! Hahaha!"
Saat terus mencoba Arga hampir terjungkal, dan seketika wajahnya pun panik, sementara Keira malah semakin terbahak-bahak.
"😂😂😂😂🤣🤣 Kalau kau jatuh, aku janji nggak akan nolong… tapi aku bakal ketawa dulu baru nolongin!"
Arga akhirnya berhenti mendadak, lalu turun dari sepeda dengan wajah memerah karena malu. "Ini konyol."
Keira kemudian menghampiri Arga dan menepuk bahunya sambil terkekeh. "Konyol itu obat paling mujarab untuk wajahmu yang terlalu dingin. Percaya deh, kau butuh lebih banyak konyol dalam hidupmu, 😅😅😄"
Arga menatap Keira sekilas. Dan untuk pertama kalinya ia tersenyum lebar meski hanya beberapa detik dan tidak terlihat oleh Keira.
BERSAMBUNG...