Agam menyusup ke dalam organisasi rahasia bernama Oscuro. Sebuah organisasi yang banyak menyimpan rahasia negara-negara dan juga memiliki bisnis perdagangan senjata.
Pria itu harus berpacu dengan waktu untuk menemukan senjata pemusnah masal yang membahayakan dunia. Apalagi salah satu target penyerangan adalah negaranya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran
Di tempat lain, Ortega juga sudah berhasil membuat tiga teroris meregang nyawa. Pria itu berjalan menuju area lain. Di tengah perjalanan, seorang teroris menyergap. Ortega terjatuh ke tanah dan senjata di tangannya terlepas. Belum sempat pria itu berdiri, sang teroris sudah berada di depannya. Tangannya mengarahkan senjata pada Ortega.
Mata Ortega terpejam ketika jari pria di depannya sudah berada di depan pelatuk. Tak lama kemudian terdengar suara tembakan. Ortega membuka sebelah matanya. Dilihatnya pria di depannya perlahan ambruk ke tanah setelah kepalanya tertembus timah panas. Kedua matanya terbuka lebar mengetahui kalau dirinya sudah lolos dari bahaya.
Ketika tubuh sang teroris ambruk ke tanah, dapat Ortega lihat Agam berdiri di belakangnya. Rupanya pria itu yang sudah menyelamatkan nyawanya. Agam mendekat lalu mengulurkan tangannya. Dengan cepat Ortega menyambut uluran tangan tersebut lalu berdiri.
“Tidak perlu mengucapkan terima kasih. Itu hanya hal kecil.”
“Dasar sombong,” gerutu Ortega.
Namun demikian sebuah senyum samar tercetak di wajahnya. Harus diakui kalau Agam memang memiliki kemampuan yang sangat baik. Bahkan bisa dibilang yang terbaik di antara tentara terbaiknya di Oscuro saat ini. Sudah tiga orang tentara andalannya dibuat kalah oleh pria itu.
“Sepertinya Jerry dan Ilsa sudah menghabisi teroris yang tersisa di sini. Kemana kita sekarang?”
“Kita ke kantor pemerintahan.”
“Apa itu di pusat kota?”
“Ya.”
Tak lama kemudian Jerry dan Ilsa muncul. keempat orang itu kembali ke mobil lalu melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di pusat kota, tentara Oscuro yang lain sudah tiba lebih dulu. Bentrok sudah terjadi. Suara desingan peluru terdengar memenuhi pusat kota. Sudah cukup banyak anggota teroris yang meregang nyawa.
Agam dan yang lain langsung terlibat dalam adu tembakan. Saat ini seluruh kota di negara Sudan dikuasi oleh militer. Tidak ada pemerintahan normal seperti negara lainnya karena negara ini rawan konflik. Semua kekuatan militer di pusat kota dikerahkan untuk menjaga tambang emas hingga meninggalkan celah bagi teroris untuk menguasai kota tersebut.
Keadaan teroris semakin terdesak dengan semakin banyak korban berjatuhan di pihak mereka. Pertempuran sengit itu terhenti ketika seorang anggota teroris keluar dari gedung pemerintahan seraya menodongkan senjatanya ke kepala seseorang. Orang yang dijadikan sandera adalah pimpinan kota yang juga seorang petinggi militer.
Pria berpangkat Letnan Jenderal itu tertangkap saat sedang mengevakuasi anak-anak yang dijadikan sandera oleh teroris. Ketika hendak membawa anak terakhir ke tempat aman, pria itu tertangkap. Beruntung anak tersebut berhasil kabur sebelum ditangkap kembali. Dia berjalan pelan menuju tengah jalan. Anggota teroris yang tersisa mendekat pada pria itu sambil terus bersikap waspada.
Pelan-pelan Agam mendekat ke mobil yang dijadikan kendaraan untuk menyimpan senjata oleh Oscuro. Dia mengambil sebuah senapan runduk dan peluru dari dalam kotak. Sambil berjalan menunduk, dia memasuki sebuah bangunan. Dengan cepat Agam naik ke atas bangunan yang tingginya sekitar tiga meter dari permukaan tanah. Pria itu segera memposisikan dirinya untuk menembak sang penyandera.
Rene berusaha mencari celah untuk melumpuhkan teroris yang tengah menyandera pimpinan kota Abu Hamad tersebut. namun pergerakannya terlihat oleh sang penyandera dan dengan cepat dia menembakkan senjatanya.
“Aaaaaa!! Sh*t!!” teriak Rene seraya mengerang kesakitan.
Darah segar keluar dari luka tembak yang didapatnya di bagian paha. Darah merembes keluar membasahi celananya. Max langsung mendekat sambil membawa selembar kain. Dengan cepat pria berdarah Jerman itu membalut luka tembak Rene dan mengikatnya cukup kencang untuk memperlambat darah yang keluar.
Di atap bangunan, Agam masih mencari ruang tembak. Rapatnya posisi keduanya membuat pria itu kesulitan untuk membidik lawannya. Jika tidak berhati-hati, bisa jadi dia salah menembak. Ilsa yang melihat Agam sudah siap dengan senapan runduknya, berusaha membantu rekannya itu. Dia memikirkan cara untuk mengalihkan sejenak perhatian sang penyandera.
Perlahan Ilsa berjongkok lalu mengambil sebuah batu kecil. Dia melemparkan batu ke dekat para teroris dan sukses menarik perhatian mereka semua, termasuk sang penyandera. Tanpa disadari, pria itu sedikit bergeser dan memberikan celah bagi Agam. Tanpa membuang kesempatan, Agam langsung menembakkan senjatanya. Peluru meluncur deras lalu mengenai pelipis sang penyandera, tepat di bagian pinggir. Meleset sedikit saja, mungkin upayanya gagal.
Setelah terkena tembakan, pria itu terdiam sebentar lalu tubuhnya bergerak jatuh ke bawah. Sang Letnan Jenderal ikut menjatuhkan diri agar para teroris tidak menjadikan dirinya sasaran tembak. Bersamaan dengan ambruknya tubuh sang penyandera, Ilsa dan yang lain kembali memberondong para teroris.
Di saat tembak menembak kembali terjadi, tiba-tiba saja seorang anak keluar dan berlari hendak menyebrang jalan. Anak itu adalah anak yang tidak berhasil dibawa ke tempat aman oleh sang Letjen. Anggota Oscuro terpaksa menghentikan tembakan, tapi tidak dengan para teroris. Salah satu peluru meluncur deras ke arah anak tersebut.
Melihat itu Fahad segera berlari. Dia menjatuhkan diri dengan lutut menyangga tubuhnya untuk memeluk anak berusia lima tahun tersebut. Peluru yang meluncur mengenai punggung Fahad, menembus sampai ke bahunya dan bersarang di perut bagian atas sang anak.
Peristiwa yang terjadi hanya sepersekian detik itu cukup membuat orang-orang menahan nafas. Agam yang masih berada di atap, menghabisi anggota teroris yang tersisa dibantu oleh Ilsa, Jerry dan Max. Setelah semua teroris berhasil dihabisi, Agam segera turun lalu berlari menuju Fahad. Ilsa, Max dan Jerry sudah sampai di sana lebih dulu.
Pelan-pelan Fahad melepaskan pelukannya. Anak itu dibaringkan ke tanah. Ilsa langsung menaruh kain di luka anak itu sambil menekannya. Sementara Max segera membantu Fahad. Dia menaruh dua kain di bagian depan dan belakang pria itu kemudian membalutnya dengan kain. Ortega pun bergegas mendekati anak buahnya yang terluka.
“Kita harus membawanya ke rumah sakit sebelum mereka kehabisan darah,” ujar Agam setelah sampai di dekat mereka.
“Jerry, ambil mobil!” teriak Ortega.
“Kita harus menghentikan pendarahannya dulu. Kalau tidak, dia tidak akan selamat!” teriak Ilsa.
Kain yang digunakannya tadi sudah basah oleh darah yang terus keluar. Agam membuka kain tersebut, tapi kemudian menutupnya lagi karena luka tembak itu terus mengeluarkan darah.
“Apa ada peralatan medis?” tanya Agam.
“Ya. Dokter Roberto ke sini untuk mengambil peralatan medis.”
“Aku butuh kasa!” teriak Agam.
Dengan cepat Max berlari menuju salah satu bangunan yang merupakan apotik. Di sanalah Roberto biasa menyimpan semua peralatan medis sebelum dibawa ke Oscuro. Tak lama kemudian dia sampai dengan membawa tas medis. Pria itu mengeluarkan kasa pada Agam. Dengan cepat Agam membuka kain lalu menaruh beberapa kasa ke luka tembak tersebut.
Semua yang berada di sana cukup tegang melihat kondisi sang anak. Bahkan Fahad tidak mempedulikan lukanya, dia terus melihat pada anak yang berusaha diselamatkan olehnya namun gagal.
Di tengah ketegangan dan kepanikan, dari jarak seratus meter, melaju sebuah kendaraan roda dua dengan kecepatan tinggi. Di belakangnya menyusul sebuah SUV yang juga melaju kencang.
Sang pengemudi motor menghentikan kendaraannya di dekat lokasi penembakan. Dia menaruh motornya asal, membuka helmnya dan membuangnya ke tanah begitu saja. Sambil berlari menuju korban penembakan, pria itu melepaskan tas yang digendong di punggungnya.
“Menjauhlah!” teriak pria itu setelah mendekati sang anak.
Dalam hitungan detik pria itu sudah berada di dekat korban. Dengan cepat dia mengeluarkan beberapa peralatan medis dan juga sarung tangan. Di saat bersamaan mobil di belakang motor tadi mendekat. Dari dalamnya keluar seorang wanita berhijab dan seorang pria muda. Mereka segera mengeluarkan brankar dari dalam mobil.
“Kita pindahkan dia lebih dulu!” titah dokter pria tersebut.
Dibantu oleh Agam dan yang lain, dokter tersebut memindahkan tubuh anak yang tertembak ke atas brankar. Setelah mengenakan sarung tangannya, dia segera menangani luka anak itu. Dibuangnya tumpukan kasa yang ditaruh Agam. Pria itu menuangkan saline ke dalam luka lalu mengeringkan menggunakan kasa.
“Kita harus segera membawanya ke rumah sakit untuk dioperasi,” ujar sang wanita.
“Dia akan mati sebelum masuk ruang operasi. Aku harus menghentikan pendarahannya dulu. Bersiaplah untuk pembedahan darurat.”
Wanita tersebut segera menyuntikkan obat bius. Setelah sang anak tidak sadarkan diri, dia memberikan pisau bedah. Dengan hati-hati dia menyayat bagian tubuh di dekat luka tembak.
“Rektraktor.”
Kembali wanita itu memberikan alat yang diminta dokter tersebut. Dengan menggunakan alat tersebut, dia membuka bekas sayatan menjadi lebih lebar. Kembali dia menuangkan saline ke dalam perut anak itu. Dengan cepat dia memasukkan kasa untuk mengeringkan darah bercampur saline dibantu asistennya.
“Lebih cepat Ais, darahnya sudah banyak keluar.”
“Oke, dokter.”
Dengan cepat wanita itu memasukkan kasa dan mengeluarkannya lagi agar sang dokter bisa melihat sumber masalah.
“Masih belum terlihat, Ais.”
Pria muda yang bersamanya juga ikut membantu. Dokter tersebut terus mengawasi sampai akhirnya menghentikan pergerakan mereka.
“Jalal, apa kamu melihatnya? Peluru melukai limpanya, dan itu sumber masalah kita. Taruh jari mu untuk menutup lubang.”
Pria bernama Jalal itu segera melakukan apa yang diperintahkan sang dokter. Kemudian dokter pria itu meminta jarum dan benang pada wanita yang merupakan seorang perawat. Pelan-pelan dia menusukkan jarum ke dekat luka yang tertutup jari Jalal.
“Perhatikan baik-baik, Jalal. Ini yang harus kamu lakukan untuk menghentikan pendarahan.”
Dia menusuk bagian lain dan melakukannya dengan cepat. Mata Jalal terus mengawasi apa yang dilakukan mentornya.
“Angkat jari mu pelan-pelan.”
Pelan-pelan Jalal mengangkat jarinya. Ketika jarinya terlepas dari luka tersebut, darah kembali memancar. Dokter tersebut segera menarik benang hingga lubang tersebut tertutup.
“Tutup perutnya dan segera bawa ke rumah sakit. Berikan infusan cairan RL. Segera lakukan CT begitu sampai di rumah sakit lalu bawa ke ruang operasi. Dan segera cari tahu golongan darah anak ini.”
“Baik, dokter.”
“Ais, ikut aku.”
Jalal segera melakukan apa yang diperintahkan mentornya. Dia segera menutup perut sang anak dengan perban dan kain bersih. Sementara wanita bernama Aisyah mengikuti sang dokter mendekati Fahad yang juga terluka. Dokter tersebut segera memeriksa luka tembak Fahad. Dia melepaskan kain yang menutupi lukanya. Terdengar siulannya ketika melihat luka tembak Fahad.
“Siapa nama mu?”
“Fahad.”
“Oke Fahad, kenapa kamu sampai tertembak seperti ini?”
“Aku berusaha menghalangi peluru yang mengarah padanya. Tapi ternyata aku gagal. Peluru itu tetap mengenai dirinya.”
“Apa yang kamu lakukan hebat. Tidak semua orang seberani diri mu.”
Dokter tersebut segera membersihkan luka tembak dengan saline lalu menutup dengan kasa di kedua sisi yang bolong kemudian membalutnya dengan kasa gulung.
“Pasangkan turniket agar darah yang keluar berkurang. Lalu beri cairan LR.”
“Baik, dokter.”
Dengan cekatan Aisyah melakukan apa yang dikatakan sang dokter. Dia memasang turniket kemudian menariknya. Darah yang tadi terus keluar mulai berhenti. Setelah memasang turniket, wanita itu memasangkan infusan berisi cairan RL pada Fahad.
“Fahad, apa golongan darah mu?”
“A.”
“Positif atau negatif?”
“Positif.”
“Kamu bisa bertahan sebentar? Sampai kita ke rumah sakit,” tanya sang dokter pada Fahad.
“Iya.”
“Bagus.”
“Siapa nama mu?” tanya Fahad.
“Liam.”
“Terima kasih Liam.”
“Aku belum mengobati mu. Tahan dulu ucapan terima kasih mu. segera bawa dia dan anak itu ke rumah sakit. lakukan CT dan siapkan darah A positif.”
“Baik, dokter.”
Lebih dulu Jalal memasukkan brankar yang membawa korban anak yang tertembak ke dalam mobil van yang mereka bawa. Baru kemudian Fahad masuk bersama dengan Aisyah. Jalal segera menjalankan kendaraan menuju rumah sakit yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sana. di saat bersamaan, mobil yang dibawa Jerry tiba. Dia segera menurunkan brankar.
Melihat Jerry datang membawa brankar, jari Liam bergerak, meminta Jerry mengikutinya. Pria bertubuh tinggi besar itu segera mendorong brankar mengikuti arah Liam yang mendekati korban dari pihak teroris. Dia menemukan satu yang masih hidup.
“Hei! Ada yang bisa membantu ku? Tolong bawakan tas medis ku ke sini!” seru Liam.
Agam bergerak cepat membawakan tas milik Liam lalu menaruhnya ke dekat pria itu. Di saat bersamaan, Ortega sampai ke dekat mereka.
“Dia adalah teroris. Dia yang sudah menyebabkan semua kekacauan di sini. Kamu tidak perlu menolongnya. Lebih baik kamu menolong anak buah ku yang terluka,” ujar Ortega seraya menunjuk Rene.
***
Ada tokoh baru ya😊
tepat apa yg di katakan dr Liam..... emangnya ajang pencarian bakat .....disini gk ada senior atw junior.....yg penting sigap , siaga dlm nanganin korban dgn cekatan.....menolong nyawanya biar selamat itu aja .....percuma kalo tingkatannya udah tinggi tp hanya di panjang untuk di banggakan buat apa ...gkda guna /Proud/