Hari ini adalah hari pernikahan Almira dan Galang. Semua tamu sudah berkumpul di ruangan akad.
" Dimana pengantin laki-laki nya? Akad harus segera di mulai." Tanya pak penghulu pada Almira.
Almira tersentak diam. Masalahnya sudah hampir setengah jam dia duduk di sana sendiri. Namun Galang belum juga terlihat.
Almira menoleh ke kiri. Dia menatap wanita yang akan menjadi ibu mertuanya yang duduk tidak jauh darinya. Zora, mamanya Galang tersenyum getir sambil mengangguk pada Almira. Meminta Almira menunggu sebentar lagi.
Sebab sebelumnya Galang sudah mengirimkan pesan, bahwa dia tidak akan datang untuk menikahi Almira.
Almira yang mengetahui hal itu tidak bisa berkata apa pun. Dia hanya dengan airmata yang terus menetes membasahi pipi nya.
Tapi dengan tegas Aksa, Abang dari Galang melangkah maju dan mengatakan siap untuk menggantikan posisi Galang untuk menikahi Almira.
Mampukah Almira menerima pernikahan ini? Menikah dengan laki - laki
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendonorkan Darah
*****
ALmira berjalan mondar mandir di depan ruang operasi menunggu Hilda.
Ketika dokter keluar dan menghampirinya, mata Almira memandang penuh harap.
"Darahnya kurang, Bu. Kami membutuhkan donor segera," Ucap dokter dengan nada mendesak.
Air mata mulai menggenangi mata Almira, namun ia cepat-cepat mengusapnya.
" Apa golongan darah nya dokter?" Tanya Almira.
" B positif." Jawab dokter.
"Saya bisa mendonorkan darah saya. Golongan darah kami sama," Jawabnya hampir tanpa berpikir, suaranya serak oleh kekhawatiran.
" Kalau begitu ibuk ikut suster agar di periksa."
" Baik dokter."
Tanpa menunda, dokter menggiring Almira ke ruangan lain untuk pengambilan darah.
*
*
*
" Setelah proses operasi selesai dan Hilda kini di pindahkan ke ruang perawatan walau pun bayi nya masih harus berada di dalam ruang inkubator.
Dan dengan rasa lega, Almira mendatangi Hilda ke ruang perawatan.
" Dokter bilang kamu mendonorkan darah kamu untuk ku?" Tanya Hilda.
Almira mengangguk seraya tersenyum kecil menatap Hilda.
" Padahal aku sudah kasar sama kamu. Aku menyalahkan kamu menjadi penyebab keretakan rumah tangga ku dan Galang." Ucap Hilda penuh penyesalan.
" Hilda. Apa yang sudah terjadi di antara kita lebih baik kamu lupakan saja. Fokus sama sama anak kamu sekarang. Semoga nanti bayi kamu bisa ikut pulang dengan kamu. Tadi dokter sempat bilang sama aku kalau kandungan 7 bulan itu sudah cukup kuat untuk bayi. Selebih nya tinggal perawatan kita di rumah." Balas Almira.
" Kamu memang baik, Almira. Kamu sudah membantu aku hari ni.Sekarang aku tahu alasan nya kenapa Galang begitu mencintai kamu."
" Sudah. Sekarang kan kita sudah jadi saudara. Sudah seharus nya kita saling membantu." Balas Almira.
" Mir... Terima kasih." Ucap Hilda dengan tulus.
Almira melihat raut wajah ketulusan saat Hilda mengucapkan kata terima kasih. Tapi juga ada banyak kesedihan yang tergambar jelas di wajah nya. Kesedihan akan nasib rumah tangga nya dengan Galang.
Almira kembali tersenyum dan mengenggam lembut jari - jari Hilda.
*
*
*
Lian merapikan pakaian nya sebelum dia masuk ke dalam super market. Dengan senyuman nya yang full melebar dia melangkah dengan pasti menuju meja kasir.
" Hai Hani." Sapa Lian dengan manis.
" Hai juga mas Lian. Ada yang bisa Hani bantu?" Balas Hani.
Mata Hani menatap tangan Lian yang kosong tak membawa barang belanjaan.
" Mas Lian nggak belanja? Terus ngapain ke sini? Mau nanyain soal mbak Almira lagi?" Tanya Hani heran.
" Tuh kamu tahu." Tunjuk Lian ke wajah Hani.
" Kamu memang pintar, Hani. sudah berapa hari ini saya nggak lihat Almira belanja. Apa dia sedang sakit?"
" Saya juga nggak tahu dimana mbak Almira, mas. Memang sudah berapa hari ini nggak kelihatan. Pindah rumah kali." Jawab Hani sekena nya saja.
Lian terlihat mulai gusar saat mendengar jika Almira juga sudah tidak berbelanja beberapa hari ini.
" Memang nya ada apa mas?"
" Saya boleh minta nomor nya Almira nggak? Saya ada perlu sam dia. Jadi harus bicara dengan dia." Minta Lian pada Hari.
" Modus lama, mas. Nggak usah pakai bohong sama saya. Mas bicara jujur saja Hani nggak punya nomor nya mbak Almira." Sahut Hani.
" Ayo lah, Hani. Nggak mungkin kamu nggak punya nomor nya Almira kan?" Desak Lian.
" Ngapain saya bohong, mas. Saya juga takut dosa kali. Mbak Almira nggak pernah ngasi nomor dia sama saya. Lagian kita bisa setiap hari ketemu kalau mbak Almira belanja."
" Kalau gitu. Nanti kalau Almira datang ke sini. Ku cepat telpon saya ya. Kamu ajak dia ngobrol - ngobrol agak lama sampai saya datang." Pesan Lian meletakkan kartu nama nya di meja Hani.
" Oke, Hani. Thank you ya. Bye." Lian segera pergi meninggalkan meja kasir.
Hani mengambil kartu nama itu dan membaca nya.
" Dasar laki - laki. Kalau sudah ada mau nya. Usaha sampai titik akhir. Ahh..." Ledek Hani menggeleng.
*
*
*
Di tengah jalan pulang dari supermarket, Lian melewati rumah Aksa. Dan melihat Bella tengah berdiri di depan rumah Aksa.
Lian mengeluarkan ponsel nya dan mengambil beberapa gambar. Dan akan menunjukkan nya pada Aksa.
Dan besok saat di kantor, Lian langsung mengeluarkan ponsel nya saat mereka bertemu di pantry.
" Dasar perempuan gila. Dia ngapain ke rumah gue?" Ujar Aksa memandangi foto Bella yang di ambil Lian.
" Ya buat ngajak loe rujuk lah." Jawab Lian cepat.
" Nggak Sudi gue rujuk dengan dia." Balas Aksa.
" Setuju. Mending loe sama perempuan yang lain dari pada sama si Bella yang saiko ini." Sahut Reno.
" Tapi loe harus tetap hati - hati, Sa. Perempuan ini bisa nekat ngelakuin apa aja buat bisa rujuk sama loe." Tambah Lian.
Reno mengangguk - angguk tanda setuju dengan saran dari Lian untuk Aksa.
" So bagaimana kabar dengan tulang rusuk kiri loe?" Tanya Reno menggoda Lian.
" Iya, apa kabar tuh cewek? Gue nggak pernah dengar curhat loe lagi." Sahut Aksa.
" Tu dia yang bikin gue pusing sekarang." Jawab Lian.
Reno terkekeh pelan mendengar kan Lian mengeluh pusing karena perempuan misterius yang dia kagumi.
" Sudah berapa hari ini dia tidak kelihatan. Bahkan kasir supermarket bilang dia tidak pernah belanja lagi. Apa dia sudah pindah ya?" Ujar Lian memulai curhatan nya.
" Jangan bilang dia sudah pindah. Kabur karena takut di goda sama loe." Ledek Aksa tertawa.
" Entah lah." Desah Lian bersandar ke kursi.
" Gue mau ke ruangan dulu." Pamit Lian yang segera keluar dari pantry.
Aksa kemudian mengeluarkan ponsel nya. Membuka kotak pesan yang tidak ada pesan masuk dari Almira.
" Loe sendiri kenapa nih? Tulang rusuk kiri loe ikutan hilang juga?" Tanya Reno menyindir Aksa.
" Bukan hilang tapi pergi. Dia pulang ke Jakarta. Ada sedikit masalah di sana." Jawab Aksa.
" Jadi?"
" Jadi apa? Aku harua ke Jakarta bertemu istri aku kan?" Kata Aksa menekan kan.
" What? Istri?" Sahut Lian yang tiba - tiba muncul dari pintu.
" Jangan bercanda, Sa. Kidding loe nggak lucu." Kata Lian.
" Gue serius. Gue udah nikah. Reno sudah tahu." Jawab Aksa.
" Kalau gitu loe harus kenalkan kita sama istri loe. Gue penasaran cewek mana yang bisa suka sama loe sampai mau nikah." Pinta Lian.
" Nanti lah. Dia sedang di Jakarta sekarang. Menemani adik ipar aku melahirkan." Jawab Aksa.
*
*
*
Zora terlihat heran saat dia mendapati Almira di dapur sedang minum obat.
" Almira. Kamu minum obat apa, Nak?" Tanya Zora khawatir.
" Kamu sakit? Bagaimana kalau mama temani ke dokter? Kita berobat ya. Kamu harus di periksa. Pasti kamu kecapean kan menjaga Hilda di rumah sakit." Ucap Zora lagi sebelum Almira sempat menjawab nya.
" Mama mama. Nggak perlu. Almira nggak papa kok. Cuma pusing saja sedikit. Tapi sekarang sudah enakan kok." Ujar Almira menyentuh lengan sang mama.
" Bagaimana bisa langsung baikan. Kan kamu baru minum obat."
" Sudah baikan, ma. Mama tenang saja. Almira baik - baik saja kok."
" Kalau papa kamu tahu kamu sedang sakit, dia pasti memaksa mama membawa kamu ke dokter. Dia pasti khawatir dengan keadaan kamu, Nak."
" Kalau begitu, mama jangan beri tahu papa. Jangan sampai membuat papa khawatir. Almira baik - baik saja, ma. Sekarang sudah enakan."
Zora melihati wajah Almira yang memang terlihat memucat. Bahkan Zora sampai tidak sadar dengan keadaan Almira.
" Maaf kan mama ya Nak. Mama terlalu sibuk dengan Hilda sampai mama mengabaikan kamu. Kamu sakit seperti ini saja, mama tidak tahu." Ucap Zora lebih rasa menyesal.
" Kok jadi sedih gitu sih wajah nya, ma. Almira kan sudah bilang, Almira nggak papa, ma. Almira sehat. Cuma pusing sedikit. Nanti kalau di bawa istirahat pasti langsung enakan." Kata Almira mengusap lembut lengan Zora.
Almira bisa melihat kekhawatiran yang dalam terpancar dari wajah Zora. Sejak dulu Zora memang tidak bisa tenang jika melihat Almira sedang sakit.
" Kalau begitu, sekarang kamu masuk kamar saja. Istirahat. Jangan keluar sampai jam makan malam." Pesan Zora yang terdengar seperti sebuah perintah yang harus kita patuhi.
Almira tak dapat menahan rasa haru di hati nya. Perhatian dari mertua membuat dadanya bergetar, penuh rasa terima kasih yang tak terkatakan. Dengan bibir yang bergetar, ia menatap penuh arti ke arah mertua, rasa syukur dan cinta terbungkus dalam satu tatapan.
" Baik lah, ma. Almira istirahat dulu ya. Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam."
" Almira, Almira. Masih saja keras kepala. Sudah tahu sakit, masih saja bilang sehat." Gumam Zora membersihkan sisa bungkus obat Almira di atas meja.