NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19

Monica berdiri di dekat jendela apartemen Nadira, flashdisk masih tergenggam. Cahaya pagi menerobos tirai, tapi tak mampu menghangatkan udara yang tegang. Adrian duduk di kursi kerja, matanya terpaku pada layar laptop.

"Kalau kita serahkan semua ini ke polisi," gumam Monica, "mereka pasti akan investigasi... Tapi bagaimana kalau ada orang dalam?"

Adrian mengangguk pelan, "Itu risikonya. Tapi kalau kita serahkan ke media, semuanya bisa langsung meledak. Tanpa filter, tanpa sensor."

Monica menatap daftar folder di layar:

Yayasan – Rahasia

Kontrak – Raline

Transaksi – Teddy

Video: Lela confession

"Aku harus bicara sama Teddy," ucap Monica akhirnya. "Ini bukan cuma soal Nadira. Ini tentang semua orang yang terlibat."

Di rumah sakit, Teddy baru saja selesai diperiksa dokter saat Monica tiba. Ia masih tampak lemah, tapi begitu melihat Monica, sorot matanya langsung berubah.

"Aku punya sesuatu," ujar Monica tanpa basa-basi. "Yang mungkin bisa menjatuhkan Raline... dan menyelamatkan kamu."

Ia menyalakan laptop, menunjukkan isi flashdisk. Teddy menatap layar dengan rahang mengeras. Ia tak berkata apa-apa sampai video pengakuan Lela mulai diputar.

Lela, duduk di ruangan sempit, wajahnya pucat. Dalam video itu, ia mengaku diperintah menyembunyikan dokumen-dokumen Nadira, bahkan sempat diminta mencuri laptop almarhumah. Ia menyebut nama Raline... dan nama lain yang belum pernah muncul sebelumnya: Dr. Bram.

"Dia yang atur semua aliran dana dari luar negeri," ucap Lela dalam video. "Aku cuma bawahan. Tapi setelah Nadira curiga, aku diminta berhenti bicara."

Monica menghentikan video, "Kita punya semuanya."

Teddy menatap Monica lama, "Kita nggak bisa mundur lagi."

Sementara itu, di kantor pusat yayasan, Raline berdiri di depan jendela lantai atas. Di tangannya, tablet menampilkan gambar CCTV—Monica dan Teddy di rumah sakit. Salah satu asistennya berjalan masuk.

"Mereka sudah punya sesuatu," lapor sang asisten. "Dan kita tahu mereka akan bawa itu keluar."

Raline tak mengalihkan pandangan dari jendela, "Mereka pikir ini permainan terbuka. Padahal kita yang pegang papan catur."

Ia menoleh, lalu berkata pelan, "Aktifkan kontak media kita. Biarkan mereka cerita dulu. Tapi pastikan... cerita mereka tidak pernah utuh."

Teddy menatap layar laptop, rahang mengeras. Bukti sudah lengkap, tapi Monica tahu itu belum cukup.

"Kita harus bicara dengan seseorang yang punya akses ke media nasional," ucap Monica. "Seseorang yang nggak bisa disuap."

Adrian, yang baru tiba membawa salinan backup flashdisk, menyela, "Aku kenal satu orang. Dulu dia pernah bantu Nadira waktu kasus pertamanya mau dibungkam—wartawan senior, namanya Mbak Tari."

Teddy mengangguk, "Hubungi dia. Sekarang."

Beberapa jam kemudian, di kafe tersembunyi di Cikini, Monica, Teddy, dan Adrian duduk bersama Mbak Tari.

"Aku percaya sama Nadira," ujar Tari pelan sambil membaca dokumen. "Dan kalau ini semua valid, kita bicara soal kejahatan besar yang melibatkan lebih dari sekadar nama Raline atau yayasan itu."

Monica menyodorkan flashdisk, "Semua ada di sini."

Tari menatap mereka, "Kalau aku publikasikan ini, kalian harus siap dengan serangan balik. Mereka nggak akan tinggal diam."

"Kami sudah terlalu jauh untuk mundur," jawab Teddy tenang.

Sementara itu, di ruang kerjanya, Raline menerima email anonim berisi potongan video pengakuan Lela. Matanya menyipit.

"Bagaimana ini bisa bocor?" desisnya.

Asistennya masuk tergesa, "Media sosial mulai ramai. Ada akun Twitter yang menyebarkan potongan dokumen."

Raline berdiri, napasnya tak teratur, "Kita butuh pengalih isu. Siapkan pernyataan resmi—lempar ke publik soal Teddy, soal masa lalunya sebagai pengacara yang pernah membela penjahat kelas kakap. Bikin dia terlihat seolah dia bagian dari ini sejak awal."

"Asal?" tanya asistennya ragu.

Raline menoleh tajam, "Buat seolah-olah benar. Dunia nggak butuh bukti, cukup narasi yang kuat."

Sore itu, Monica dan Teddy kembali ke apartemen. Di layar TV, berita baru muncul:

“Teddy Indra Wijaya, mantan pengacara kontroversial, disebut terlibat dalam skandal lama terkait dana asing dan aktivitas yayasan sosial fiktif.”

Teddy menghela napas panjang, "Mereka mulai menyerang," gumam Monica.

"Dan kita harus menyerang balik," jawab Teddy. "Tapi kita butuh sekutu. Seseorang dari dalam yang tahu cara kerja Raline."

Adrian berdiri, "Aku tahu siapa orang itu. Tapi kita harus ke Bandung."

Monica dan Teddy saling pandang, "Siapa?" tanya Monica.

Adrian menatap mereka serius, "Dr. Bram."

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!