NovelToon NovelToon
Lihatlah Aku Dari Nirwana

Lihatlah Aku Dari Nirwana

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Beda Dunia / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:673
Nilai: 5
Nama Author: indrakoi

Nael, seorang notaris kondang, tenggelam dalam kesedihan mendalam setelah kepergian istrinya, Felicia. Bermodalkan pesan terakhir yang berisi harapan Felicia untuknya, Nael berusaha bangkit dan menjadi pribadi yang lebih baik. Meski kehidupannya terasa berat, ia tidak pernah menyerah untuk membenahi diri seperti yang diinginkan oleh mendiang istrinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indrakoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 18: Michelle Gracia

Pagi hari ini, ada suatu hal tak terduga yang berhasil mengejutkan aku, Tahsya, dan juga Meilani. Awalnya, kami bertiga sedang sibuk membersihkan kantor serta merapikan berkas-berkas yang berserakan, sebelum buka pada pukul delapan nanti. Tapi, di tengah hiruk pikuk itu, tiba-tiba bel kantor berbunyi yang menandakan bahwa ada seseorang yang datang.

Aku kemudian meminta Tahsya untuk menyambut orang tersebut, karena siapa tahu dia adalah pelanggan yang datang sebelum kantor dibuka. Namun, beberapa saat setelah meninggalkan ruangan, seketika terdengar suara teriak kegirangan Tahsya dari arah depan. Aku yang merasa penasaran segera beranjak menuju pintu depan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Saat baru sampai di front office, tiba-tiba Tahsya masuk dengan penuh semangat, sembari menarik tangan seorang mahasiswi yang wajahnya masih asing di pikiranku. Mahasiswi itu terlihat menggunakan setelan kemeja dan juga rok yang fashionable, serta dibalut dengan almamater khas Universitas Andawana. Rambutnya memiliki panjang sebahu dengan dicat warna coklat, serta wajahnya memiliki kulit cerah natural dengan sentuhan make-up yang minimal.

“Pak Nael, Michelle akhirnya datang!” Ucap Tahsya dengan nada yang penuh kegirangan.

“E-eh, Michelle?” Meilani yang sedang berada di ruang arsip pun ikut terkejut saat mendengar nama Michelle menggema di seluruh ruangan.

Michelle kemudian berjalan mendekat ke arahku dengan senyuman ramah yang tersungging di wajahnya. “Selamat pagi, Pak Nael. Mohon maaf saya baru bisa hadir hari ini karena dua hari kemarin ada beberapa acara yang harus saya isi di fakultas.” Ujarnya sembari sedikit menunduk, seolah mencoba menunjukkan rasa hormatnya kepadaku.

“Ah, nggak masalah. Yang penting kehadiranmu selama 4 bulan ke depan ini terpenuhi seperti yang ada pada surat izin magangnya. Itu saja yang kuminta.” Balasku dengan nada yang seramah mungkin.

“Baik, terima kasih, Pak Nael.” Ucap Michelle dengan menundukkan kepala sekali lagi.

Waktu itu, kalau nggak salah, Tahsya pernah bilang kalau anak ini bisa menyelesaikan tugas-tugas yang akan ku berikan dengan cepat. Tapi, karena belum menemukan bukti konkrit akan hal itu, jadi aku masih meragukan kemampuan yang dimiliki Michelle. Terlebih lagi, kesan yang diberikan oleh ketidakhadirannya selama dua hari ke belakang terasa kurang enak bagiku. Sepertinya tidak masalah untuk menanyakan beberapa hal pada mahasiswi ini agar aku bisa sedikit lebih yakin dengan dirinya.

“Baiklah Michelle, sebelum mengizinkamu bekerja, boleh aku tahu apa kemampuan yang bisa kau-”

“Izin menyela, Pak Nael!” Sebelum aku selesai menyampaikan pertanyaan, Tahsya tiba-tiba menyela dengan suara yang lantang. “Seperti yang saya katakan sebelumnya, Michelle ini pasti bisa menyelesaikan segala tugas yang anda berikan. Jadi, anda tidak perlu menanyakan mengenai kemampuannya lagi!” Jelasnya dengan penuh semangat.

“B-Benar, Pak Nael. Michelle adalah salah satu mahasiswa paling berbakat dari fakultas kami yang menguasai banyak sekali keterampilan. J-Jadi, saya rasa anda b-bisa menempatkannya dimana saja.” Imbuh Meilani yang ternyata sudah berada di belakangku.

“H-Hei, kalian ini melebih-lebihkan saja…” Ucap Michelle lirih dengan wajah yang tersipu malu.

Hah… karena mereka berdua benar-benar bersikeras untuk meyakinkanku, sepertinya tidak ada pilihan lain selain mempercayainya. “Baiklah, kalau begitu, Michelle akan ditempatkan di bagian arsip yang bertugas menyortir dokumen-dokumen milik client.” Tepat setelah mengatakan hal itu, lengan kemejaku terasa sedikit ditarik oleh Meilani dari arah belakang.

“Ada apa Meilani? Ada yang mau kau sampaikan?” Tanyaku sambil menoleh wajahnya yang terlihat ragu-ragu.

“U-Uh… Iya… B-Bolehkah saya yang ditempatkan di bagian arsip, sementara Michelle menggantikan posisi saya sebagai juru ketik? S-Soalnya saya kurang nyaman j-jika bekerja sambil dilihat oleh orang yang tidak saya kenal…” Pintanya dengan suara pelan yang malu-malu.

Sebenarnya aku sangat puas dengan kemampuan Meilani yang mampu mengetik draft dokumen dengan cepat. Tapi, karena dia merasa nggak nyaman saat bekerja sebagai juru ketik, sepertinya memberikan posisinya digantikan oleh Michelle tidak akan jadi masalah. Toh katanya si Michelle ini adalah mahasiswi paling berbakat di Fakultas Hukum Universitas Andawana.

“Baiklah, kalau gitu, Michelle akan menjadi juru ketik, sementara Meilani dipindahkan ke bagian arsip. Sementara itu, Tahsya akan tetap bekerja di bagian front desk!”

...***...

Setelah bekerja selama seharian penuh, aku akhirnya teryakinkan oleh predikat Michelle sebagai mahasiswi yang paling berbakat di Fakultas Hukum Universitas Andawana. Kemampuannya dalam mengetik bisa dibilang sedikit lebih cepat daripada Meilani. Ditambah lagi, saat menemukan beberapa kejanggalan, Michelle tidak ragu untuk menanyakan hal itu secara langsung kepada client. Hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh Meilani, sehingga membuatnya lebih cocok untuk mengisi posisi ini.

Di sore hari, saat kantor sudah tutup, aku mengajak ketiga anak magang itu untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja mereka hari ini. Kegiatan ini telah rutin dilakukan sejak dua hari yang lalu demi meningkatkan performa mereka kedepannya. Namun, di saat Tahsya dan Meilani sudah siap menerima evaluasi dariku, Michelle memilih untuk pamit duluan karena ada suatu hal penting yang harus diurus.

Yah, sebenarnya tidak banyak yang harus dievaluasi dari kinerja Michelle hari ini, sih. Secara umum, performanya saat bekerja tadi benar-benar memuaskan. Maka dari itu, aku mengizinkannya untuk pulang duluan dan mengingatkannya agar datang tepat waktu besok pagi.

Setelah Tahsya dan Meilani pulang, aku kemudian memutuskan untuk pergi ke Foodcourt Andawana Eats untuk membeli Chicken Katsu yang dijual di sana. Jujur, setelah mencoba makanan itu bersama Tahsya dan Meilani kemarin, pikiranku terus terbayang-bayang oleh rasanya yang begitu nikmat. Aku bukan orang yang pandai menjelaskan rasa makanan secara mendetail, tapi intinya Chiken Katsu itu memiliki cita rasa yang lebih nendang daripada yang lainnya.

Sembari menunggu pesanan, aku memutuskan untuk merokok di balkon rooftop sembari menikmati angin segar yang berhembus pelan. Saat sedang asik menikmati pemandangan langit sore yang indah, tiba-tiba telingaku mendengar suara wanita yang mirip dengan Michelle dari arah belakang.

Saat menoleh perlahan-lahan ke sumber suara tersebut, mataku seketika menangkap sebuah pemandangan yang lumayan mengejutkan. Michelle terlihat sedang melayani seorang pemuda yang mengenakan seragam SMA, layaknya seorang ibu yang melayani anaknya sendiri. Ini berarti teori yang disampaikan oleh Tahsya dan juga Meilani sudah terbukti kebenarannya.

Aku terus mengamati pemandangan aneh itu dalam diam, sembari menikmati setiap nikotin yang terkandung di dalam rokokku. Mereka berdua terlihat sedang membicarakan sesuatu. Tapi karena jaraknya yang cukup jauh, aku nggak bisa dengar apa isi dari percakapan mereka. Namun yang jelas, wajah Michelle saat ini menunjukkan ekspresi yang benar-benar murung.

Pikiranku tidak bisa berhenti untuk menebak apa yang dilakukan oleh bocah SMA itu kepada Michelle hingga membuatnya tampak seperti itu. Apa mungkin dia sedang memaksa Michelle untuk melakukan suatu hal yang tidak diinginkannya? Atau mungkin Michelle telah melakukan suatu kesalahan, sehingga membuatnya diomeli sekarang?

Apapun yang terjadi di antara mereka, aku tidak ingin hal itu membuat performa Michelle menjadi semakin menurun di kemudian hari. Soalnya, pasti ada beberapa masalah merepotkan yang akan menimpaku jika Michelle tidak bisa memberikan pelayanan maksimal akibat urusan pribadinya.

Pertama, para client pasti akan enggan mengurus dokumen di tempatku lagi karena pelayanan buruk yang telah mereka dapatkan. Kedua, Michelle akan kehilangan titelnya sebagai mahasiswa paling berbakat karena aku memberikan nilai yang jelek kepadanya. Tentu saja hal ini akan menjadi perkara yang harus aku selesaikan dengan pihak Fakultas Hukum Universitas Andawana. Mereka pasti nggak terima kalau salah satu mahasiswa unggulannya diberikan nilai yang rendah.

Setelah mengamati mereka selama kurang lebih 15 menit, akhirnya bocah SMA itu beranjak pergi meninggalkan Michelle sendirian. Kebetulan chicken katsu yang aku pesan juga sudah jadi, sehingga aku langsung membayar dengan cepat, lalu membuntuti berandalan itu dari kejauhan.

Kalau si kampret ini memang benar melakukan sesuatu yang dapat merusak performa anak magangku, bisa dipastikan bahwa dia akan menerima sebuah pelajaran berharga dari seorang Emanuel Nathaniel. Kalau nggak salah, Tahsya bilang bocah SMA itu namanya Avan, kan, ya? Benar, awas aja kau, Avan!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!