NovelToon NovelToon
Godaan Mahasiswi Nakal

Godaan Mahasiswi Nakal

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dosen / Diam-Diam Cinta / Gadis nakal
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

"Mahasiswi nakal harus dihukum!" Suara dinginnya menggelegar dan mengancam. Dia Gabriel, dosen killer yang terkenal kejam dan tidak suka digoda wanita.

Ivy, seorang primadona kampus memiliki nilai yang buruk dan nakal. Akibat kenalakannya, Mr. Gabriel ditugaskan untuk mengurus Ivy.

"Kerjakan soalnya atau aku akan menghukummu."

Karna tersiksa, Ivy mencoba membuat Mr. Gabriel menjauh berdasarkan rumor yang beredar. Tapi bukannya menjauh, Mr.Gabriel malah balik mendekatinya.

“Cium aku dong Mister~” Ivy selalu menggoda dosennya duluan agar risih.

Cup!

Bibirnya seketika dicium dalam dan membuat Ivy kewalahan. Saat pagutan dilepas, Ivy merasa bingung.

“KOK DICIUM BENERAN, MISTER?!”

“Loh kan kamu yang minta, kok di gas malah takut?”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bisa menahan diri?

Mr. Gabriel mengerjap, mencoba mengendalikan pikirannya yang kacau.

Bohong jika ia mengatakan gadis di hadapannya tidak menggoda.

Ivy, dengan riasan tipis yang hanya menonjolkan kecantikannya yang alami, tampak memikat dalam balutan dress merah yang membalut tubuhnya sempurna.

Penampilannya malam ini benar-benar luar biasa, dan Mr. Gabriel merasa seolah-olah terjebak di tengah badai emosi yang tidak bisa ia redam.

Pria itu menarik nafas panjang, berusaha keras menjaga kendali dirinya. "Kita tidak seharusnya seperti ini," ucapnya dengan nada tegas, meskipun tatapannya tidak lepas dari mata Ivy yang bersinar penuh tantangan.

Ivy hanya tersenyum tipis, menaikkan satu alisnya dengan sikap menggoda. "Apakah Mr. Gabriel benar-benar bisa menahan diri?" Tanyanya dengan nada manis yang terdengar seperti tantangan terselubung.

Senyumnya berubah menjadi lebih nakal, membuat Mr. Gabriel semakin terombang-ambing.

"Kamu ini sangat keras kepala dan suka sekali dihukum ya," desisnya dengan nada kesal, meskipun ada getaran kekaguman dalam suaranya.

Ivy terkekeh pelan. "Kalau tidak suka, aku tidak akan minta" balasnya dengan suara rendah yang menggoda, membuat darah Mr. Gabriel mendidih.

Tanpa bisa lagi menahan diri, seolah ada magnet tak terlihat yang menarik mereka, Mr. Gabriel mendekat dan menangkap Ivy dalam ciuman yang dalam dan intens.

Hal itu bukan sekadar hukuman, melainkan juga ungkapan dari keinginan yang tak lagi bisa ia kendalikan.

Ivy tidak melawan—justru sebaliknya, ia membalasnya dengan penuh semangat, membuat Mr. Gabriel semakin kehilangan akal sehatnya.

Malam itu, batas-batas di antara mereka seolah memudar, dilenyapkan oleh ketertarikan yang begitu kuat hingga keduanya lupa pada apa yang seharusnya benar.

...****************...

Pagutan mereka kian dalam, penuh dengan api yang tak terpadamkan, membuat dunia seakan-akan lenyap di sekeliling mereka.

Ivy tersenyum di sela-sela, merasakan kekuatan Mr. Gabriel yang kini mulai goyah.

Gadis mundur sedikit, cukup untuk membuat Mr. Gabriel menatapnya, mata pria itu penuh dengan pergulatan antara keinginan dan kewarasan.

"Duduklah Mister," bisik Ivy, jemarinya menekan dadanya dengan lembut, mendorong Mr. Gabriel untuk bersandar di sofanya yang empuk.

Mr. Gabriel menurut, nafasnya masih berat. Sofa yang biasanya menjadi simbol otoritasnya kini terasa seperti arena pertempuran yang ia tak pernah bayangkan.

Ivy melangkah mendekat, dress-nya mengikuti gerakan tubuhnya seperti aliran air, melingkupi setiap langkah dengan keanggunan yang hampir memabukkan.

"Bukankah hukumannya sudah selesai? Kamu mau apa lagi?" Tanya Mr. Gabriel, meskipun tangannya tak mampu menahan diri untuk tidak menyentuh jemari Ivy yang dengan santai bermain di kerah kemejanya.

"Aku ingin terus berulah dan terus dihukum olehmu," Ivy membalas dengan suara rendah yang terdengar seperti bisikan malam.

Gadis perlahan duduk di pangkuan Mr. Gabriel, tubuhnya terasa seperti api yang membakar perlahan, meleburkan semua pertahanan pria itu.

Tangan Mr. Gabriel akhirnya bergerak, merengkuh pinggang Ivy, menariknya lebih dekat. Aroma parfum Ivy menguasai indranya, seperti badai yang lembut namun tak terbendung.

Sofa di bawah mereka berderit pelan saat beban emosi dan tubuh mereka bertemu, menciptakan ritme yang tak tertulis.

"Ivy," suara Mr. Gabriel berat, seperti embusan nafas terakhir seseorang yang menyerah.

Tangannya menyisir punggung Ivy, menyentuh dengan kelembutan yang kontras dengan intensitas di matanya.

Ivy tersenyum, matanya penuh dengan kemenangan kecil. "Aku tau Mister tidak bisa menolak," bisiknya, menggigit bi1 bir bawahnya seolah menantang Mr. Gabriel untuk melangkah lebih jauh.

Sofa itu goyah lagi, seperti ikut merasakan ketegangan yang menggantung di udara.

Mr. Gabriel akhirnya membiarkan semua pertahanannya runtuh, membalas Ivy dengan keinginan yang telah ia tahan terlalu lama.

Dunia luar menghilang, menyisakan hanya mereka berdua, terjebak dalam pusaran perasaan yang tak lagi bisa dihindari.

Sofa itu mengeluarkan derit pelan lagi, seolah menjadi saksi dari pertarungan batin yang kini menyerah pada dorongan hatihati

Ivy menyandarkan kedua tangannya di bahu Mr. Gabriel, membuat tubuh mereka semakin rapat.

Hembusan nafasnya yang hangat terasa di leher Mr. Gabriel, membuat pria itu semakin sulit mengendalikan diri.

"Ivy..." Suaranya serak, seperti memohon sekaligus mengingatkan. Namun, gadis itu tidak menggubris.

Sebaliknya, senyum tipisnya justru membuat Mr. Gabriel merasa seperti ditarik semakin dalam ke dalam jebakan manis yang tidak ingin ia lepaskan.

Tangan Ivy yang halus meluncur perlahan, memperbaiki kerah kemeja Mr. Gabriel dengan gerakan santai, namun penuh dengan maksud tersembunyi.

“Mr. Gabriel, kau terlihat tegang,” ucapnya lembut, suaranya bagaikan bisikan angin malam yang menggoda. “Bagaimana kalau aku membantu sedikit?”

Mr. Gabriel menelan ludah, matanya terpaku pada Ivy yang kini seperti bayangan mimpi yang tak mungkin ia hindari.

“Kau tau sebaiknya ini tidak dilanjut,” katanya, meski suaranya terdengar lebih seperti peringatan kepada dirinya sendiri.

“Tapi tubuhmu berkata lain Mister,” ulang Ivy dengan nada pura-pura berpikir, jemarinya yang lentik menyusuri kerah pria itu dan perlahan-lahan melonggarkannya.

Hari ini buruk bagi Mr. Gabriel dan gadis dihadapannya ini seperti kudapan manis yang indah dan memabukkan.

'Sedikit saja..'  Batin pria itu.

Sofa itu kembali berderit saat Mr. Gabriel tiba-tiba meraih Ivy, membalik keadaan sehingga gadis itu kini berada di bawahnya.

Ivy terkejut sesaat, tapi tawa kecilnya yang lirih menunjukkan bahwa ia menikmati situasi ini.

“Jadi, kau akhirnya menyerah?” bisiknya, nadanya penuh kemenangan.

Mr. Gabriel tidak menjawab dengan kata-kata. Sebaliknya, ia menunduk, membiarkan dirinya menemukan leher Ivy yang hangat.

Kecupannya lembut namun mendalam, seperti seorang pelukis yang dengan hati-hati menorehkan karya seni terindahnya.

Ivy memejamkan mata, nafasnya tertahan, tubuhnya menggeliat di bawahnya, membuat sofa itu goyah lagi, menciptakan ritme yang hampir memabukkan.

“Berhenti bermain-main lagi, Ivy,” gumam Mr. Gabriel, suaranya penuh peringatan meski tangannya justru semakin erat memeluk pinggangnya.

Ivy hanya tersenyum, membiarkan dirinya larut dalam permainan ini.

Mr. Gabriel terdiam sesaat, tubuhnya tegang di bawah godaan Ivy yang tak henti-hentinya.

"Apakah kamu yakin berhenti Mr. Gabriel?", ucapan Ivy menggema dalam pikiran pria itu seperti mantra yang sulit diabaikan.

Matanya menatap Ivy, yang kini duduk dengan ekspresi penuh tantangan, senyuman tipis menggoda masih menghiasi wajahnya.

Aroma khasnya yang lembut namun memabukkan menyelimuti ruangan, membuat kepala Mr. Gabriel serasa berputar.

Pria mendekat, hanya beberapa inci dari wajah Ivy, cukup dekat untuk merasakan nafasnya yang hangat.

Namun, saat keinginan itu hampir melampaui logika, Mr. Gabriel tiba-tiba menghentikan dirinya. Ia menarik diri dengan kasar, seolah-olah mencoba membebaskan dirinya dari jerat yang telah mengikatnya begitu erat.

"Maaf," katanya dengan nada dingin, meski matanya mengkhianati perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.

"Aku tidak bisa." Suaranya tegas, namun penuh ketegangan yang sulit disembunyikan.

Tanpa menunggu jawaban Ivy, Mr. Gabriel berdiri, tubuhnya menjauh dengan gerakan cepat seolah takut bahwa jika ia tetap lebih lama, ia akan benar-benar kehilangan kendali.

Ivy menatapnya dengan tatapan bingung bercampur kecewa, tapi ia tidak mengatakan apa-apa.

Mr. Gabriel melangkah ke sudut ruangan, mengambil handuk yang terlipat rapi, lalu melemparkannya ke arah Ivy dengan gerakan ringan.

"Mandilah," perintahnya, nadanya masih terdengar otoritatif meski ada sedikit ketegangan. "Nanti aku akan memilihkan baju untukmu."

Ivy menangkap handuk itu, matanya tetap tertuju pada Mr. Gabriel yang kini berdiri membelakanginya, tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya.

Ada keheningan sejenak, hanya suara nafas mereka yang terdengar.

Ivy tersenyum kecil, senyuman yang sulit diartikan, lalu ia berdiri tanpa berkata-kata, melangkah pergi menuju kamar mandi.

Saat pintu kamar mandi tertutup, Mr. Gabriel menghela nafas panjang. Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa yang masih berderit akibat momen sebelumnya.

Tangannya mengusap wajahnya, mencoba mengusir semua pikiran yang kini membanjiri kepalanya.

"Apa yang kau lakukan, Gabriel?" Gumamnya pada dirinya sendiri.

Tapi bahkan saat ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia melakukan hal yang benar, aroma Ivy masih tercium samar di udara, mengingatkannya pada apa yang nyaris saja terjadi.

...****************...

Ivy mandi dengan tenang dan perasaan yang membaik berkat kejadian tadi.

Tok! Tok! 

Saat suara ketukan terdengar di pintu kamar mandi, Ivy menoleh, menahan senyum kecil yang mulai merekah di sudut bibirnya.

"Ini aku. Aku membawa baju," suara Mr. Gabriel terdengar dari balik pintu, nadanya datar namun ada ketegangan tersirat di dalamnya.

Ivy melangkah mendekati pintu, tangannya yang halus membuka celah kecil, cukup untuk memperlihatkan wajahnya yang segar dengan rambut yang masih basah.

Handuk melilit tubuhnya dengan sempurna, menyisakan bahu yang sedikit terbuka. "Terima kasih, Mister," ucapnya dengan nada manis, senyuman nakal kembali menghiasi wajahnya.

Matanya menangkap raut terkejut di wajah Mr. Gabriel yang berdiri kaku di hadapannya.

Mr. Gabriel menelan ludah tanpa sadar, matanya sekilas tertuju pada tetes air yang mengalir perlahan dari rambut Ivy, turun menyusuri lehernya yang jenjang.

Pria itu segera mengalihkan pandangannya, berusaha keras menjaga sikap profesional meskipun pikirannya mulai dirasuki hal-hal yang tidak seharusnya.

Namun, Ivy tampaknya tidak ingin membiarkannya pergi begitu saja. "Apakah Mister tidak mau ikut masuk?" Tanyanya dengan senyum menggoda, suara rendahnya seolah mengundang.

Tatapannya penuh tantangan, mengetahui dengan jelas efeknya pada pria di depannya.

"Jangan mengada-ada," desis pria itu dengan nada keras, mencoba mengusir godaan itu.

Namun, alih-alih meninggalkan tempat itu, tangannya mendorong pintu kamar mandi hingga tertutup dengan suara keras, seolah-olah membentengi dirinya dari pesona Ivy yang begitu memabukkan.

Mr. Gabriel  berdiri diam beberapa detik di depan pintu tertutup, mengatur nafasnya yang terasa berat.

Kepalanya sedikit tertunduk, tangan kanannya mengusap wajahnya dengan frustrasi. "Dia benar-benar berbahaya," gumamnya pada dirinya sendiri, mencoba mengusir bayangan Ivy dari pikirannya.

Mencari pelarian, Mr. Gabriel berjalan ke dapur kecil di ruangan itu. Ia membuka kulkas, mengambil botol air dingin, dan menuangkannya ke dalam gelas.

Saat air menyentuh tenggorokannya, ia berharap kesegaran itu cukup untuk mendinginkan gejolak yang masih bergemuruh di dadanya.

Tapi bahkan saat ia meminum air dengan cepat, senyum nakal Ivy terus menghantuinya, membuat Mr. Gabriel sadar bahwa ini mungkin bukan pertempuran terakhirnya melawan godaan gadis itu.

Mr. Gabriel segera duduk di sofa, menggenggam gelas air yang kini hanya menyisakan beberapa tetes di dasarnya.

Nafasnya berat, pikirannya terus-menerus berputar pada kejadian sebelumnya.

Wajah Ivy, rambut basahnya yang tergerai, dan tetes air yang mengalir di kulitnya terus menghantui benaknya, seperti adegan yang tak mau pergi.

“Ini pertama kalinya aku membawa wanita ke rumahku,” gumamnya dengan suara serak, lebih kepada dirinya sendiri.

Tangan kirinya bergerak mengusap wajahnya dengan frustrasi, sementara pikiran-pikiran tak terkendali mulai mengambil alih.

“Aku sudah gila,” desisnya, setengah marah pada dirinya sendiri.

Tubuhnya condong ke depan, siku bertumpu di lutut, dan kepalanya tertunduk, mencoba mencari cara untuk mengendalikan dorongan yang terus menguat.

Namun, saat ia berusaha memusatkan pikirannya pada hal lain, ia merasakan sesuatu yang tidak bisa diabaikan.

Sesuatu yang kembali bangkit..

Pria itu merutuki dirinya sendiri dalam hati.

'Seharusnya aku tidak membawanya ke sini. Seharusnya aku tau hal ini akan terjadi' 

1
Elmi Varida
hadeeeuh...baru dicium aja udah kayak diperawanin si Gabriel wkwkwkwk...
ikut nyimak novelmu thor..
Siti Zulaikha
lanjut thor
Azriel Baxter
suka banget... aku gatau kapan ini dirilis, tapi bagus bangetttt lanjut ya kak.. lope banget deh, sesuai genre,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!