Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
°
°
°
Suasana berubah tegang, aura mencekam memenuhi atmosfir udara di dalam rumah. Semua orang menahan napas dan menutup mulut mereka dengan mata terbelalak, ketika menyaksikan aksi nekad Khanza yang entah darimana tiba-tiba dia mengangkat pisau di tangannya ke arah Anaya.
Akmal segera memeluk sang istri, melindunginya dari ancaman bahaya. Dari atas Adzana melemparkan sandalnya whuuussss.... Dan tepat mengenai sasaran. Claaang... pisau terjatuh membuat semua orang bernapas lega.
Namun Khanza tidak menyerah, ia meneruskan langkah dan Ersa yang kebetulan berada di dekatnya tidak tinggal diam. Ia terpaksa menjegal kaki gadis itu hingga membuatnya jatuh tersungkur.
Plok plok plok
Suara tepuk tangan mengalihkan perhatian semua orang. Semua mata tertuju ke arah pintu. Akmal sangat terkejut melihat kedatangan kedua orang tuanya. "Ayah, Bunda?"
Begitupun dengan Anaya, dia menatap Akmal seolah meminta penjelasan, namun Akmal hanya menggeleng sebagai jawaban.
Khanza segera bangun dari posisinya terjatuh, lalu berlari mendekati orangtua Akmal tersebut dan mengadu dengan manja, "Pakdhe, Budhe. Mereka semua jahat padaku. Ini semua salah kalian yang menikahkan Mas Akmal dengan orang lain. Sekarang Mas Akmal tidak perhatian lagi padaku dan tidak peduli padaku!"
Anaya menghampiri kedua mertuanya diikuti Akmal di belakang. Anaya mencium takzim punggung tangan mertuanya, lalu mempersilakan masuk. "Ayah, Bunda. Mari masuk, silakan duduk. Maaf, kami tidak tahu jika Ayah dan Bunda akan datang."
Bunda Marini tersenyum, lalu menjawab, "Tidak apa-apa, Sayang. Sengaja kami datang membuat kejutan untuk kalian."
Pak Deni dan Bunda Marini masuk ke dalam rumah setelah mengucap salam, lalu duduk di sofa. Tak sengaja pandangannya berserobok dengan Risna yang menatapnya sambil tersenyum malu-malu.
Bunda Marini yang merasa terkejut, lalu menyapa, "Kamu di sini juga, Ris?"
"Anaya mengundang kami, Bu," jawab Risna sopan. Lalu mencium punggung tangan Bunda Marini dan Pak bergantian diikuti teman-temannya.
Adzana dan Ersa menghampiri Bunda Marini dengan senyum merekah lalu memeluknya dengan hangat, "Sehat, Bunda?"
"Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat, Sayang." Bunda Marini membalas pelukan dengan erat, lalu bertanya, "Nak Arbi sama bocilmu, mana?"
"Di atas sama anak-anak. Mungkin ketiduran, Bun," jawab Adzana.
Pak Deni lalu berdiri. "Kalau begitu ayah mau ke atas, kangen sama cucu."
Khanza yang merasa diabaikan langsung meradang. Ia tidak terima seolah kehadirannya tidak dianggap. "Budhe, Pakdhe...! Kenapa kalian diam saja aku diperlakukan semena-mena? Ini tidak adil!"
Mendapat pernyataan seperti itu, akhirnya Bunda Marini angkat bicara. "Khanza, Kalau kamu tidak membuat ulah, bagaimana mungkin kami mengabaikanmu? Bunda menyuruhmu datang ke sini, untuk menyapa dan berkenalan dengan kakak iparmu, bukan membuat masalah."
Khanza tetap pada pendiriannya. "Tapi dia yang memulainya, dia marah-marah padaku tiap hari, tidak mungkin kan, aku diam saja?"
Bunda Marini menatap Khanza dengan kesal dan berbicara tegas. "Cukup, Khanza. Tolong, sadar di mana posisimu, Nak! Jangan merecoki hubungan kakakmu. Sekarang Mas Akmal sudah menikah, kamu juga sudah dewasa, kamu pasti mengerti, kan?"
Wajah Khanza memerah dan matanya berkaca-kaca. "Budhe, tapi aku---"
Akmal datang dan langsung memotong perkataan Khanza. "Sudahlah, Za. Kami semua sudah tahu sifat burukmu, bahkan sejak kecil kamu selalu iri dan cemburu pada April yang notabene adalah adikku sendiri. Kamu selalu ingin menguasai semuanya sendirian. Dan sekarang setelah dewasa, seharusnya kamu sudah paham akan hal itu!"
"Dan benar kata Bunda, sekarang aku sudah menikah, tolong mengertilah!" Akmal menambahkan
"Kalian semua jahat! Aku tidak terima atas penghinaan kalian ini!" Khanza langsung berteriak seperti anak kecil yang tidak dikasih permen.
Tiba-tiba Papa Khanza datang dan langsung berkata dengan suara lantang. "Cukup, Khanza! Jangan membuat malu papa dan Mama dengan kelakuanmu yang tidak masuk akal itu. Sampai kapanpun kalian tetap tidak akan bisa menikah, karena kalian bersaudara. Papa dan Pakdhe Deni itu saudara kandung."
Khanza menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian semua jahat! Papa juga jahat...!"
Khanza berlari keluar rumah dan terus meneriakkan kata 'tidak' seraya menutup telinganya. Namun, tanpa ia sadari mobil melaju dengan kencang dari arah kanan, dan....
"Khanza awaaasss....!!!" Papa Khanza berteriak dengan keras
Ciiiitttt... Braaaakkk...
Tubuh Khanza terpental ke atas lalu terhempas di atas kap mobil, sebelum akhirnya jatuh terkapar di aspal jalanan.
Semua terjadi begitu cepat, mereka yang berada di dalam rumah berhamburan keluar, dan langsung tercekat dengan pemandangan yang ada di depan mata.
Papa Khanza lantas meminta sopir yang menabrak anaknya, segera mengantarkan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Pak Deni dan Bunda Marini ikut serta ke dalam mobil menuju ke rumah sakit.
Sedangkan Anaya merasakan tubuhnya gemetar, airmata jatuh berderai membasahi pipinya. Dia khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada Khanza mesti mereka selalu bersitegang.
"Kita harus ke rumah sakit, Mas. Kita tidak bisa hanya diam saja di sini," ucapnya dengan suara bergetar.
Akmal merangkulnya berusaha menenangkan istrinya yang tampak syok dengan peristiwa yang baru saja terjadi. "Oke, kita ke sana. Tapi kamu tenang, ya. Semua akan baik-baik saja."
Sementara Risna masih diam mematung di tempatnya, tidak tahu harus berbuat apa. Tapi mendengar Anaya ingin ke rumah sakit, dia pun meminta ijin untuk ikut. "Boleh aku ikut kalian ke rumah sakit?"
Anaya dan Akmal saling beradu pandang sampai akhirnya mengangguk. "Baiklah."
Arbi pun turut serta ke rumah sakit. Karena bagaimanapun, ia harus menunjukkan rasa empatinya pada Papa Khanza yang merupakan relasi bisnisnya.
°
Rumah sakit
Suasana di depan ruang operasi terasa mencekam, sunyi dan menegangkan. Papa Khanza mondar-mandir dengan raut wajah khawatir. Pun demikian halnya Pak Deni dan Bunda Marini. Pasangan paruh baya itu saling menggenggam tangan memberikan kekuatan.
Tak terkecuali sopir yang menabrak Khanza, wajahnya diliputi penyesalan mendalam. Berulangkali beliau meminta maaf atas kekhilafannya dan bersedia menanggung biaya perawatan. Tapi untungnya Papa Khanza orang yang baik, tidak ingin membebankan semua biaya padanya, karena Papa Khanza yakin tidak ada unsur kesengajaan dalam insiden tersebut.
Rombongan Akmal datang, dengan wajah panik dan khawatir. Arbi menatap Pak Deni seolah bertanya dan hanya dijawab dengan gelengan kepala.
Kini semua orang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing dan berdoa yang terbaik untuk Khanza semoga bisa selamat.
Siang itu begitu hening layaknya malam hari, tak ada kata terucap. Hanya hembusan napas yang terdengar saling bersahutan. Akmal masih sama dalam posisi memeluk istrinya.
Risna merasakan hatinya berdenyut, menyaksikan keintiman mereka. Namun ia tidak ingin serakah, dia yang dengan kesadaran penuh melepaskan Akmal. Dia ingin menata hidupnya kembali. Tiara merangkulnya dan memberi usapan di punggungnya sebagai bentuk dukungan.
Lampu di ruang operasi telah berganti warna, semua orang berharap dengan kecemasan yang menghiasi wajah mereka. Dokter Alissa keluar ruangan dengan wajah lelah.
Papa Khanza segera menghampiri dan bertanya, "Dokter, bagaimana kondisi anak saya?"
Dokter Alissa menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan sebelum menjawab. "Maaf, kondisi anak Anda saat ini stabil, tapi memerlukan perawatan intensif. Meski operasi berhasil, namun perlu waktu untuk pemulihan. Kami akan terus memantau kondisinya."
"Dan juga anak Anda mengalami cedera parah pada kaki dan tangan serta punggung, tapi operasi berjalan lancar. Kami akan melakukan pengawasan ketat dan memberikan perawatan optimal untuk pemulihannya," ucap Dokter Alissa
"Saya mohon lakukan yang terbaik untuk anak kami, Dok." Papa Khanza memohon dengan menangkupkan kedua tangannya di dada.
Dokter Alissa tersenyum. "Saya mengerti kekhawatiran Anda. Karena itu kami akan berusaha maksimal untuk kesembuhan anak Anda, Tuan."
"Terimakasih, Dokter," ucap Papa Khanza.
"Sama-sama, Tuan," jawab Dokter Alissa, kemudian pamit undur diri.
Papa Khanza begitu sedih, wajahnya tampak muram. Entah apa yang akan beliau katakan pada istrinya nanti. Betapa syok dan terpukulnya sang istri seandainya tahu apa yang terjadi pada putri semata wayang mereka
°
°
°
°
°
Ada yang merasa kasihan gak sih sama Khanza???🤔🤔🤔
Astaga, Akmal yang mau bermanja-manja/Facepalm/