Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Pillow Talk
Mulut Ayana melongo saking tak percayanya dengan permintaan Elang. Lalu dia mendengus sambil berkacak pinggang.
"Lama-lama kamu itu makin ngelunjak ya, Lang?" sindir Ayana.
"Aku kan cuma minta ditemenin tidur. Nggak lebih. Apa masalahnya?"
Ayana menarik nafas guna menstabilkan emosinya yang bergejolak. Kemudian dia hembuskan secara perlahan melalui mulut.
Andai saja, Ayana tidak kalah, mana sudi dia menuruti permintaan Elang.
"Oke, tapi aku mau pakai baju dulu. Jadi, kamu hadap kesana sebentar!" Ayana menunjuk dinding di sisi kanan Elang.
Lantas Elang pun menurut. Dia memiringkan badan menghadap ke tembok di sisi ranjang.
Sementara Ayana melepas bathrobe dan mengambil pakaian di lemari seraya sesekali menoleh ke arah Elang untuk memastikan pria itu tidak mengintip.
"Jangan mengintip!" bentak Ayana saat melihat kepala Elang yang sedikit menoleh.
"Nggak kok."
Secepat mungkin Ayana memakai pakaian. Setelah itu, dia berjalan lalu naik ke atas ranjang.
"Sudah belum, Ay?"
"Sudah," sahut Ayana sedikit ketus.
Elang pun membalik badannya menjadi menghadap ke badan Ayana. Dipandanginya wajah Ayana dengan intens sampai membuat wanita yang berstatusnya itu salah tingkah.
Ayana memiringkan badan ke sisi kiri agar Elang tidak bisa memandang wajahnya. Dengan rasa kesal di dada, Ayana berbaring di atas ranjang untuk beberapa saat yang lama.
Keduanya saling diam tanpa ada pembicaraan.
Kemudian, tiba-tiba satu tangan Elang melingkar di perut Ayana dan tidak hanya itu saja. Kepala Elang juga merapat ke ceruk leher Ayana.
"Lang, jangan macam-macam kamu ya!" hardik Ayana sambil menyikut perut Elang agar menjaga jarak.
"Ay, rasanya punya ibu itu seperti apa sih?"
Ayana tercengang sekaligus terheran dengan Elang yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan aneh bin konyol. Alis Ayana menaut bingung tapi dia malas untuk membalikkan badannya.
"Maksud kamu apa?"
"Dari bayi, aku nggak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu," ungkap Elang yang sukses membuat Ayana semakin tercengang.
Rasa penasaran Ayana pun mulai terusik. Selama ini, Elang tinggal sendirian. Menjadikan Ayana bertanya-tanya dalam hati.
Apakah orang tua Elang sudah meninggal? Apa sama sekali tidak ada keluarga yang Elang punya? Lalu bagaimana dia selama ini menghidupi kebutuhan hidup?
Serentang pertanyaan itu memenuhi benak Ayana. Lantas dia pun membalikkan badan menatap wajah Elang.
Dia lupa kalau dia sedang menghindari tatapan Elang. Nyatanya dia sendiri yang kini memandang Elang penuh selidik.
"Elang, jawab aku dengan jujur! Selama ini orang tua kamu ada di mana?" Ayana bertanya seraya menatap lurus bola mata Elang agar dia tahu apakah pria itu berbohong atau tidak.
"Ayah kerja di luar negeri. Sedangkan ibu meninggal saat melahirkan aku."
Manik mata Ayana membola saat mendapatkan fakta bahwa Elang sudah kehilangan sosok ibu sedari bayi. Mungkin itulah yang membuat sikap Elang sedikit manja, karena dia membutuhkan figur seorang ibu yang penuh kasih.
Ayana menghela nafas sesaat sebelum dia kembali bertanya, "Apa kamu nggak punya kerabat lain? Paman, bibi atau kakek mungkin?"
Elang menggeleng sebagai jawaban.
"Jadi selama ini biaya hidup kamu dari transferan uang ayah kamu yang ada di luar negeri?"
Elang diam dan hanya mengangguk.
"Ayah kamu tahu kalau kamu sudah menikah?"
"Belum."
Sejenak Ayana membetulkan letak bantal yang menopang kepalanya. Lalu dia melontarkan lagi pertanyaan.
"Kira-kira bagaimana reaksi ayah kamu saat pulang dan tahu anaknya nikah muda? Apalagi nikahnya sama guru sendiri yang usianya lebih tua dari kamu?"
Elang mengalihkan pandangan ke langit-langit kamar.
"Aku nggak tahu bagaimana reaksi ayah. Tapi satu hal yang jelas dia nggak bakal marah," kata Elang dengan sangat yakin.
"Kenapa?"
"Karena ayah sangat sayang padaku."
Ayana mendengus, lalu menyindir, "Itu sebabnya kamu sangat dimanja sama ayah kamu?"
"Kamu belum jawab pertanyaanku, Ay. Bagaimana rasanya mempunyai seorang ibu?"
Ada setitik rasa iba di hati Ayana ketika Elang kembali mengulang pertanyaannya.
Kemudian pikiran Ayana pun melayang membayangkan Asih, sang ibu yang melahirkan dan juga merawatnya sejak kecil.
"Bagiku, ibu itu orang yang spesial. Meski kadang ibu cerewet dan banyak mengatur tapi aku tahu itu semua untuk kebaikan aku."
Hening sesaat. Kemudian Ayana mendadak bertanya, "Lang, orang kaya kamu punya cita-cita nggak?"
Elang tak menyahut. Dia malah menoleh menatap Ayana sambil mengulum senyum.
Sedangkan Ayana mengerutkan alis melihat Elang yang tersenyum tanpa sebab. Tapi detik berikutnya, dia membuang muka demi menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah melihat Elang tersenyum.
Jujur, Ayana mengakui kalau wajah Elang memang terlihat tampan dan maskulin. Apalagi jika Elang sedang tersenyum. Tampaknya Elang memiliki darah campuran antara Arab dan Indonesia.
"Kenapa sih kamu senyum-senyum gitu?" Ayana bertanya tanpa menatap Elang. "Kaya orang gila tahu."
Bukannya berhenti, Elang justru semakin melebarkan senyum. Bahkan dia sampai tertawa melihat Ayana yang sedang menutupi rasa malu.
Sejenak Elang menarik nafas dalam. Sambil terus memandangi Ayana, dia pun berkata, "Kita tidur satu ranjang, pillow talk ngobrol tentang keluarga, berasa kaya suami istri ya?"
Ayana berdecak dan memutar bola mata malas. "Kita kan memang suami istri, Lang."
Elang terkekeh. Tanpa melepas pandangan mata pada wajah Ayana, dia membenarkan letak bantal demi mencari posisi enak untuk menopang kepalanya.
"Asal kamu tahu, Ay. Kamu itu wanita pertama dan akan menjadi wanita terakhir yang tidur satu ranjang denganku."
Ayana tertawa sumbang. Menjadikan kali ini Elang yang menautkan alis bingung melihat Ayana tertawa.
"Jangan gombal kamu, Lang! Memangnya aku nggak tahu kalau kemarin kamu habis berduaan sama Diva. Mana Diva meluk kamu rapet banget lagi."
Ayana melirik sinis Elang. Meski Ayana bersikap tak peduli tapi dia merasakan ada sesuatu yang seolah meremas jantungnya.
Nafas Ayana menderu cepat. Lagi-lagi bayangan saat Diva berboncengan dengan Elang mengusik pikiran Ayana.
Padahal Ayana tak perlu seperti ini, mengingat dia tidak mencintai Elang. Sedangkan Elang sendiri tetap diam menelisik raut wajah Ayana.
Kemudian Elang menaikan satu alis saat dia dapat menarik kesimpulan bahwa Ayana sedang cemburu.
"Sekarang kamu ngaku, Elang. Sudah berapa kali kamu memakai Diva untuk melampiaskan hasratmu?"
Bibir Ayana mengerucut ketika menunggu jawaban Elang.
"Aku tidak pernah memakai Diva. Aku masuk ke kelab hanya untuk membayar semua hutang ayah Diva supaya dia tak perlu lagi bekerja sebagai wanita malam," jelas Elang dengan nada santai.
Sontak Ayana tersentak. Wajah cemberut Ayana berubah menjadi ekspresi tak percaya hanya dalam sekejap mata.
Lantas dia menoleh untuk menelisik wajah Elang untuk mencari kebohongan. Namun, Ayana sama sekali tak menemukan kebohongan yang terpancar dari sorot mata suaminya.
Menjadikan perasaan Ayana semakin tidak karuan, sebab dia tidak merasa bersalah telah menuduh Elang yang tidak-tidak.
Dan juga ada rasa penasaran dalam benak Ayana tentang uang yang Elang gunakan untuk membayar hutang ke Nyonya Megan pastilah tidak sedikit.
Tapi dari mana Elang dapatkan uang sebanyak itu? Pikir Ayana.
Di saat Ayana sedang tenggelam dalam pemikirannya sendiri, Elang tiba-tiba mencium bibir Ayana.
Kecupan singkat yang hanya sekedar menempelkan bibir.
Ayana terkejut tapi rasa penasarannya membuat Ayana tak terpikirkan untuk menampar Elang.
"Elang, dari mana kamu mendapatkan uang untuk membantu Diva? Nggak mungkin kamu minta ke ayah kamu kan?"
Tak ada jawaban dari Elang, karena bibir pria itu digunakan untuk membungkam bibir Ayana. Ciuman kali ini lebih panas dari yang pernah mereka lakukan.
Bahkan badan Elang berpindah menindih dan mengunci tubuh Ayana. Meski terbuai oleh ciuman Elang, Ayana berusaha sekuat tenaga untuk berpikir logis.
Dia mendorong dada Elang agar ciuman terlepas. Sejenak dua insan di atas ranjang itu saling tatap dengan dada naik turun karena kehabisan nafas.
"Aya, seumur hidup aku nggak pernah merasakan minum susu ibu. Jadi aku boleh nggak minum susu kamu?"
Ntar nyesel loooo
Klw Elang anak konglomerat gmn...apa gak bakal minta tlg nyelametin usahanya yg lg sekarat?
Yakin?