NovelToon NovelToon
Basmara

Basmara

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa
Popularitas:120
Nilai: 5
Nama Author: keisar

Basmara, dalam bahasa sansekerta yang berarti cinta dan tertarik. Seperti Irma Nurairini di mata Gervasius Andara Germanota, sebagai siswa anak kelas 11 yang terkenal Playboy menjadi sebuah keajaiban dimana ia bisa tertarik dan penuh kecintaan.

Namun apalah daya, untuk pertama kalinya Andra kalah dalam mendapatkan hati seseorang, Irma sudah ada kekasih, Andrew, seorang ketua OSIS yang terkenal sempurna, pintar, kaya, dan berbakat dalam non akademi.

Saat terpuruk, Andra mendapat fakta, bahwa Irma menjalani hubungan itu tanpa kemauannya sendiri. Andra bangkit dan memerjuangkan Irma agar sang kakak kelas dapat bahagia kembali.

Apakah Andra berhasil memerjuangkan Irma atau malah perjuangan ini sia-sia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 18: Tenang?

"Apa?!" pekik Indra sembari menggebrak meja kantin, membuat dirinya di tatap oleh seluruh siswa yang sedang ikut mengisi perutnya.

Bagas yang duduk disebelah Indra langsung menarik tangannya agar kembali duduk. "Udah nggak usah heboh lu, bikin malu aja."

Indra yang tampak kesal berusaha meredamnya. "Ya gimana gak kesel, Andrew udah kelebihan batas, ngeroyok, nguntit, dan udah pasti, dia sengaja bayar orang buat ngambil hape Irma abis itu disadap."

"Lu ada bukti atas keterlibatan Andrew?" ucap Bagas yang membuat Indra terdiam. "Ini bukan Conan, Andrew nggak akan langsung ngaku kalo cuma dijelasin, dan kalau ada bukti, nggak akan mudah."

"Ish!" Debrong memasang wajah kesal sembari menggaruk kepalanya, membuat dirinya ditatap oleh sahabat-sahabatnya.

"Lu kenapa Brong?" tanya Andra. "Perasaan gua yang ada masalah tapi lu yang puyeng."

"Jelaslah, mamak ku mau kesini, kau bertekak sama Andrew, pusing pala ku," jawab Debrong dengan wajah masam.

"Masih asumsi kalau yang utus semua ini Andrew," ucap Bagas mendapat tatapan kesal dari yang lain.

"Gas, kau bodoh cemana?" tutur Debrong. "Kau lupa kata-kata batman? Kalau ada masalah atau sesuatu, cari yang diuntungkan atas kejadian itu."

"Bener," timpal Farel. "Kalau Andra tersiksa kayak gini, dia mundur dan menjauh dari Irma."

"Udah-udah," lerai Mora. "Brong, mending lu pulang sekolah samperin emak lu."

"Ah malas aku," tolak Debrong. "Nanti dinasihati pula aku."

"Tetep aja Brong, dia emak lu, wajar dia nasehatin lu," ungkap Mora. "Selain itu, kalo lu nggak temuin dia, emak lu makin nggak setuju tentang persahabatan kita."

"Kenap—" ucapan Andra terpotong oleh Mora.

"Lu lupa Dra? Mama Lita nggak pernah setuju Debrong deket sama kita dari kecil," ucap Mora. "Itu berbakti aja masih nggak setuju, apalagi nggak berbakti, di kerangkeng kali."

"Dan lu harus inget ini, di agama berdecak ke ibu aja dosa, apalagi ngelawan," Mora menutup ceramahnya.

Seketika Andra dan lain-lain tepuk tangan, mereka tampak kaget dengan yang dibicarakan oleh Mora. "Ternyata si pezina dan pemabuk ini bisa ceramah juga," ucap Andra yang membuatnya ditatap tajam oleh Mora.

"Akh!" teriak Farel. "Banyak banget masalah! Bokap gua lagi buka villa di bukit, lu pada mau nggak pas pulang sekolah?"

Andra tak membalas dan hanya melirik ke arah Debrong, Farel menggaruk kepala belakangnya. "Yaudah gini aja. Brong, lu hadepin emak lu, kalo udah telpon gua, ntar gua suruh sopir jemput."

Setelah obrolan panjang ini, Andra akhirnya bisa menyantap kembali nasi gorengnya. "Lu kalo ngobrol sama emak, jangan kenceng-kenceng, ntar dikutuk jadi batu kasian emak lu."

Debrong menatap Andra sinis sembari menyendok baksonya. "Pantek, kenapa mamakku yang kasian."

"Heeh, malah bagus, anaknya yang kayak anjing ini sirna," canda Farel membuat Debrong memberikannya jari tengah.

Andra terkekeh pelan. "Kasian rel, lu bayangin aja sapi premium kayak gini jadi sapi," jarinya menunjuk Debrong. "Harus pake ekskavator dulu baru bisa keangkat."

"Kimak," Debrong berusaha merangkul Andra agar bisa menjitaknya, namun pada dasarnya Andra yang seperti belut jadi ia berhasil meloloskan diri. "Berat aku ini 100 kilo, kalo jadi batu pun 100 kilo, nggak jadi satu ton, anjing."

"Eh, kalo jadi batu, bakal lebih berat lah, kan batu padat beda sama lemak, iya nggak gas?" tanya Andra.

Bagas menggeleng. "Lu nanya sama gua, nilai fisika gua aja remed."

Tawa pun pecah di meja mereka. "Oh iya, anjing nilai fisika kita semua remed," Andra mengelus perutnya yang terasa kram.

"Udahlah semuanya yatim, remed fisika pula," celetuk Mora yang membuat tawa kembali pecah.

"Eh sorry, gua ini yatim premium, beda dengan yatim kayak kalian," sombong Farel.

Debrong yang duduk disamping Farel langsung memukul lehernya. "Sombong kali kau, anjing, yang kaya pun kakek mu bukan kau, pantek."

Indra merangkul Farel yang terkekeh pelan. "Biarin aja Brong, biar allah yang bales kalo kata bokap gua mah."

Andra terkekeh. "Gua jadi inget bokap lu Tir, Gas, kebuasannya mirip sama Farel loh, sama-sama suka baca komik, sama-sama gak suka ganti baju."

"Bener," Indra setuju. "Sama-sama jarang sakit pula, tapi sekalinya sakit mati sih."

"Tai banget omongannya," Farel mengetuk kepala dan meja secara bergantian. "Amit amit ya allah, amit amit."

Mereka tertawa dan kembali canda tawa, tanpa mereka sadari, seseorang... menatap Andra dari jauh, dengan... tatapan yang aneh. Sedih? Terasa lebih pilu, marah? Lebih tajam.

Seseorang itu berjalan menjauh dari teman-temannya, tidak, lebih tepatnya menjauh dari keramaian, keluar dari kantin, tidak memperdulikan panggilan dari teman-temannya.

.............

Sepulang sekolah, Andra kini mengemasi barang-barangnya, tidak begitu banyak, mumpung hari ini hari kamis, mereka bisa libur panjang dari jumat sampai minggu, lumayan lah, hanya izin sehari.

Tok...tok...tok

Pintu kamarnya diketuk. "Dra," Rachel terdengar dari luar.

"Masuk aja ma, nggak dikunci," balas Andra.

Pintu terbuka dan Andra langsung menengok, Rachel berdiri diambang pintu, sedih, ragu, itulah dapat Andra rasakan dari tatapan sang ibu.

"Kenapa ma?" tanya Andra dengan lembut. "Aku cuma beberapa hari aja kok."

Rachel menghampiri Andra, tangannya kurus itu mengusap lembut pipi Andra. "Mama khawatir nak, tangan kamu masih dalam penyembuhan, ntar kalo kejadian lagi, bukan tangan kamu aja yang patah."

Andra menggenggam tangan Rachel erat. "Ma, disana ada anak buahnya kakek Reyhan, dan kalo ada apapun, mereka bisa bantu."

Rachel menghela napas. "Okay, mama izinin kamu pergi."

Andr memeluk Rachel. "Love you mom."

Rachel membalasnya. "Love you too boy."

Setelah melepas pelukannya, Andra dibantu Rachel untuk mengemasi barang-barang. Ting! Andra melihat ponselnya yang ia taruh diatas nakas. "Ma, kayaknya udah cukup, tolong bawa ini kedepan ma, kata Farel om Diska udah didepan."

"Tolong ya," pinta Andra. "Aku mau nyari kamera papa disini."

Rachel mengangguk, membawa tas jinjing besar itu keluar dari kamar. Andra mulai mencari, dari laci meja, rak. Setelah beberapa menit mencari, akhirnya ketemu, sebuah kamera Sony cybershot berwarna hitam.

"Alhamdulillah, gak ilang ini kamera," Andra memasukkan kamera itu ke dalam kantung hoodienya.

Andra berjalan keluar dari rumah, terlihat sebuah mobil alphard terparkir dihalaman rumah dan Rachel sedang mengobrol dengan sang sopir.

“Ma, om,” ucap Andra memberhentikan percakapan mereka, Rachel menggerakkan badannya agar Andra dapat salim dengan Diska.

“Dra dra,” Diska mengusap kepala Andra. “Udah gede aja lu.”

“Iyalah om, kalo ngga gede saya nggak bakal bisa kerja,” balas Andra.

Tanpa basa-basi Andra membuka pintu dan duduk di kursi penumpang belakang. “Anjir, gua jadi keinget dulu nganter Andra ke sekolah,” ucap Diska.

“Udah jalan sana,” titah Rachel. “Lu lupa Andra telat mulu kalo dianter lu?”

Diska terkekeh. “Bener juga, gua jalan ya, assalamualaikum,” ia menaikkan kaca.

“Walaikumsalam,” jawab Rachel.

Didalam mobil, Diska menengok ke belakang, tempat Andra duduk. “Udah pake seatbealt?” tanya Diska dan dijawab anggukan oleh Andra, melihat itu Diska langsung menancap gas meninggalkan perkarangan rumah.

Andra melihat keluar, terlihat Rachel melambaikan tangannya dan Andra pun membalasnya. Tak lama kemudian Rachel sudah tidak terlihat, Andra menatap langit-langit mobil.

Entah sudah berapa lama akhirnya ia bisa bernapas lega dan pikirannya jernih, semoga ini bertahan lama, semoga

...........

Di lain tempat, seorang pria, matanya yang berwarna biru itu tampak puas, ia berdiri didepan sebuah papan tulis berisi beberapa foto remaja laki-laki, seorang pria dan wanita.

Pria dengan rahang tegas itu mengambil foto seorang remaja. "Oh sayang, wajahmu benar-benar mirip dengan Chika, matamu, rambutmu, senyummu, semuanya mirip dengan bidadari itu."

"Namun," napasnya memberat, matanya membulat menatap foto seorang pria. "Dia! Merebut mu dariku! Dia menganggap kamu sebagai anaknya."

"Dasar pencuri!" pria itu memukul foto tadi. "Fahri!” pria itu kembali meninju foto hingga papan tulis itu hingga jebol. “Fahri!”

To be continue

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!