NovelToon NovelToon
I Love You My Sugar Daddy

I Love You My Sugar Daddy

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Ia berjuang sendirian demi menebus kesalahan di masa lalu, hingga takdir mengantarkannya bertemu dengan lelaki yang mengangkatnya dari dunia malam.
Hingga ia disadarkan oleh realita bahwa laki laki yang ia cintai adalah suami dari sahabatnya sendiri.
Saat ia tahu kebenaran ia dilematis antara melepaskan atau justru bertahan atas nama cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab18

Setelah keluar dari studio Rena, Alma memutuskan untuk window shopping ke mall kawasan Simpang Lima mencari referensi interior, menatap etalase butik satu per satu.

Tapi keceriaan itu lenyap begitu saja,baru beberapa langkah kainya menjejakan di lantai mall jantung Alma berdegup keras . Dari arah berlawanan Harsya beserta keluarganya tengah menuju kearahnya.

Keluarga itu terlihat harmonis ,menghabiskan week end bersama , bercanda ,tertawa sehangat itu.

Langkah Alma spontan terhenti, ia tidak semoat mencari tempat bersembunyi.

Satu satunya yang biasa ia lakukan memutar badan,berdiri menghadap pagar pembatas lantai atas mall, pura-pura sibuk memainkan ponsel meski pandangannya nanar tertutup air mata yang tidak ia undang.

Dari ekor mata… ia bisa melihat semuanya cara Nadine menggandeng lengan Harsya.

Dan cara Harsya menatap mereka dengan senyum hangat, senyum yang selama ini mewarnai hari harinya, nyatanya senyum itu bukan hanya miliknya.

“Ternyata sesakit ini,"gumamnya dalam hati, ia menyentuh dadanya pelan seolah bisa meredakan retakan yang tiba-tiba terbentuk di sana.

Setelah Harsya dan keluarga kecilnya menghilang dari pandangan,Alma putar haluan ia memutuskan untuk menyudahi acara hari itu.

Langkah Alma terasa berat, seolah beban dunia menggantung di kakinya.

Suasana mall yang riuh jadi terdengar seperti cemooh untuknya.

Setibanya di dalam mobil, ia tidak langsung menyalakan mesin.Tangannya refleks meraih ponsel.

Ia membuka daftar kontak… menggulir pelan nama Harsya terpampang jelas.

“Dimana Mas.”

Kalimat pendek, tapi penuh ledakan emosi di dalamnya jemarinya bergetar saat menekan tombol kirim.

Ia menunggu lima menit berlalu.Tidak ada centang biru, tidak ada balasan.Alma tersenyum, senyum yang pahit,

Senyum orang yang sedang berusaha tampak baik baik saja,padahal hatinya porak poranda.

Akhirnya ia menghidupkan mesin mobil.

Mall tertinggal jauh di belakang dengan segala hiruk pikuknya.

Sepanjang perjalanan pulang, … hanya hening yang menemaninya.

Sesampainya di apartemen, Alma meletakkan tas dan kunci diatas meja

Refleks memeriksa ponsel lagi layar masih kosong.Tidak ada notifikasi.

Ia menghela napas pelan, lalu duduk di sofa.

 “Baiklah…” gumamnya.

Pelan, datar, dan hanya dia yang tahu apa artinya.

Notifikasi muncul beberapa jam, setelah Alma tiba di rumah.

"Maaf sayang, ada urusan keluarga.

Gimana progres butikmu hmm,? Nanti kalau ada waktu Mas ke sana ya."

Alma membacanya berkali-kali.Mata nanar menatap layar, pikirannya terasa semakin kacau.

“Urusan keluarga...Kalau ada waktu?.”Alma mengulang kalimat itu dengan nada getir.

Kalimat itu bergema ,seperti pukulan kecil, pelan tapi tepat sasaran.

Alma tersenyum… senyum samar lalu mengetik

"Sudah 75 persen Mas." Ia lalu meletakan ponselnya di meja tidak menunggu ataupun berharap balasan.

Alma menghela napas perlahan, menyandarkan tubuhnya ke sofa.

"Ternyata aku bukan prioritas… dan bodohnya dengan sadar aku sendiri yang memilih berada di posisi ini." Ujarnya pada diri sendiri.

Sedetik kemudian… cairan bening perlahan mulai mengalir dari sudut matanya, bahunya mulai berguncang pelan ,tangisnya pecah karena ia sadar sedang mencintai seseorang yang tidak bisa ia miliki.

Untuk beberapa saat ia membiarkan airmatanya tumpah tanpa berusaha menghentikannya.

sebelum akhirnya ia mengusap wajahnya cepat cepat, seperti menolak menjadi versi diri yang lemah.

“Cukup, Alma. Jangan lemah ini keputusanmu sendiri."Bisik hatinya.Ia menghirup napas dalam dalam dan menghembuskannya perlahan .

Perasaannya terasa lebih lega, meski dadanya masih terasa sesak.

Sejak hari itu Alam semakin menenggelamkan diri dalam kesibukan, ia tidak lagi menunggu.

Tidak menghindar ,tapi memastikan hidupnya tidak bertumpu pada siapa pun.

Malam itu Alma bekerja sampai lewat tengah malam.

Ada perih yang menyergap setiap kali menatap foto Harsya di galeri ponselnya wajah itu senyum itu, nyaris saja ia tergerak untuk menyapanya.

Alma mengembuskan napas panjang, mengunci layar.

Sejak kejadian di mall hari itu Alma hampir setiap hari berada di ruko mengawasi progres renovasi butiknya .

Semua energi dan emosinya ditumpahkan ke sana .

Harsya masih menghubungi sesekali, tapi Alma membalas seperlunya.

Malam itu Harsya kembali mengiriminya pesan

“ Sayang gimana kabarnya? Mas kangen, kamu sayang, kamu kangen Mas tidak?.”

Ia membaca pesan itu lama,namun tidak tergerak untuk segera membalasnya

Saat akhirnya ia melihat pesan itu, ia hanya menjawab.

"Baik.”

Di tempat yang lain Harsya terdiam lama di depan layar. Ia tahu Alma sedang menjauh.

Ia hanya bisa menahan rasa tidak nyaman itu sendirian tidak berhak ia umbar.

Keesokan hatinya Harsya memutuskan datang ke ruko tanpa memberi kabar,

Ruko tampak riuh pekerja naik-turun tangga, suara bor terdengar kadang-kadang, sementara Alma berdiri di tengah ruangan dengan clipboard di tangan, wajahnya penuh semangat memberi instruksi.

“Nanti bagian sini kita pasang rak gantung ya Pak… biar tidak memakan tempat.”

Sesekali tawanya pecah bercanda dengan para pekerja , alma larut dalam kesederhanaan itu sampai ia tidak menyadari ada seseorang tang mengawasinya sejak beberapa saat yang lalu.

Hingga sebuah suara yang begitu ia kenal memanggil dari arah belakang.

“Al?."Seru Harsya pelan namun jelas terdengar.

Suara itu menghentikan semuanya Senyumnya otomatis hilang, tubuhnya sempat membeku sepersekian detik sebelum ia pelan-pelan berbalik.

“Mas?.”Sapa Alma dalam keterkejutannya.

Harsya berdiri beberapa langkah darinya, masih mengenakan kemeja kerja, lengan tergulung, dan ekspresinya sulit dibaca.

“Kok nggak kasih kabar kalau mau datang?.” Alma mencoba bersikap normal, senyum tersungging di bibirnya.

Tapi ekspresi Harsya tidak seperti biasanya kali ini wajah itu tanpa senyum datar dan dingin

“Kenapa? Mas mengganggu?.”Sahutnya kaku.

Nada itu menusuk seperti bilah tipis.

Tawa kecil para pekerja seketika terhenti. atmosfer jadi canggung,Alma gelagapan.

“Bu-bukan begitu Mas… yuk kita ke atas, di ruang kerja, kita biacara diatas, disni banyak debu."

Tanpa bicara, Harsya mengikuti dari belakang.

Bukan seperti biasanya tidak ada tangan merangkul bahunya, tidak ada percakapan kecil, hanya keheningan.

Sesampainya di ruang kerja lantai dua ruangan yang masih setengah jadi dan untuk pertama kalinya sejak ia datang, Harsya menunjukkan emosinya.

Ia menatap Alma, lama, menusuk, seperti ingin membaca setiap sudut hatinya.

“Kamu kenapa akhir-akhir ini dingin sama Mas?”

Ia menatap Alma, lama, menusuk, seperti ingin menguliti setiap sudut hatinya.

“Kamu kenapa akhir-akhir ini dingin sama Mas?.”

Pertanyaan itu terdengar datar… tapi Alma tahu itu bukan kemarahan.

Itu ketakutan terselubung juga ego seorang pria yang terbiasa menjadi pusat perhatian.

Alma menelan ludah .

Ia berusaha tetap tenang, padahal tangannya sedikit gemetar di pangkuannya.

“Perasaan Mas saja , tidak ada yang berubah kok tetap sama.”Sangkal Alma.

Harsya menyipit, seolah menolak ucapan Alma..

“Tidak ini bukan sebatas perasaan Mas,kamu memang berubah .”Sergah Harsya.

“Mas kenapa? Ada masalah di kantor atau dirumah?."

“Tidak,masalahnya cuma satu sikap kamu yamg berubah Alma”

Suara Harsya terdengar menekan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!