Kesempatan Kedua

Di ruang keluarga, setelah Agam Raksa beranjak membawa istrinya ke kamar untuk menenangkan diri, dan Natalie pergi setelah diperintahkan oleh Rexi. Dengan cepat Rania berlari ke arah Rexi.

Wanita itu memutar tubuh Rexi dengan ekspresi cemas hendak menangis. Seluruhnya ia periksa, seakan ingin memastikan bahwa tidak ada yang terjadi pada Rexi.

"Bagaimana kau bisa masuk ke sini, Rex? Apa yang sudah Daddy dan Kakak lakukan padamu? Mereka melukaimu?" cerca Rania dengan banyak pertanyaan. Nada suara Rania bergetar, ia juga melihat sekitar dan ingin menarik Rexi untuk segera keluar dari kediaman orang tuanya. Ia tidak ingin Rexi berlama-lama di antalia dan bisa dihajar habis oleh ayah maupun kakaknya.

"Hey, kau mengatakan apa, Sayang? Siapa yang mau melukaiku?" Rexi menahan Rania, ia bisa melihat wajah cantik itu yang begitu ketakutan dan pucat. "Daddy dan kakakmu tidak menyakitiku."

Ucapan Rexi belum bisa masuk ke dalam nalar Rania dengan baik, sehingga wanita itu masih saja berusaha untuk membawa Rexi pergi dari sana.

Rexi mendesah, ia terpaksa menahan pergelangan tangan Rania lebih erat, mengambil alih tubuh wanita itu dan memeluknya.

"Tenanglah. Tidak ada yang melukai aku, Sayang. Aku baik-baik saja," kata Rexi lebih menekan agar Rania mau tenang dan percaya ucapannya. "Aku datang ke sini untuk bicara dengan mereka tentang Raffael."

"Benarkah? Kau tidak berbohong?" tanya Rania masih dengan wajah paniknya.

Rexi tersenyum dan mengangguk. Rania sedikit bisa bernapas lega hingga membuat air mata yang dari tadi sudah menganak sungai itu jatuh jua.

"Malah menangis," ujar Rexi terkekeh mengusap wajah yang seketika jadi basah. Ia memeluk Rania dan mengusap pelan punggungnya. Rania benar-benar merasa takut ayah dan kakaknya akan menghajar Rexi karena Rania tahu, mereka, Rakha dan Agam begitu membenci Rexi.

"Sepertinya kalian benar-benar berselingkuh."

Pelukan Rania langsung terlepas dari Rexi saat mendengar suara dingin itu. Ia berbalik dan mendapati Rakha, sang kakak sudah menatapnya dengan bersedekap dada.

"K-ak," kata Rania menjadi semakin gugup. Reflek ia berdiri di hadapan Rexi, langsung berusaha menyembunyikan pria itu dari kakaknya. Dan hal itu jelas tidak mungkin bisa, karena tubuh Rexi jauh lebih besar dari Rania.

"Rexi tidak bersalah, Kak. Dia... Dia hanya membantuku mencari bukti. Dia sama sekali tidak terlibat dalam urusan rumah tanggaku." Susah payah Rania menjelaskan pada Rakha yang nampak diam saja melihat gelagat adiknya yang ketakutan padanya. Memangnya dia mau melakukan apa? Menelan Rexi hidup-hidup? Rakha bukan kanibal.

"Biarkan Rexi pergi dari sini, Kak," pinta Rania menangis pada Rakha untuk membebaskan Rexi. Rania tidak ingin Rexi terluka, apalagi karena dirinya.

"Tapi aku ingin menginap di sini, Sayang," bisik Rexi tiba-tiba yang membuat tangis Rania tersedak.

"Diam, Rex!" bentak Rania masih dengan sisa tangisnya. Apa Rexi tidak mengerti bahwa saat ini dirinya tengah berusaha melindungi pria itu dari amukan kakaknya?!

Melihat drama cinta di depan mata, Rakha mendengus dan menggelengkan kepala. "Inikah alasannya? Kau rela mengubur perasaan dan mengorbankan kebahagiaanmu sendiri dengan terjebak bersama bajingan tadi hanya demi memastikan dia tidak terluka?" Rakha tak percaya dengan kebodohan adiknya itu.

Pantas saja, dulu adiknya langsung mau menerima lamaran Raffael, mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi memastikan Rexi tidak habis di tangannya dan Ayah mereka saat kejadian di masa lalu. Karena Rakha dan Agam sempat ingin memburu mantan kekasih Rania itu dan memberinya pelajaran.

Ternyata begini kalau orang terlalu kecintaan, pada hilang kewarasan. Rakha tak habis pikir dengan itu semua.

"Kurangi kadar cintamu itu, sebelum kau melihat semua orang menjadi malaikat maut." Rakha meninggalkan ruangan keluarga.

Membuat Rania terkejut karena kakaknya tidak menghajar Rexi.

"Sayang," panggil Rexi menyadarkan Rania. "Jangan berpikir berlebihan. Daddymu dan kakakmu sama sekali tidak melukaiku."

"Aku... Aku hanya takut," ujar Rania mengusap wajahnya, air mata wanita itu masih mengalir dengan degub jantung yang memompa kencang. Melihat Rexi yang tiba-tiba ada di antalia tadi saja rasanya nyawa Rania hilang saat itu jua.

Rexi kembali memeluk Rania. Ia menenangkan wanita itu dari kecemasannya.

"Mereka sudah tahu yang sebenarnya, Sayang. Aku menjelaskan semua yang terjadi di masa lalu dan membuktikan pada daddymu bahwa aku tidak sebajingan itu sampai berkhianat dari wanita yang aku cinta."

Rania melerai pelukan, ia menatap Rexi penuh harap setengah tak percaya.

"Benarkah? Daddy percaya padamu?"

Rexi mengangguk. Bagaimana Agam Raksa tidak percaya, Rexi sudah membawa semua bukti-buktinya.

"Bagaimana bisa?" Rania masih ragu.

Rexi menarik Rania lebih dekat. "Aku akan menceritakannya nanti padamu, Sayang. Aku sudah katakan bahwa kali ini aku akan melakukan segalanya untuk bisa bersamamu, kan. Termasuk mendepak mantan suami sialanmu tadi." Raut wajah Rexi serius saat mengucapkannya, tapi ia malah mendapatkan pukulan halus dari Rania.

"Jadi aku mohon, sekarang kita fokus pada hubungan kita. Beri aku kesempatan lagi, beri dirimu kesempatan untuk bahagia. Mau kan kita seperti dulu lagi?" tanya Rexi berharap. Itulah tujuannya jauh-jauh menyusul Rania dan menyelesaikan cepat perkara Raffael. Ia ingin mendapatkan kembali wanitanya.

Rania mengedipkan mata, ragu dan takut untuk memulai masih ada, tapi kepalanya mengangguk kaku dan itu membuat Rexi seketika tersenyum lebar. Ia memeluk Rania erat, tidak sia-sia usahanya.

"Terima kasih, Sayang. Kali ini aku janji tidak akan ada lagi celah untuk orang lain memisahkan kita. Siapapun itu." Rexi berbisik, menyentuh wajah Rania, ia ingin mendaratkan ciuman di bibir wanita itu.

Namun sayang, suara berat dan dingin seseorang kembali menyeruak dan Rexi terpaksa menahan keinginannya.

"Hentikan aksi roman kalian. Daddy sudah menunggu di ruang kerja." Suara Rakha terdengar, tapi sosoknya tak terlihat ada di sana.