Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syaqil dan Amira
Amira mendongak menatap pria yang bernama Syaqil itu. Pria yang sejak tadi mengajaknya berkenalan dan tak berhenti mendekatinya.
"Oh Syaqil." Amira tersenyum.
Pria bertubuh tinggi itu pun memarkirkan mobilnya di pinggir kampus. Lalu setelah itu ia menghampiri Amira dan duduk di sampingnya.
Amira sedikit risih, ia menggeser posisi duduknya agar sedikit ada jarak dengan Syaqil.
"Nungguin siapa, Amira?" tanyanya dengan lembut.
"Nungguin yang jemput, Qil!"
"Oohh, mau gue anterin?"
"Ngga, gak usah. Kayanya sebentar lagi sepupu aku datang kok." Amira melayangkan senyuman, meski hatinya sedikit risih karena sejak di kelas pria itu selalu mendekatinya.
"Yaudah gue tungguin deh sampai sepupu kamu jemput."
"Ah gak usah, Qil. Beneran deh!"
"Gapapa, kamu juga pasti jenuh kan nunggunya lama."
Amira menghela nafas, ia bingung harus menolaknya bagaimana.
"Boleh minta nomor wa nya gak? Siapa tahu gitu nanti ada perlu, kita kan sekarang temen," ujar Syaqil.
Amira semakin di buat bingung. Ia tak ingin memberikan nomor teleponnya pada laki-laki lain. Namun ia tak memiliki alasan untuk tidak memberinya, karena saat ini ia sedang memainkan handphonenya.
"Mmm... " Amira menggigit bibir bagian bawahnya bingung.
"Tenang aja gak bakal gue sebarin kok."
"Yaudah deh, janji yaa?"
"Iya, iya cantik!"" ucap pria itu menggoda.
Amira semakin risih.
"Ish apaan sih!" Amira mendelik kesal, mengerucutkan bibirnya.
"Yaa kan kamu perempuan. Pasti cantikkan? Masa di bilang cantik marah, dari pada di bilang ganteng?"
Amira menghembuskan nafasnya pelan, "Panggil Amira aja!"
"Ok, ok, deh. Maaf yaa!" Syaqil mengulum senyum menatap Amira dengan senang.
Selang beberapa menit, terlihat mobil BMW berwarna putih datang dan berhenti tepat di depan Amira. Rayhan keluar dari mobilnya lalu menatap istrinya dengan raut wajah datar.
"Masuk ke mobil!" Ketusnya sedikit kesal. Amira mengerucutkan keningnya heran dengan ekspresi Rayhan yang terlihat berbeda dari biasanya.
"Hai, Om. Salam kenal!" Syaqil menghampiri Rayhan.
"Panggil saya Rayhan saja!" ujar Rayhan. Amira yang mendengar hal itu seketika mengulum senyum tak tahan ketika mendengar Rayhan di panggil Om.
"Oh ok ba... "
"Masuk ke mobil!" Titah Rayhan pada Amira
Amira pun segera memasuki mobil tanpa bantahan. "Aku pulang yaa, Qil. Duluan yaa, maaf!"
"I-iya." Syaqil melambaikan tangan pada Amira, namun Amira hanya membalasnya dengan senyuman tipis yang hampir tak terlihat.
Tak ingin basa-basi, Rahyan dengan cepat melajukan mobilnya kembali. Hatinya terasa terbakar api cemburu, rasa marah kian memenuhi dadanya. Sekilas ia melirik Amira yang seolah biasa saja tanpa mengerti kesalahannya. Ia menatap Amira kesal yang kini tengah memainkan ponselnya santai.
"Hari pertama masuk kuliah udah dapet laki-laki yang naksir," ujar Rayhan menyindir.
Amira mengerutkan keningnya menatap Rayhan, "Maksudnya apa, Mas?"
"Jangan pura-pura gak ngerti."
"Apa sih!" Amira mengerutkan keningnya, lalu menyandarkan kepalanya di kursi, "Dia cuman temen sekelas Amira. Jadi jangan berlebihan!"
"Sudah Mas bilang jangan bergaul dengan laki-laki. Dia bukan mahram kamu."
"Dia nya yang nyamperin terus, Mas. Bukan Amira!"
"Yaa tinggal menjauh, apa susahnya?"
"Astagfirullah!" Amira menghela nafas, "Gak semudah itu, Mas. Dia juga punya perasaan, gak mungkin Amira tiba-tiba menjauh saat ada orang yang mengajak bicara."
"Yaa berarti kamu lebih mentingin perasaan orang lain dari pada perasaan suami sendiri."
"Astagfirullah, bukan gitu, Mas. Kita itu tinggal di negara Indonesia yang budayanya memang seperti ini. Sangat susah untuk menghindari lawan jenis. Kita sudah terbiasa dengan keramahan. Kalau itu tidak di lakukan akan membuat orang sakit hati. Masa Mas gak ngerti sih!"
"Kenapa sih apa-apa musti adaa ajaa aturannya. Kalau misalkan di Negera Arab pasti mudah melakukan hal ini. Tapi di Indonesia sangat sulit." Amira mengerucutkan bibirnya tak terima di salahkan.
Rayhan terdiam seraya mencerna semua kata-kata Amira. Benar kata wanita itu, di Indonesia akan sangat susah jika tidak berhubungan dengan lawan jenis, apalagi di kuliahan yang pastinya saling berinteraksi antar laki-laki dan perempuan. Namun ia tetap saja merasa cemburu.
***
"Hai Amiraa!"
Suara seorang wanita membuat Amira seketika menoleh ke arah belakang. Di lihatnya kini Safira yang tengah menenteng tasnya yang berwarna mocca berlari menghampirinya.
"Haaiii Safira!" Amira melambaikan tangan menatap Safira bahagia.
"Kamu baru nyampe yaa?"
"Iya, nih. Baru aja aku nyampe!"
"Kamu di anterin?" Safira menaruh tangannya di bahu Amira. Keduanya berjalan hendak memasuki kelas.
"Iya di anterin, Fir. Kamu di anterin sama siapa?"
"Aku kemana-mana sendiri, Amira. Bawa motor sendiri, biasaa wanita independent laah." Safira tertawa gelak.
"Enak banget yaa kayanya jadi kamu, kemana-mana bebas. Kalau aku mana boleh sama orang tua aku!" Amira mengerucutkan bibirnya.
"Kata siapa enak? Hidup mandiri itu cape lhoo, Amira. Orang tuaku udah gak ada dua-duanya. Justru aku mau ngerasain gimana rasanya di jagain terus di gabolehin buat terlalu mandiri."
"Astagfirullah, maaf, Safira. Aku gak tahu kalau orang tuamu udah gak ada!" Amira menutup mulutnya dengan tangannya panik. Menatap Safira penuh rasa bersalah.
"Gapapa, santai aja." Safira menepuk pelan bahu Amira, "Aku cuman mau ngasih tahu kamu aja, kalau kamu masih punya orang tua itu harus bersyukur banget. Kamu harus berbakti sama Mereka dengan puas. Sebelum kematian benar-benar memisahkan kita dengan Mereka sehingga kita tak dapat lagi memberikan kebaikan dan kebahagiaan untuk mereka. Mereka mengekang kamu gak boleh keluar atau apapun itu karena mereka sayang sama kamu. Apalagi kamu anak perempuan, yang pastinya harus ekstra menjaganya."
Amira terdiam, ia menjadi teringat betapa ia selalu melawan kedua orang tuanya hanya karena ia merasa di kekang. Rasa penyesalan juga rasa bersalah kini menyentuh relung hatinya. Rasanya ia ingin kembali tinggal bersama kedua orang tuanya dalam satu atap. Membersamai mereka dan membuatnya bahagia. Bercanda tawa setiap harinya seperti dulu. Kata-kata Safira semakin menyadarkannya, bahwa ia harus bersyukur atas apa yang ia punya. Dan tidak boleh menyia-nyiakan apapun yang telah di miliki, karena manusia akan tersadar betapa berharganya seseorang setelah ia kehilangannya.
"Hey, kenapa jadi ngelamun!" ucap Safira mengagetkan.
Amira mengusap dadanya terkejut, "Ah, ngga. Aku jadi inget orang tuaku. Makasih yaa udah nyadarin aku."
"Iya dong, kita kan teman. Aku sayang kamu, semoga kita cocok yaa jadi teman selamanya."
"Aku juga sayang kamu, Safira. Cewe cantik yang lembut hatinya tapi agak tomboy. Walaupun baru ketemu dua hari tapi kita ngerasa cocok yaa!" Amira mengulas senyuman.
"Heem, janji yaa jadi sahabat yang baik. Jangan akhirnya berseteru seperti kebanyakan sahabat di luar sana."
"Iya, iyaa janji, Safira!" Amira menautkan kelingkingnya dengan kelingking Safira. Keduanya memasuki kelas dengan saling berpegangan tangan.
Tanpa di sadari keduanya kini seakan menjadi primadona angkatan tahun ini. Banyak mata yang tertuju padanya dan memperhatikannya. Tak di pungkiri Amira yang cantik dengan tubuhnya yang mungil dan wajahnya yang baby face membuat siapa saja tertarik menatapnya. Wajahnya yang teduh seakan mampu menghipnotis setiap mata yang memandang. Begitupun dengan Safira, wajah yang memiliki titisan keturunan arab itu tampak terlihat cantik nan anggun. Dengan tubuhnya yang lumayan tinggi dan kulitnya yang putih.
"Hai, Mira!" ujar Syaqil, lagi-lagi pria itu menghampirinya. Menyambutnya tepat di depan pintu ruangan.
"Hai, Qil!" Amira mengulas senyuman yang hampir tak terlihat. Ia terlalu risih dengan sikap Syaqil yang begitu agresif mendekatinya sejak kemarin.
"Kalian baru dateng yaa?"
"Iyaa!" Jawab Safira jutek. Ia kini menarik tangan Amira di bawanya ke dalam kelas melewati Syaqil.
Syaqil pun tak menyerah, ia melangkahkan kakinya untuk duduk di bangku sebelah Amira. "Kebetulan hari ini ulang tahu gue. Rencananya gue mau undang semua siswa di kelas ini untuk makan-makan di salah satu Cafe yang udah gue booking. Nanti habis kuliah kita langsung aja kesana. Biar sekalian kita semakin akrab kan. Kamu dateng yaa?" ujar Syaqil.
"Insyaallah gue gak janji," ujar Amira pura-pura membaca sebuah buku.
"Dateng laah, Mir. Masa Lo tega sama gue.... "
"Mmmm.... " Amira menghela nafas. Bukannya ia tak mau menghadiri acara itu. Hanya saja ia ingat akan pesan Rayhan yang tidak memperbolehkannya untuk akrab dengan lawan jenis. "Aku usahain deh," sambungnya.
"Pokoknya wajib!" Tegas Syaqil.
"Lo datang kan, Safira? Gue udah wa Lo kan semalam?"
"Iyaa, gue pasti dateng lah." Jawab Amira. Wanita cantik dan tomboy ini memang paling humble pada semua orang.
"Tuh kan, Safira gue wa di balas. Kalau kamu di telfonin juga gak di angkat!" ujar Syaqil menoleh ke arah Amira.
"Maaf, aku ketiduran, Qil."
"Oohhh, ketiduran apa ketiduraann!" Syaqil meledek Amira.
Safira tertawan kecil mendengarnya. Sedangkan Amira mengerucutkan bibirnya.
"Yaudah deh, sebagai tanda minta maafnya kamu harus Dateng nanti yaa?"
"Mmm... Aku gak janji, soalnyaa... "
"Ayolah, Mir. Semua orang ikut, masa Lo gak!" Sahut Raziq. Pria bertubuh tinggi dan sedikit berisi itu pun menaik turunkan alisnya. Sifatnya yang lucu membuat Amira tidak langsung akrab dengannya.
"Tahu nih!" Syafiq berdecak sebal. Terlihat sekali raut wajah pria itu kecewa.
"Maafin aku, Qil. Tapi... "
"Masa gak ikut, Mir. Temenin aku dong!" Sahut Safira.
Amira menghela nafas. Ia bukannya tak mau ikut, namun Rayhan pasti tidak memperbolehkannya. Disisi lain ia tidak enak menolak, namun disisi lain juga ia takut Rayhan marah.
"Mmm... Okay deh gue ikut!" ujar Amira mengangguk setelah menimbang-nimbang.
"Yeess!" Syaqil mengepalkan tangannya di dada, raut wajahnya seketika sumbringah.
"Naah gitu dong, Mir. Kalau ada yang cantik kaya Neng Amira dan Neng Safira kan jadi sejuk mata!" ujar Raziq.
Plak
"Ngeselin banget kalau ngomong!" Safira melemparkan pulpen pada lengan Raziq.
"Hahaha... Rasain!" ujar Syaqil tertawa.
Begitupun juga dengan Amira yang tertawa kecil melihat Safira yang selalu di godain oleh Raziq semenjak pertama kali masuk.
"Cantik-cantik galak amat si!" ujar Raziq.
"Bodo amat!" Safira memutar bola matanya.
"Rasain tuh, Raziq!" Amira tertawa kecil melihat Raziq.
"Puas banget Lu ngetawain gue!" Raziq menatap Amira sinis.
"Lagian jadi laki-laki genit amat!" Amira tertawa gelak.