Fahira Azalwa, seorang gadis cantik yang harus menelan pahitnya kehidupan. Ia berstatus yatim piatu dan tumbuh besar di sebuah pesantren milik sahabat ayahnya.
Selama lima tahun menikah, Fahira belum juga dikaruniai keturunan. Sementara itu, ibu mertua dan adik iparnya yang terkenal bermulut pedas terus menekan dan menyindirnya soal keturunan.
Suaminya, yang sangat mencintainya, tak pernah menuruti keinginan Fahira untuk berpoligami. Namun, tekanan dan hinaan yang terus ia terima membuat Fahira merasa tersiksa batin di rumah mertuanya.
Bagaimana akhir kisah rumah tangga Fahira?
Akankah suaminya menuruti keinginannya untuk berpoligami?
Yuk, simak kisah selengkapnya di novel Rela Di Madu
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17
Malam harinya, Fahira sudah berada di kamarnya, begitu juga dengan Viola.
Ibu Zubaidah masih duduk di ruang keluarga bersama Zidan. Ibu dan anak itu masih mengobrol, entah apa yang mereka bicarakan.
"Sudah sana, temui Viola. Lakukanlah malam ini, Zidan! Agar Ibu bisa cepat mendapatkan cucu!" kata Ibu Zubaidah memaksa.
"Bu, aku belum bisa melakukannya kalau belum mendapat izin dari Fahira," sahut Zidan dengan wajah memelas.
"Ck, Fahira lagi, Fahira lagi. Dia juga harus mengerti posisi kamu, Zidan! Dia tidak boleh egois!" kesal Ibu Zubaidah saat putranya terus melibatkan istri pertamanya dalam setiap keputusan.
"Tapi, Bu---"
"Ah, sudahlah! Ibu mau istirahat! Kau sama saja dengan istrimu itu. Lelet seperti keong!"
Ibu Zubaidah menggerutu sambil berjalan menuju kamarnya. Sedangkan Zidan hanya bisa menatap punggung ibunya yang masih mengomel hingga hilang dari pandangan.
Zidan akhirnya memutuskan untuk tidur. Ia masuk ke kamarnya dan melihat Fahira sudah berbaring memunggunginya. Zidan naik ke kasur dan memasukkan kakinya ke dalam selimut tebal.
"Sayang, kau sudah tidur?" lirih Zidan sambil mengusap bahu Fahira.
Fahira yang sebenarnya belum tidur pun terdiam, pura-pura sudah pulas, padahal ia mendengar panggilan Zidan.
"Huft--- punya dua istri membuat kepalaku mau pecah saja," gumam Zidan, namun masih terdengar oleh Fahira.
Zidan akhirnya memilih berbaring dan memunggungi Fahira karena sudah sangat lelah dengan hari itu.
Besok pagi ia juga harus berangkat ke kantor, karena esok adalah hari Senin.
Pagi harinya, Fahira sudah berada di dapur setelah melaksanakan salat Subuh.
Ia menyiapkan beberapa menu sarapan untuk keluarga suaminya, karena Zidan belum sempat mempekerjakan asisten rumah tangga.
Saat sedang fokus, tiba-tiba Ibu Zubaidah datang menghampirinya yang sedang membuat nasi goreng.
"Ibu mau bicara," ujar Ibu Zubaidah dengan nada ketus.
"Iya, Bu. Silakan, mau bicara apa?" balas Fahira sopan.
"Apa benar kau belum mengizinkan Zidan untuk melakukan hubungan bersama Viola?" tanya Ibu Zubaidah secara terang-terangan, membuat tangan Fahira terkena wajan panas.
"Sstt-- aaw! Panas!"
Fahira tidak menjawab pertanyaan mertuanya, malah meniup tangannya yang melepuh terkena wajan.
"Ck! Kau ini, baru saja mendengar masalah itu sudah terkena wajan panas. Apalagi kalau benar-benar melihat suamimu bersamanya!"
Entah apa yang membuat Ibu Zubaidah begitu membenci Fahira. Apa pun yang dilakukan wanita itu selalu salah di matanya. Melakukan hal benar saja tampak salah\_ apalagi jika benar-benar melakukan kesalahan.
"Maaf, Bu. Pertanyaan Ibu terlalu privasi. Ini kan masalahku dengan Bang Zidan, Ibu tidak perlu ikut campur terlalu dalam, sampai ke urusan ranjang," sahut Fahira memberanikan diri mengucapkan haknya sebagai istri.
"Halah! Bilang saja kau tidak merestui Zidan menikah lagi, iya kan?!" ketus Ibu Zubaidah menyalahkan Fahira.
"Astaghfirullah-- jika memang aku tidak merestui, maka mereka tidak akan pernah menikah, Bu!"
"Terus kenapa sampai sekarang kau belum menyuruh mereka untuk sekamar? Itu karena kau belum mengizinkan anakku tidur dengannya!" suara Ibu Zubaidah meninggi.
"Bu, aku tidak pernah melarang mereka untuk satu kamar! Tapi Bang Zidan sendiri yang belum menginginkannya!" sahut Fahira, kini mulai tersulut emosi karena terus disalahkan.
"Kenapa jadi Zidan yang salah? Dia sudah menikahi Viola, berarti memang dia menginginkannya! Kau saja yang tidak mengerti posisi!" bentak Ibu Zubaidah lagi.
"Bu! Kenapa sih Ibu selalu menyalahkan aku di situasi apa pun?! Kalau Ibu memang ingin cepat punya cucu dari Bang Zidan, kenapa tidak Ibu saja yang menyuruhnya tidur dengan wanita jalang itu!"
Fahira yang sudah tak sanggup menahan sabar akhirnya keceplosan mengatakan status Viola yang sebenarnya.
Zidan, Viola, dan Eva yang mendengar keributan itu pun keluar dari kamar masing-masing.
Zidan segera menghampiri Fahira dan memegang bahunya, sementara Eva menenangkan ibunya. Viola hanya diam, berdiri dekat meja makan, memilih posisi paling aman.
"Kau ini bisa sopan sedikit tidak denganku?! Aku ini orang tua yang harus kau hormati! Dibilangin malah marah-marah! Kalau Ibu tahu kau tidak bisa hamil, Ibu tidak akan merestui Zidan menikah denganmu waktu.dulu!" suara Ibu Zubaidah semakin meninggi.
"Bu! Wanita mana yang mau seperti aku? Aku juga ingin seperti Ibu, memiliki putra dan putri! Tapi Allah belum memberiku kesempatan itu, aku bisa apa? Ibu menyuruhku memaksa suamiku menikah lagi pun sudah kulakukan!"
Fahira terisak, lalu melanjutkan,
"Apa aku juga harus memaksanya agar suamiku mau segera tidur dengan maduku? Di mana hati nurani Ibu?! Ibu juga punya anak perempuan. Bagaimana kalau dia ada di posisiku? Apa Ibu akan terima anak perempuan Ibu diperlakukan seperti Ibu memperlakukanku?!"
Fahira lalu melangkah pergi menuju kamarnya, meninggalkan nasi goreng yang masih di atas wajan.
Zidan dan yang lainnya hanya bisa memandangi punggung Fahira yang menghilang di balik pintu kamar. Zidan menatap ibunya dengan wajah kecewa, sementara Viola hanya terdiam.
"Bu, ada apa lagi sih, Bu? Kenapa Ibu bicara seperti itu sama Fahira?" tanya Zidan dengan nada berat.
"Ibu cuma bertanya\_ 'Apa benar kau belum mengizinkan Zidan untuk melakukan hubungan bersama Viola?' Hanya itu! Tapi istrimu malah memarahi Ibu!" sahutnya kesal.
"Bu, Zidan mohon, jangan usik dia lagi, Bu. Biar ini jadi urusan Zidan. Ibu tinggal menunggu kabar baiknya saja," pinta Zidan memohon pengertian.
"Iya, tapi kapan, Zidan? Ibu lelah diejek ibu-ibu pengajian yang sudah punya cucu! Ibu juga ingin punya cucu!"
"Bu, dengarkan aku! Kalaupun aku menyentuh Viola, belum tentu besok dia langsung hamil. Semua ada prosesnya, Bu. Ibu kan sudah pernah hamil, pasti tahu prosesnya seperti apa. Jadi, mohon bersabarlah. Aku juga ingin semuanya berjalan baik dan dengan restu Fahira!"
Zidan mencoba menenangkan ibunya. Namun saat akan bicara lagi, ia melihat Fahira keluar dari kamar sambil menyeret dua koper.
"Aira! Sayang, kau mau ke mana?" tanya Zidan cepat-cepat menghalangi langkah istrinya.
"Aira mau pulang ke pesantren! Aira nggak mau lagi tinggal sama Abang! Dan sekarang juga Aira minta cerai!" ucap Fahira, matanya basah.
Zidan langsung menahan tangannya, berusaha mencegah Fahira pergi.
"Aira, hey, sayang, dengar aku. Kau sudah berjanji tidak akan meninggalkan aku. Aku menikah lagi karena paksaanmu, bahkan aku belum menyentuhnya karena aku tidak ingin menyakitimu." Zidan menangkup pipi Fahira.
"Sayang, dengar aku! Aku tidak mengizinkan satu langkah pun kau pergi dari sini. Jika kau tetap pergi, lebih baik aku mati! Dan tidak akan ada yang memaksamu lagi untuk memberikan keturunan untukku!"
Tatapan Zidan memerah dan tajam. Fahira tahu, jika suaminya sudah seperti itu, berarti ucapannya serius dan tidak main-main.
Ia pun melepaskan kopernya dan runtuh seketika, terisak di lantai menenggelamkan wajahnya diantara dua lutut.
Dia tidak ingin berada di posisi ini. Tapi mendengar dan melihat ibu mertuanya selalu menyalahkan dirinya membuatnya ingin menyerah. Namun suaminya terus menahannya agar tidak pergi.
Begitu sulit berada di posisi Fahira. Kini, ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa.
...----------------...
**Bersambung**....
ko jadi gini y,,hm
jalan yg salah wahai Zidan,emang harus y ketika kalut malah pergi k tempat yg gak semestinya d datangi,Iyu mah sama aja malah nyari masalah..
dasar laki laki
drama perjodohan lagi