Yura yang terjerat masalah terpaksa meninggalkan Hanan suaminya dan putri yang baru dilahirkannya, agar mereka tetap hidup karena kritis dirumah sakit akibat kecelakaan. Hanya keluarga suaminya yang memiliki uang yang bisa membantunya dengan satu syarat menyakitkan!
Lima tahun kemudian, Yura dipertemukan dengan anak yang dilahirkan, dibawa sebagai pengasuh oleh istri baru Hanan. Dengan kebencian dari keluarga Maheswari serta pria yang di cintai, mampukan Yura bertahan demi anaknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Yura pingsan.
Eva tidak akan berhenti mencari-cari masalah supaya Yura tidak betah menjadi pengasuhnya Aura, dan segera pergi dari rumah anaknya. Wanita itu masuk kedalam dapur, Eva tau kalau Yura dan pelayan rumah tengah sarapan.
Namun disana belum ada Yura, karena Yura tengah menyiapkan keperluan Aura untuk sekolah jam delapan, sekarang baru jam setengah delapan, biasanya Yura makan sebentar barulah lima belas menit mengantar Aura kesekolahan sesuai anjuran Gendhis, tidak perlu terburu-buru mengantar Aura, yang penting sesuai jam sekolah Aura sudah masuk tepat waktu.
"Sudah selesai makannya?" Tanya Eva terhadap Ika, sementara Bi Amy dan lisa sudah pergi lewat belakang untuk bersih-bersih halaman belakang.
"Sudah Nyonya! Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Ika.
"Makanannya masih ada, siapa yang belum makan?" Tanya Eva pura-pura tidak tau. Sebelum kedapur dia sudah mengecek kalau Yura berada didalam kamar Aura.
"Mbak Yura yang belum makan!" Jawab Ika.
Eva tersenyum tipis, tepat sekali kalau hanya Yura yang belum makan. "Oh ya, buang sampah di kamarku, suamiku sedang berjemur, kau masuk saja!" Titah Eva.
Ika menganggukkan kepalanya, percaya begitu saja padahal sebenarnya itu hanyalah alibi agar Ika pergi dari dapur. Setelah Ika pergi dan tidak ada siapapun, Eva menuju meja makan, jatah makanan Yura masih berada diatas meja.
"Ini hanya peringatan kecil!" Eva membersihkan lauk dan sayur kepiring bersih, meninggalkan sedikit nasi lalu membawanya pergi.
Begitu Eva pergi, Yura dan Aura sampai dimeja makan. "Bibi Yura sarapan sebentar, Nona Aura mau menunggu kan?" Tanya Yura.
"Hum!" Aura mengangguk dan tersenyum, Yura membiarkan Aura untuk keruang tengah menonton acara kartun sebelum sekolah.
Namun begitu membuka tutup mangkuk berisi lauk, ternyata semua isinya kosong. "Apa mereka lupa kalau ada aku ya?" Gumam Yura dengan bingung.
Padahal semalam Yasmine juga tidak makan, apa pagi ini ia juga harus tidak sarapan. Yasmine menarik nafas lalu akhirnya keluar dari dapur, Yasudah lah. Pikirnya mungkin para pelayan rumah lupa kalau ada dirinya.
"Bibi Yura sudah selesai makan?" Tanya Aura.
"Sudah sayang. Ayo kita berangkat sekolah!" Balas Yura berbohong. Yura mengambil tas gendong warna pink milik Aura lalu gadis kecil itu menggandeng tangannya.
Jangan sampai Aura tau kalau dirinya tidak sarapan, Yura tidak mau kalau Aura sampai melapor kepada Gendhis dan terjadi masalah. Mereka masuk kedalam mobil yang sudah disiapkan.
Saat Eva membuang makanan ketempat sampah, sebenarnya Lisa melihatnya mulai dari Eva yang membereskan makanannya Yura. Lisa mengikuti kemana Nyonya besar pergi, namun dia lewat samping. "Jahat sekali Nyonya Eva!" Gumamnya.
Yura sudah sampai disekolah, karena jam pelajaran belum dimulai masih sepuluh menit lagi jadi Yura harus menunggu Aura, sementara sopirnya menunggu diluar.
"Nanti belajarnya yang rajin dan semangat, supaya jadi anak cerdas dan sukses ya sayang!" Ucap Yura penuh harapan.
Aura mengangguk dengan cepat. "Baik bibi Yura. Kalau ada Bibi Yura disampingnya Aura, pasti Aura semangat, belajarnya..." Jawab Aura.
Yura tersenyum mendengarnya, Aura sangat ceria dan pintar, baru pertengahan sekolah tapi membacanya sudah hampir lancar. Otaknya cepat menguasai ilmu pelajaran yang diajarkan.
Karena bel sudah berbunyi, Yura keluar dari dalam kelas lalu melambaikan tangannya kepada Aura sebelum pergi. Begitu sampai diluar, Yura melihat kanan kiri sudah kosong. Mobil yang mengantarnya tidak ada, kemana, tidak mungkin dia ditinggal. Bagaimana Yura bisa pulang, ia tidak membawa uang dan jarak rumah kesekolahnya Aura jauh.
Yura hanya membawa tas kecil yang muat ponselnya, tanpa membawa uang. Namun dia punya kontak sopirnya, Yura segera menghubunginya.
"Hallo pak, pak dimas dimana? Saya sudah selesai?" Tanya Yura.
"Maaf mbak Yura, saya sudah pulang disuruh nyonya Eva cepat-cepat untuk mengantar nyonya Eva pergi, karena tuan bastian mau kontrol kerumah sakit. Sebenarnya saya mau menunggu, tapi nyonya Eva mengancam akan memecat saya kalau tidak segera pulang!" Jawab Dimas didalam mobil.
Yura menghela nafasnya, kenapa bu Eva selalu mempersulit dirinya. Tunggu dulu, apa mungkin tadi pagi tidak ada sarapan juga ulah bu Eva? Ada piring bersih yang disiapkan untuknya, dan mangkuk kotor bekas lauk, kalau tidak untuknya mana mungkin para pelayan rumah tidak membersihkannya. "Aku tidak boleh berfikir buruk!" Yura menggelengkan kepalanya.
Terpaksa karena tidak ada uang Yura harus jalan kaki. Ya, anggap saja sedang berolahraga, pikir Yura tetap semangat. Namun belum jauh dari sekolah, Yura merasa kepalanya pusing dan perutnya sakit. ia menepis rasa sakitnya dan menguatkan diri. "Aku harus kuat!"
Semakin Yura berusaha membawa kakinya untuk melangkah, pusing dikepalanya semakin menjadi, dunia seolah berputar-putar dan perutnya terasa melilit. Tepat saat itu sebuah mobil hitam berhenti disisi jalan lain lalu sosok pria turun. "Yura!" Gumam Pria itu. Melihat Yura yang hampir jatuh, Nicko berlari cepat dan menopangnya. "Yura! Kamu kenapa?"
Kesadaran Yura tinggal sedikit, ia berusaha membuka mata dan samar-samar melihat wajah yang tampan, wajah pria yang selalu berusaha ia hindari. "Pak, Nicko..." Gumam Yura, detik berikutnya semuanya gelap. Yura tidak sadarkan diri.
Nicko terkejut, ia berusaha membangunkan wanita itu, mengguncang pipinya pelan namun Yura tak kunjung sadar. Nicko langsung mengangkat tubuh kecil Yura membawanya menuju mobil, asistennya yang tadi membukakan pintu segera membuka lagi. "Cepat kerumah sakit!" Titah Nicko lalu masuk.
Asisten Herry mengangguk patuh lalu menyusul masuk dan mengendalikan setir dengan kecepatan sedang namun semakin cepat menuju rumah sakit.
Kepala Yura berada dipangkuan Nicko, pria itu sangat panik dan terus menggenggam tangannya. Nicko sangat khawatir dan takut Yura kenapa-kenapa. "Tenanglah Yura, sebentar lagi kita sampai dirumah sakit!" Gumamnya. "Lebih cepat!" Dia menyentak Herry supaya segera sampai dirumah sakit.
Herry tau kalau bosnya tengah panik, jadi ia hanya mengangguk dan menjalankan tugas. Tidak butuh waktu lama, mereka akhirnya sampai dirumah sakit. Herry membuka pintu dengan cepat lalu Nicko turun dan menggendong kembali tubuh Yura ala bridal style. "Cepat tangani dia!" Tegas Nicko setelah meletakkan Yura didalam ruang IGD. Ada suster dan dokter yang mengenal siapa Nicko bagi rumah sakit itu.
"Baik tuan!" Dokter menjawab dengan sangat hormat. "Silahkan tuan keluar, kami akan menanganinya!" Imbuh Dokter karena sepertinya Nicko tidak mau keluar.
"Tuan, sebaiknya kita keluar supaya Nona Yura segera ditangani!" Herry memberikan nasehat.
Terpaksa Nicko menurut lalu keluar dari ruang IGD menunggu diluar. Tidak berselang lama, dokter keluar setelah selesai memeriksa kondisi Yura.
"Bagaimana kondisinya?"
wah untung ajaa ada paman tampan 😌