NovelToon NovelToon
Kayla Anak Yang Tak Diinginkan

Kayla Anak Yang Tak Diinginkan

Status: tamat
Genre:Action / Romantis / Mafia / Murid Genius / Cinta Seiring Waktu / Pelakor jahat / Tamat
Popularitas:81.5k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kayla lahir dari pernikahan tanpa cinta, hanya karena permintaan sahabat ibunya. Sejak kecil, ia diperlakukan seperti beban oleh sang ayah yang membenci ibunya. Setelah ibunya meninggal karena sakit tanpa bantuan, Kayla diusir dan hidup sebatang kara. Meski hidupnya penuh luka, Kayla tumbuh menjadi gadis kuat, pintar, dan sopan. Berkat beasiswa, ia menjadi dokter anak. Dalam pekerjaannya, takdir mempertemukannya kembali dengan sang ayah yang kini menjadi pasien kritis. Kayla menolongnya… tanpa mengungkap siapa dirinya. Seiring waktu, ia terlibat lebih jauh dalam dunia kekuasaan setelah diminta menjadi dokter pribadi seorang pria misterius, Liam pengusaha dingin yang pernah ia selamatkan. Di tengah dunia yang baru, Kayla terus menjaga prinsip dan ketulusan, ditemani tiga sahabatnya yang setia. Namun masa lalu mulai mengintai kembali, dan cinta tumbuh dari tempat yang tak terduga…

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 18 pasien rahasia

Bab: Darah dalam Sunyi

Pukul 00.07, pesan masuk:

> “Lokasi: Gudang Blok C-7.

Saksi luka berat. Peralatan akan disiapkan.

Datang sendiri. Jangan jejak.”

Kayla mematikan lampu rumah. Ia menyelinap keluar dengan tas medis ringkas yang selalu siap sedia.

Mobil kecil pemberian Pak Albert melaju pelan di bawah langit gelap, menuju tempat yang bahkan Google Maps pun enggan memberi detail.

 

Gudang Blok C-7, kawasan industri kosong

Kayla turun dari mobil. Seorang pria bersetelan hitam menunggu di depan pintu baja besar.

“dr. Kayla?”

Ia mengangguk.

“Lewat sini. Jangan bicara dengan siapa pun. Jangan lihat ke arah kamera. Jangan tanya apa-apa.”

Kayla hanya menarik napas. Di dalam gudang, suasananya seperti tempat penyiksaan dalam film. Tapi bersih. Terlalu bersih.

Lalu pintu terbuka—dan di sana, di ruangan belakang, terbaring seorang pria penuh luka, dengan darah merembes dari perban seadanya di bahu dan dada.

Wajahnya pucat. Nafasnya berat. Tapi matanya terbuka sedikit.

Kayla langsung melangkah cepat. “Apa dia sadar penuh?”

Asisten Alvaro menjawab, “Terlalu lama berdarah. Tapi dia tidak boleh dibawa ke rumah sakit. Identitasnya terikat pada kasus besar.”

“Kalau aku nggak dijelasin kondisi awal pasien, aku bisa gagal. Minimal beri tahu aku: luka akibat tembakan atau tusukan?”

Alvaro muncul dari bayangan.

“Tembakan. Tapi pelurunya sudah dikeluarkan. Dia luka dalam.”

Kayla menoleh tajam. “Berapa lama dia dalam keadaan begini?”

“Enam jam. Kami tunggu kamu.”

“Kenapa nggak cari dokter trauma darurat?!”

Alvaro menjawab tenang, “Karena kamu satu-satunya yang tidak akan panik melihat nama-nama yang harus dijaga tetap hidup.”

 

Kayla mulai bekerja.

“Berikan aku betadine, anestesi lokal, gunting steril, dan jahitan dalam. Jangan ada satu pun yang salah.”

Dia fokus. Tangan gemetar kecil saat menyentuh luka, tapi tidak goyah.

Alvaro berdiri di ujung ruangan. Matanya tak lepas dari setiap gerakan Kayla. Ia tidak campur tangan—hanya mengawasi, seperti harimau menanti mangsanya pulih.

“Dia korban atau pelaku?” tanya Kayla lirih sambil menjahit.

“Dia saksi. Bisa menjatuhkan tiga nama besar. Tapi orang-orang itu juga bisa menjatuhkan satu negara.”

Kayla tidak menoleh. “Dan kamu berada di tengah mereka?”

Alvaro menjawab tanpa suara. Tapi tatapannya menjawab: lebih dari itu.

 

Satu jam kemudian

Kayla menyeka keringat di dahinya. “Jantungnya stabil. Tapi dia butuh observasi intensif. Oksigen dan nutrisi.”

“Kami sudah siapkan ruang bawah tanah aman. Ada dokter magang kami. Tapi kamu tetap yang utama.”

“Kalau dia mati, bukan salahku. Terlalu telat penanganannya.”

“Dia tidak akan mati. Kamu sudah menjahit hidupnya.”

Kayla menoleh. “Dan aku belum selesai memutuskan apakah ini akan jadi hidup yang kuinginkan.”

 

Sebelum keluar

Alvaro menyusulnya sampai ke pintu.

“dr. Kayla.”

Ia berhenti.

“Kenapa kamu tidak tanya siapa dia? Atau apa yang sedang kulindungi?”

Kayla menatapnya lurus.

“Karena malam ini… aku bukan penyelidik. Aku hanya dokter. Dan tubuh yang berdarah harus diselamatkan, bukan dihakimi.”

Alvaro menatapnya lama.

Lalu untuk pertama kali, suaranya lebih pelan.

“Jika kamu memilih keluar... malam ini pun bisa jadi malam terakhir.”

Kayla menjawab, “Kalau aku memilih tetap tinggal… pastikan tidak ada yang mencoba menyuruhku tutup mata atas kebenaran.”

 

Kayla keluar dari gudang. Udara dingin memukul wajahnya.

Ia duduk di dalam mobil. Menatap tangan yang masih gemetar.

Lalu mengambil tisu, menghapus darah di jarinya.

> “Aku bukan penyelamat dunia. Tapi aku tahu… aku tak bisa selamanya jadi dokter biasa.”

Rumah mewah di pinggiran kota.

Langit mendung, udara pengap, dan ruang keluarga yang terlalu hening meski TV menyala.

Darma Wijaya duduk di sofa kulit mahal, mengenakan kemeja putih rapi. Di tangannya ada koran bisnis, tapi pandangannya kosong. Di seberangnya, seorang wanita duduk sambil menggulir ponsel, ekspresinya datar—istri keduanya, Ratna.

“Rama belum pulang?” tanya Darma, menyinggung anak laki-laki hasil pernikahannya yang kedua.

Ratna menjawab tanpa menoleh, “Nginep di apartemen. Katanya bosen di rumah.”

Darma hanya mengangguk, seolah tak peduli. Tapi detik berikutnya, ia meremas koran di tangannya.

 

Malam itu, Darma membuka lemari tua.

Lemari itu berada di ruang yang jarang disentuh. Ia membuka laci kecil di dalamnya dan mengeluarkan sebentuk foto lama.

Foto seorang gadis kecil, mungkin usia 5 atau 6 tahun, dengan senyum polos, tangan menggenggam tangan seorang perempuan kurus yang sangat mirip dirinya.

> “Kayla…”

Ia bergumam pelan, lalu duduk di lantai.

 

Flashback

(15 tahun lalu)

“Ia anakku, Darma! Apa pun yang terjadi, kamu harus bertanggung jawab!”

Suara ibunya Kayla, Rini, nyaring di tengah rumah yang kacau.

Darma menunjuk dengan kasar. “Aku gak pernah cinta kamu! Aku cuma nikahi kamu karena omongan sahabatmu dulu!”

“Anak ini gak salah…”

“Dia pengingat! Pengingat bahwa aku terjebak!”

Kayla kecil, kala itu hanya menatap mereka di balik tembok. Pelan-pelan ia mundur.

Ibunya memeluknya malam itu sambil berbisik, “Maafkan Ibu, Nak. Tapi kamu harus kuat.”

 

Kembali ke masa kini

Darma meletakkan foto itu di meja kecil. Matanya memerah.

Tiba-tiba terdengar suara langkah. Ratna muncul di pintu.

“Kamu lagi buka-buka masa lalu?”

Darma mendongak. “Kamu gak akan ngerti.”

Ratna mendengus. “Ya, karena aku gak tahu apa yang kamu buang dulu.”

Darma bangkit. “Dia bukan siapa-siapa lagi.”

“Benarkah?” Ratna menatap tajam. “Kamu nyebut nama dia tiap kamu tidur mimpi buruk.”

Darma terdiam.

 

Beberapa hari kemudian

Darma menghadiri pertemuan bisnis di salah satu hotel elit.

Seorang rekan mendekat dengan laptop terbuka.

“Pak Darma, ini laporan media. Anda harus lihat.”

Darma menoleh. Di layar, tertulis:

> “Dokter muda penuh prestasi, dr. Kayla Azzahra, terpilih menjadi bagian tim ahli anak dalam jaringan Mahendra Corp.”

Wajahnya langsung membeku.

Ia melihat foto wanita muda itu — senyumnya masih sama, hanya lebih tegas, lebih matang.

> “Kayla…?”

Rekan bisnis menatapnya. “Anda kenal?”

Darma menggeleng cepat. “Tidak. Lanjutkan rapat.”

Tapi wajahnya tak tenang. Tangannya gemetar di balik meja.

 

Malam itu, di kamar

Darma duduk di meja kerjanya. Laptop di hadapannya menampilkan hasil pencarian:

> dr. Kayla Azzahra

Dokter anak, lulusan terbaik, aktif dalam kegiatan sosial

Tidak diketahui memiliki keluarga dekat

Ia memejamkan mata.

“Jadi kamu tetap bertahan, ya… bahkan tanpa aku.”

 

Di halaman rumah

Darma berdiri lama, memandangi taman kecil yang dulunya ia impikan akan dipakai anak perempuannya bermain.

Sekarang? Sunyi.

Anaknya yang sekarang lebih sibuk dengan dunia sendiri. Istrinya sibuk dengan status. Rumah ini... hanya bangunan kosong dengan marmer dan tirai mahal.

Ia duduk di bangku taman.

> “Kayla…

Aku yang usir kamu.

Aku yang anggap kamu noda.

Tapi hari ini, kamu berdiri jauh di atasku.

Dan aku hanya bisa menatap dari balik kaca…”

Bersambung

1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kerennnnnnn ceritanya Thor 👍👍👍👏👏👏😍😍😍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
mantap ceritanya 👍👍👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
jd Cika jg kembar baby nya 😂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
😭😭😭
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
ampun dah kalian ini kan kasihan om Aldi nya 😂😂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
astaga ada" aja ulah triplets 😍😍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
pd pinter anak"nya Kayla dan Liam
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kok Arman gak diceritain lg ya 🤔😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
welcome to my world baby triplets 😍😍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
apa Arman dikasih th kl Kayla akan melahirkan 🤔😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
senengnya liat mereka ☺️☺️
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Aldo jd om siaga nih 😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
ternyata bkn dua tp tiga 👍👍👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
semoga baby Kayla twins ya
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
dasar kalian gak mau kalah 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
ya wajarlah Kayla gak mdh maafin Arman karna dr kecil sdh dibuang dan tdk dianggap oleh Arman 😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
apa Arman di kasih th 😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
jd deg" gan semoga Kayla gak kenapa" ya
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
telat Arman jd gak guna 😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
salah aja tulis namanya 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!