NovelToon NovelToon
Terjebak Dalam Cinta Hitam

Terjebak Dalam Cinta Hitam

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta Terlarang / Pernikahan Kilat / Obsesi / Trauma masa lalu
Popularitas:822
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Seorang wanita penipu ulung yang sengaja menjebak para pria kaya yang sudah mempunyai istri dengan cara berpura - pura menjadi selingkuhannya . Untuk melancarkan aksinya itu ia bersikeras mengumpulkan data - data target sebelum melancarkan aksinya .

Namun pekerjaannya itu hancur saat terjadi sebuah kecelakan yang membuatnya harus terlibat dengan pria dingin tak bergairah yang membuatnya harus menikah dengannya .

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18. . Resepsi untuk Luka yang Belum Sembuh

Lampu gantung kristal memecah cahaya sore menjadi pecahan berlian di dinding marmer. Meja makan panjang dipenuhi hidangan mahal yang mendingin, seperti bukti bahwa selera dapat mati terbunuh gengsi. Di kepala meja, Ny. Clarissa—ibu tiri Tristan—mengetukkan ujung sendok pada piring, menciptakan irama tak sabar. Di sisi lain Pak Hartono dan Bu Ellen, komisaris senior, menelusuri grafik saham di tablet seakan nyawa terikat bar hijau‐merah.

Aurora duduk di tengah sisi panjang meja. Gaun biru tua terasa berat di bahu. Tristan di hadapannya, jas terbuka, tetapi rautnya setegang kerah yang belum dilepas. Di kiri Aurora, Kalea—sahabat sehidup‐semati—menyilangkan tangan, ekspresi siap bertarung. Arya berdiri di belakang Tristan, membawa map dokumen; hubungan mereka sudah akrab sejak diskusi hukum bab‐bab lalu, dan kini ia hadir sebagai penyeimbang.

Ny. Clarissa membuka debat. “Resepsi harus digelar minggu depan. Pers menekan. Investor gelisah. Skandal ‘nikah paksa’ merontokkan saham hampir empat persen.”

Aurora menatap dingin. “Pernikahan sipil kami sah secara negara. Saham turun karena keserakahan pasar mengendus darah—bukan karena pesta.”

Pak Hartono mengetuk layar tablet. “Pasar menghirup persepsi. Tanpa visual cinta, angka terus merah.”

Tristan mencondongkan tubuh. “Saya menolak resepsi publik jika menambah tekanan pada Aurora. Kami bisa rilis foto sederhana.”

Bu Ellen menggeleng cepat. “Tidak cukup. Butuh panggung, lampu, saksi ribuan mata—baru gosip padam.”

Kalea menepuk meja lembut. “Lucu sekali. menyemburkan uang miliaran hanya agar majalah gosip bungkam.”

Ny. Clarissa menyipit. “Anda teman Aurora, bukan ekonom. Jangan campur.”

Kalea menegakkan bahu. “Saya suara Aurora saat jantungnya lelah. Resesi moral lebih berbahaya daripada resesi saham.”

Arya melangkah maju, suara tenang: “Ada jalan tengah. Resepsi diformat sebagai gala amal untuk Panti Mawar Putih. Investor melihat CSR, media melihat cinta di bingkai kemanusiaan, dan Nona Aurora mendapatkan makna.”

Pak Hartono menimbang. “Donasi berapa?”

“Audited, satu miliar rupiah,” jawab Arya. “Ditambah beasiswa tahunan.”

Ny. Clarissa menatap Tristan. “Kau setuju membakar uang demi—filantropi?”

Tristan tak bergeming. “Jika itu menyelamatkan harga diri istriku, ya.”

Aurora menggerakkan kursi. “Syarat ku: durasi dua jam, tak ada cium di panggung, tak ada tarian intim. Semua hadiah suvenir dialihkan jadi buku dan seragam anak panti.”

Bu Ellen mendecak. “Pengantin tanpa ciuman? Penonton kecewa.”

Kalea mencibir. “Yang menikah dua orang. Kerumunan bisa hidup tanpa bibir nempel.”

Pak Hartono menoleh ke Aurora. “Kalau pers minta adegan romantis minimal, apa kau bisa tersenyum?”

Aurora menahan getir. “Aku akan belajar tersenyum. Senyum cukup, air mata tidak dijual.”

Debat berlanjut tiga puluh menit: soal vendor, dekor, daftar tamu. Setiap kali dewan komisaris mendesak glamor, Kalea menamengi: “Ingat, gala amal, bukan karpet merah.” Sementara Arya mengikat perjanjian legal: hak veto Aurora atas segala ritus fisik, hak siar hanya pada klip resmi, tak ada live‐stream tanpa edit.

Akhirnya Ny. Clarissa menutup rapat. “Baik. Gala amal dua jam. Donasi sah. Visual terkontrol. Kita jalankan.”

Para komisaris keluar; hidangan sudah dingin, tapi ruang makan menghangat oleh napas lega. Kalea berbisik ke Aurora, “Kita menang separuh.” Aurora mengangguk, namun matanya masih berkabut.

 $$$$

Setelah tamu keluarga bubar, Tristan mengajak Aurora ke perpustakaan; lampu kuning temaram membuat rak buku tampak seperti lorong rahasia. Hanya mereka berdua; Kalea dan Arya menunggu di ruang tamu.

Tristan bersandar di meja mahoni, menatap jendela malam. “Maaf.”

Aurora berdiri di tengah ruangan, memeluk lengan. “Kau pernah bilang tak akan memaksa.”

“Aku ingat. Tapi realitas menyeret ku.”

“Mereka menakuti mu dengan angka.”

Tristan menoleh. “Bukan angka yang ku takuti—namamu tercemar sebagai penipu emas. Aku tak tahan melihatmu terus difitnah.”

Aurora menahan napas. “Jadi kau bangun panggung agar dunia tepuk tangan? Tepuk tangan itu bisa jadi cambuk.”

Tristan mendekat satu langkah, berhenti sebelum aura tubuh bersentuhan. “Beri aku satu hari. Jika kau masih berkata tidak, aku batalkan resepsi meski saham jatuh.”

Aurora memejam mata. “Dan kalau aku bilangkan ya, janjimu tetap: tak ada ciuman, tak ada sentuhan tanpa izin.”

“Sumpah.” Tristan mengangkat tangan. “Aku akan berdiri sejengkal darimu di altar, cukup dekat agar kamera percaya, cukup jauh agar hatimu aman.”

Aurora membuka mata. “Lalu setelah panggung padam?”

“Setelah itu—kita pulang. Kau ke kamarmu, aku ke kamarku. Kita mulai dari percakapan, bukan ranjang.”

Aurora mencari kebohongan di wajahnya, menemukan ketakutan, menemukan kesungguhan. “Kau tahu hal paling aneh?”

“Apa?”

“Bagian terdalam ku ingin percaya.”

Tristan menunduk, suaranya retak. “Bagian terdalam ku takut dipercaya.”

Sunyi bergoyang di antara nafas mereka. Akhirnya Aurora mengulurkan tangan—bukan untuk diraih, hanya diletakkan di udara. Tristan meniru gerakan; jari‐jari mereka berjarak dua senti, menggigil oleh listrik yang tak perlu kulit.

Aurora berbisik, “Dua senti ini lebih jujur dari ciuman di altar.”

Tristan mengangguk. “Dua senti ini harganya lebih mahal dari semua saham Dirgantara.”

Mereka menurunkan tangan perlahan. Tidak ada pelukan. Tapi ruang perpustakaan terasa penuh oleh janji tak bersuara.

 $$$$

Di ruang tamu, Kalea dan Arya duduk berseberangan di sofa. Map kertas donasi terbuka di meja.

Kalea memeriksa angka. “Audit dua firma? Kau serius.”

Arya menyesap teh. “Agar tak ada celah menuding ini pencucian nama. Laporan akan diunggah ke situs publik.”

Kalea menatapnya, lalu tersenyum tipis. “Kau gemar prosedur, ya.”

Arya mengangkat alis. “Lebih baik prosedur daripada dramatis.”

Kalea menahan tawa kecil. “Aurora dramatis, aku prosedur.”

Arya terkekeh. “Kombinasi tangguh.”

Suara tawa itu tak keras, tapi cukup menguapkan sisa ketegangan. Mereka menyadari, di tengah permainan besar, humor adalah pagar kewarasan.

Saat malam larut, Aurora keluar dari perpustakaan. Kalea berdiri, menghampirinya. “Bagaimana?”

Aurora menatapnya, suara bergetar. “Aku akan meminjamkan wajahku dua jam. Tapi setelah itu, topeng turun.”

Kalea meremas tangannya lembut. “Aku di sampingmu. Tak akan ada yang memaksa lebih jauh.”

Tristan menghampiri, Arya di belakang. Tristan berkata, “Terima kasih telah menegakkan syarat, Aurora.”

Aurora mengangguk, mata masih basah. “Terima kasih sudah tidak mematahkan.”

Malam Jakarta menggelung di luar jendela, tapi hati yang tadi hancur kini retak dengan pola yang bisa dilukis ulang. Tak ada yang sepenuhnya utuh, namun belum terlambat menanam sesuatu di sela retakan.

Dalam jarak dua senti itu, kebebasan mulai menemukan bentuknya.

.

.

.

Bersambung.

1
Kutipan Halu
wkwk menyala ngk tuhhh 😋😋
fjshn
ngapain takut rora? kan Tristan kan baikkk
fjshn
tapi sama sama perintah dongg wkwk tapi lebih mendalami banget
fjshn
sejauh ini baguss banget kak, and then Aurora sama lea gadis yang hebat aku sukaaa semangat buat kakak author
Kutipan Halu: semangat jugaa yaa buat kamuu, mari teru perjuangkan kebahagian hobi kehaluan ini 😂😂
total 1 replies
fjshn
datang ke rumah aku aja sini biar aku punya kakak jugaa
Kutipan Halu: autornya ajaaa ngk sih yg di bawa pulang wkwk😋😋
total 1 replies
fjshn
bjir keren banget dia bisa tauu
fjshn
woww bisa gitu yaa
fjshn
wadihh keren keren pencuri handal
fjshn
hah? sayang? masa mereka pacaran?
fjshn
alam pun merestui perjanjian kalian keren kerennn
fjshn
aduh leaa kasih tapi dia mandiriii
Kutipan Halu: diaaa punya susi kecantikan dan sikap manis tersendirii yaa kann 😂😇
total 1 replies
fjshn
keren nih Aurora, auranya juga menyalaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!