NovelToon NovelToon
Menuju Tenggara

Menuju Tenggara

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Karir / Persahabatan / Cinta Murni / Bad Boy
Popularitas:19.6k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Ganesha percaya Tenggara adalah takdir hidupnya. Meski teman-temannya kerap kali mengatakan kepada dirinya untuk sebaiknya menyerah saja, si gadis bersurai legam itu masih tetap teguh dengan pendiriannya untuk mempertahankan cintanya kepada Tenggara. Meski sebetulnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa dia hanya jatuh cinta sendirian.

"Sembilan tahun mah belum apa-apa, gue bisa menunggu dia bahkan seribu tahun lagi." Sebuah statement yang pada akhirnya membuat Ganesha diberikan nama panjang 'Ganesha Tolol Mirella' oleh sang sahabat tercinta.

Kemudian di penghujung hari ketika lelah perlahan singgah di hati, Ganesha mulai ikut bertanya-tanya. Benarkah Tenggara adalah takdir hidupnya? Atau dia hanya sedang menyia-nyiakan masa muda untuk seseorang yang bahkan tidak akan pernah menjadi miliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 18

Segalanya berubah. Walaupun sudah mati-matian diusahakan agar tidak hancur semakin parah, nyatanya yang bisa Tenggara usahakan benar-benar hanya Zaloria.

Tidak ada lagi Esha si introvert, yang bersikukuh ikut nongkrong di warung kopi pinggir jalan meskipun ujung-ujungnya kehabisan social battery.

Tidak ada Esha si gadis cerewet, yang membalas satu pesan teks dengan tiga atau empat bubble penuh ekspresi.

Tidak ada Esha yang fast response. Yang ada sekarang hanyalah Ganesha Mirella—rekan kerja yang hanya bisa dia hubungi saat ada jadwal-jadwal tertentu saja.

Semenjak pengakuan cinta gadis itu ia tolak mentah-mentah, Ganesha secara tegas menarik garis batas. Sedikit demi sedikit, gadis itu menarik diri—semakin lama, semakin jauh—sampai tahu-tahu Tenggara sudah tak bisa menemukannya lagi, tak lagi berada persis di sisinya seperti sembilan tahun terakhir.

Menyesal? Iya. Namun, Tenggara sendiri tidak yakin, bagian mana yang dia sesali dari apa yang sudah terjadi.

Entah pada bagian saat dia mengabaikan perasaan Ganesha—juga perasaannya sendiri—selama bertahun-tahun lamanya.

Entah pada saat dia membiarkan pengakuan cinta Ganesha memengaruhi banyak pikirannya. Atau mungkin, pada bagian-bagian lain yang bahkan tidak dia sadari.

Yang pasti, dia sangat ingin kembali.

Kembali ke hari-hari di mana Esha dan Ganesha masih sama-sama ada di sisinya.

Ke hari-hari di mana semuanya masih berjalan sesuai dengan rencana.

"Besok lo flight jam berapa?"

Merebahkan kepalanya di meja kedai, Tenggara menyahut tak semangat, "Jam tiga sore."

"Oh...." Mathias manggut-manggut, lanjut menyeruput kopi yang baru saja dia isi ulang di dapur kedai.

Untuk beberapa lama, yang terdengar hanyalah suara hela napas Tenggara yang sarat akan keputusasaan, bersahutan dengan suara seruputan kopi dan genjrengan gitar dari anak-anak tongkrongan di seberang meja mereka.

Malam ini, mereka cuma datang berdua. Jeremy absen, katanya sedang ada urusan mendesak yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

Ini bukan kali pertama mereka nongkrong tanpa formasi lengkap. Tetapi dalam suasana hati yang gundah gulana seperti sekarang, Tenggara merasakan kekosongan yang Jeremy tinggalkan seperti sebuah lubang hitam yang terlalu besa--hampir-hampir menyedotnya kuat-kuat, membuatnya tenggelam ke dalam inti bumi bersama semua kegelapan di sana.

"Bang..." Dalam kondisi setengah sekarat, dia memanggil Mathias dengan suara pelan.

Mathias hanya berdeham. Lelaki itu sedang berusaha memantik rokok hasil memalak dari meja seberang. Marlboro merah miliknya sudah kosong, dan ia terlalu malas untuk berjalan balik ke kedai membeli rokok baru.

Lagi pula, rasanya memang tidak pernah afdol jika tak ada satu batang pun yang dia cicip dari bungkus milik orang-orang di sana. Ini semacam rutinitas—kebiasaan yang sudah dimaklumi semua pengunjung angkringan itu.

"Gimana caranya lo bisa tahu lo suka sama seseorang atau enggak?"

Rokok belum berhasil dipantik. Mathias terpaksa berhenti. Lintingan tembakau itu dia singkirkan dari bibirnya. Kepalanya menoleh dramatis, lalu menatap Tenggara—yang sedang memunggunginya—dengan pandangan aneh.

“Pertanyaan macam apa itu? Tiba-tiba banget,” gumamnya heran.

Pertemanan mereka ini bukan seumur jagung. Mathias tahu betul bahwa Tenggara adalah seseorang yang tegas terhadap dirinya sendiri. Dia bahkan masih ingat jelas saat Tenggara menjabarkan batas-batas yang dia tetapkan—baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya, terutama mereka yang punya hubungan profesional dengannya.

Lalu sekarang, tiba-tiba, tanpa angin tanpa hujan, lelaki itu menanyakan cara mengidentifikasi sebuah rasa suka?

Yang benar saja!

"I don't know. Tiba-tiba aja gue ngerasa bingung sama banyak hal," jelas Tenggara.

Kemudian, lelaki itu mengangkat kepala, hanya untuk direbahkan lagi setelah mengubah posisi menatap Mathias. Netra hujannya menatap laki-laki di depannya itu serius, seakan tengah meminta pertolongan.

"Ini aneh banget, gue nggak suka perasaan kayak gini."

Niat Mathias untuk merokok diurungkan. Rokok dan lighter dia singkirkan jauh ke pojok meja. Perhatiannya jatuh penuh pada Tenggara. Telinganya dibuka lebar-lebar, selebar isi kepalanya yang siap sedia menerima berbagai macam kemungkinan.

"Siapa orangnya?" Menjadi pertanyaan pertama yang dia lontarkan. Setidaknya, dia perlu tahu siapa gadis yang tengah menjadi objek pembicaraan mereka saat ini. Supaya analisanya lebih tepat dan akurat.

Oh, tiba-tiba saja, Mathias merasa seperti menjelma menjadi dokter cinta.

Namun, alih-alih dijawab, Mathias malah menemukan Tenggara kembali memunggunginya, membuatnya mendesah keras.

"Lupain aja deh, gue cuma lagi ngelantur aja," lirih Tenggara. 

Tapi, bukan Mathias namanya kalau mau berhenti setelah memulai sesuatu. Rokok yang tidak jadi dia bakar itu tidak boleh sia-sia. Dia harus menuntaskan ini, daripada terus-menerus melihat Tenggara terkulai lesu seperti habis mendonorkan berkantong-kantong darah ke kantor PMI.

"Ganesha?" tebaknya.

Keheningan yang menyapu mereka selama beberapa detik kemudian adalah jawaban mutlak yang tidak perlu lagi diwakilkan oleh lisan.

Mathias mengangguk mengerti. Sedari awal, dia memang sudah yakin kalau hubungan kerja antara Ganesha dan Tenggara tidak akan berjalan secara profesional untuk waktu yang lama. Sembilan tahun bukan waktu yang singkat untuk bisa saling mengenal satu sama lain—mustahil kalau tidak ada setitik pun perasaan lebih daripada sekadar teman.

Mathias tahu, Tenggara hanya terlalu keras kepala untuk menyadari perasaannya sendiri.

"Kalau lo nggak suka sama dia, lo nggak akan sampai kepikiran kayak gini," tuturnya. Kopi hitamnya ditenggak, lalu pandangannya menerawang jauh ke langit mendung di atas mereka. "Ada waktunya lo harus menekan gengsi dan kerasionalan di kepala lo, Ga. Supaya nggak menyesal nantinya."

"Tapi semuanya masih baik-baik aja sebelum ini, Bang," sanggah Tenggara. Lelaki itu bangun, berusaha duduk tegap meskipun bahunya tetap saja jatuh terkulai. "Sebelum gue tahu kalau Ganesha suka sama gue, gue nggak pernah mempertanyakan apakah gue menyimpan rasa yang lebih ke dia. Gue...."

"Kadang emang perlu ada trigger supaya tombol kepekaan di hati lo itu on," balas Mathias. Dia cukup terkejut pada bagian di mana ternyata Ganesha sudah confess lebih dulu, sebab gadis itu selalu terlihat berhati-hati agar pertemanan dengan Tenggara bisa tetap terjaga dan terjalin makin lama.

Tetapi, sebisa mungkin Mathias menjaga reaksinya dan fokus hanya untuk memberikan solusi atas kegalauan Tenggara. "Lo mungkin udah pernah kepikiran soal itu, tapi nggak berani gali lebih dalam karena nggak ada trigger yang bikin lo melakukannya."

Senyap. Tenggara tidak memberikan respons apa pun dan malah terlihat semakin bimbang. Lelaki itu tampak menatap kosong, bukti nyata bahwa pikirannya tengah melayang-layang.

"Coba aja," suruh Mathias, memutus lamunan Tenggara agar tidak berlangsung semakin lama.

"Coba apa?"

"Coba bilang ke Ganesha, kalau lo mau menjajaki dulu perasaan lo sendiri. Tell her that you want to take your own time to figure out your true feelings. I guess you've rejected her, that's why lo jadi galau sendiri kayak sekarang ini."

"Tapi, Bang-"

"Coba aja, nothing to lose ini. Kalau ujung-ujungnya lo tahu perasaan lo nggak lebih daripada sekadar perasaan sayang dan care ke temen sekaligus partner kerja, ya nggak masalah. At least lo nggak akan galau lagi, kan? Ya walaupun lo tetap bakal bikin Ganesha patah hati, sih."

Membuat Ganesha patah hati. Itulah pokok permasalahannya.

Tenggara tidak ingin menyakiti gadis itu, well, walaupun dia telah melakukannya secara tidak sadar selama ini. Mengulur waktu dengan mengatakan ia ingin mencoba mengenali perasaannya sendiri, dan berujung tetap menolak cinta Ganesha, bukankah itu kedengaran lebih buruk ketimbang langsung menolaknya sedari awal? Kesannya seperti sedang memberikan harapan palsu.

Jahat sekali.

"Just try it, jangan sampai menyesal."

Sialnya, doktrin Mathias melekat begitu kuat di kepalanya malam itu. Sehingga alih-alih menemukan kelegaan setelah berbagi keresahannya, Tenggara malah merasakan dirinya semakin kalut.

...°°°°°°°°°°°°...

Mengikuti saran Mathias mungkin adalah hal paling ceroboh yang pernah Tenggara coba selama hidupnya. Dia seharusnya berpikir seribu juta kali sebelum bertindak, bukan malah secara impulsif mengetikkan serentetan kalimat yang kemudian dia kirimkan kepada Ganesha. Kalimat berbunyi, If I told you that we could try it, would you want to? Yang nahasnya tidak mendapatkan jawaban apa pun sampai setengah jam kemudian.

Dia pun tidak tahu apakah Ganesha sudah membaca pesannya atau belum, sebab sejak beberapa hari lalu, gadis itu tiba-tiba saja mematikan centang biru di WhatsApp-nya.

Gelisah, Tenggara bangkit dari kasur membawa serta ponselnya yang masih berada dalam room chat dengan Ganesha. Rentetan kalimatnya masih menggantung di sana tanpa balasan.

Dan ketika dia iseng menggulir layar ke atas untuk membaca ulang pesan-pesan yang saling tertukar antara dirinya dengan Ganesha, Tenggara mengerti kenapa dia layak ditinggalkan on read seperti sekarang.

Dalam setiap percakapan yang terjadi, Ganesha selalu menjadi pihak yang aktif dan ekspresif. Sementara dirinya cenderung pasif dan terkesan mengirim dry text kepada gadis itu. Kalau ini adalah gadis lain, dia mungkin sudah ditinggalkan sejak lama. Entah dari mana Ganesha mendapatkan kekuatan untuk bertahan di sisinya selama sembilan tahun lamanya.

"Bajingan, bajingan," kutuknya. Lagi-lagi, ditujukan kepada dirinya sendiri.

Satu per satu, secara pasti, tingkah-tingkah menyebalkannya di masa lalu menyeruak keluar dari ingatan. Lantas disusul sumpah serapah yang kemudian dia tumpahkan kepada diri sendiri tanpa keraguan sama sekali.

Dari sekian banyak hal, yang bisa dia berikan kepada Ganesha selama ini hanyalah hal-hal menyakitkan—bahkan tanpa disadari. Lalu tiba-tiba saja, dia ingin menjadi egois dan menarik gadis itu agar kembali ke sisinya lagi?

Itu kedengaran konyol, bahkan di telinganya sendiri.

Menarik napas begitu berat, Tenggara akhirnya mengambil sebuah keputusan. Ia menekan bubble chat yang dia kirim cukup lama hingga muncul beberapa opsi di layar. Lalu, tanpa ragu—setelah menghitung sampai tujuh—dia memilih opsi tarik, sehingga pesan itu tak akan lagi bisa dibaca oleh Ganesha.

Mungkin ada baiknya memang seperti ini. Ganesha berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik.

Bersambung....

1
Dewi Payang
Para memang kesalnya si Kafka ke Tenggara😂
Dewi Payang
Ga senggol donk si Kafka, apa dia masih punya tenaga buat marahi lo😅
Dewi Payang
Biarin lecet, tar beli lagi ya Ga, yang pening bisa ikut nginap😂
Weh, Kafka jengkel setengah mampus inu😅
Dewi Payang
Ampun dijay😂
Dewi Payang
Ini maah Kafka cari ribut😅
Dewi Payang
Kafka dilawan😅
Zenun
mamam tuh Tengg. Puas banget dibalikin begitu
Zenun
ngapa emang? suka-suka dia atuh😁
Zenun
Nanti kalo lo balik lagi ke tengg, tu laki bakal ngulur lagi. Caya dah
nowitsrain: Yee khan
total 1 replies
Zenun
dengerin tuh baik-baik ya
nowitsrain: Au deh kupingnya kebuka apa enggak tu
total 1 replies
Zenun
kenapa kafka gak ditengah aja
nowitsrain: Mabok dia kalau di tengah
total 1 replies
Dewi Payang
Gwe suke gaya lo Kaf😅
Dewi Payang: Ya ampyun, tapi kali ini lo memang keren👍🏻👍🏻
nowitsrain: Kafka: Harus suka, lah, kan gue keren 😎
total 2 replies
Dewi Payang
Wih... kaya bapaknya Nesha aja🤭
Dewi Payang: Kaya begitu😅😅
nowitsrain: Iya ya, bapak kandungnya aja au deh tuh ke mana wkwk mungkin Tuhan kirim Kafka emang biar jadi sosok yang menggantikan peran bapaknya
total 2 replies
Dewi Payang
Lasaiiiinnnn......
Dewi Payang: 😂😂😂😂😂
nowitsrain: Kasian kasian kasiann
total 2 replies
Dewi Payang
Cakiiiiiit ya Ga.....
nowitsrain: Biar tau rasaaaaa. Itu mah belum seberapa
total 1 replies
Dewi Payang
Tak lama, fans gak lagi segalanya....
nowitsrain: Betulllll
total 1 replies
Dewi Payang
Wkwk😄
Dewi Payang
Bagus lo nyadar
Dewi Payang: Rasanya pengen hajar si Tenggara klo kumat² lagi🤭
nowitsrain: Kalau lagi sadar ya sadar, kalau kumat ya bikin orang lain naik darah
total 2 replies
Dewi Payang
Luar biasa carenya Kafka sama Selenna👍🏻
nowitsrain: Rill sahabat sejati
total 1 replies
Dewi Payang
Entah kenapa, aku berharap Ganesha jual mahal kali ini🙈
Dewi Payang: Harus ya Nes😔
nowitsrain: Ihhh harusnya yaaa.
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!