NovelToon NovelToon
Terpikat Sekretaris Ayah

Terpikat Sekretaris Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Angst / Romansa
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Anjana

Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.

Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 18# Terbongkar kebenarannya

Aleena merasa marah dan kecewa terhadap Devan karena tidak jujur tentang hubungan mereka di masa lalu. Dia merasa bahwa Devan telah menyembunyikan sesuatu yang penting darinya, hingga sampai saat ini semua rahasia masih tersimpan rapi oleh Devan.

Aleena yang merasa geram, juga kesal atas sikap Devan padanya, rasanya begitu dongkol. Saat itu juga, Aleena memutuskan untuk pulang.

"Makasih ya, Mbak, udah menceritakan semuanya, termasuk kebenaran yang selama tidak aku ketahui. Kalau boleh tanya, Kak Nio apakah tau juga soal hubungan ku dengan Devan."

Mbak Sisi menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Nona, Tuan Nio sama sekali tidak tahu. Soalnya Nona dulu dilarang pacaran, juga tidak boleh sembarang ngasih tau soal kediaman orang tuanya Nona. Jadi, Nona terpaksa menyembunyikan identitas Nona kepada pacarnya Nona. Terus, Nona selalu datang ke taman Laila di jalan Bundaran Hayan. Itu semua semata untuk melakukan pertemuan."

"Terima kasih banyak ya, Mbak, udah memberi penjelasan yang begitu detail. Kalau gitu, aku mau pamit pulang. Lain waktu aku akan datang lagi kesini, aku merasa kalau Mbak Sisi orang terdekatku yang selalu ikut aku kemana-mana dulunya. Ya udah ya, Mbak, semoga kesehatan Mbak Sisi semakin membaik, dan bisa aktivitas kembali."

"Makasih banyak, Nona. Untuk Nona juga, semoga segera pulih ingatannya, dan tidak dihantui rasa penasaran. Sehat selalu untuk Nona,"

"Sehat selalu juga untuk Mbak Sisi, bye..."

Aleena segera ke ruang tamu untuk menemui kakaknya, dan mengajaknya pulang.

"Udahan ngobrolnya?"

Aleena mengangguk sebagai jawabannya.

"Iya, Kak, udah. Kita langsung pulang aja, gak jadi ke restoran, lagi gak pingin."

"Kenapa memangnya?" tanya Bernio yang mendadak aneh dengan adiknya.

"Tidak apa-apa, lagi gak pingin aja."

"Ya udah kalau gak mau. Kita langsung pulang aja kalau gitu. Tapi kamu beneran gak apa-apa, 'kan?"

"Iya, Kak, aku baik-baik saja kok."

"Ya udah kita pulang."

______

_______

Sampai di rumah, Aleena langsung masuk ke kamar dan merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Lalu pandangannya pada langit-langit kamar tidur. Aleena mencoba untuk mengingat lagi disetiap perkataan Mbak Sisi. Ada rasa tidak percaya, namun memang itu kenyataannya.

"Pantas saja dia selalu jaga jarak kalau aku dekatin, benarkah hubungan ku dengannya begitu dekat?" gumamnya saat memikirkan tentang kebenaran masa lalunya diwaktu masih sekolah.

Dilain posisi, Devan yang sedari pagi mendapat pesan dari Bosnya yang mengatakan tidak bisa ke kantor dengan alasan mengantarkan adiknya ke rumah asisten rumah, tidak ada perasaan curiga sedikitpun.

Karena sudah siang, Devan kembali menghubungi Bosnya. Saat sambungan telpon terhubung, langsung bertanya pada pokok intinya.

Di sebrang telpon, Bernio meski hanya duduk di rumah Mbak Sisi, tidak dapat dipungkiri termasuk ada rasa capek walau hanya duduk dan bermain dengan ponselnya.

"Dev, keknya aku gak bisa ke kantor deh, capek banget akunya. Soalnya tadi kelamaan di rumah Mbak Sisi, jadi aku minta sama kamu buat nyelesain kerjaan aku ya, oke. Tenang saja, besok aku ganti dua kali lipat. Dah ya, aku mau istirahat."

Devan yang mendengar sebutan nama yang tidak begitu asing, sampai tidak fokus mendengar pesan dari Bosnya. Bahkan, sambungan telpon pun sudah putus, Devan masih bengong.

"Woi! malah bengong."

Seketika, Devan kaget dan hampir saja ponselnya jatuh.

"Kamu! ngagetin saja kerjaan mu."

"Habisnya kamu bengong kek menang lotre aja."

"Tidak apa-apa. Ini tadi si Bos telpon, katanya gak bisa ke kantor, dan nyuruh aku buat nyelesain kerjaannya. Enak bener jadi Bos, apa-apa tinggal nyuruh."

"Salah sendiri gak mau ngaku kalau kamu itu pacarnya Nona Aleena. Kamu sih, udah dapat hoki nyarinya masalah."

"Bukan begitu, Fer. Sudah berapa kali coba, aku jelasin ke kamu."

"Iya iya iya, aku tau. Karena status sosial mu berbeda sama Nona Aleena, puas!"

"Sudah lah, aku mau nyelesain kerjaan aku."

"Siap siap saja kalau ingatan Nona Aleena sudah kembali, sanggup kah kamu menjelaskannya?"

Devan tidak menggubris sama sekali, ia segera masuk ke ruang kerja Bosnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai.

Didalam ruangan tersebut, Devan kembali melamun, dan memikirkan perihal soal ucapan Bosnya yang tengah menemani adiknya ke rumah Mbak Sisi.

"Apa iya, Nona Aleena sudah ingat semuanya? kalau tidak ingat, kenapa mesti ke rumahnya Mbak Sisi?" gumam Devan bertanya-tanya dalam benak pikirannya.

Ada rasa cemas juga waswas. Takut kalau Aleena sudah mengingat semuanya. Entah apa yang mau dijelaskan, Devan benar-benar buntu dan tidak tahu harus mulai dari mana untuk memberi penjelasan kepada Aleena.

Belum juga nyelesain kerjaannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Melihat siapa orangnya yang menelpon, Devan langsung menerima panggilan telpon.

"Apa! ke rumahnya Tuan?"

Devan sangat terkejut ketika dirinya diminta untuk datang ke rumah Bosnya selepas pulang dari kantor.

"Iya iya iya, Tuan, nanti pulangnya saya datang ke rumah Tuan. Ngomong-ngomong sama Fery juga 'kan, Tuan?"

Karena tidak sendirian, Devan pun merasa lega ketika dirinya tidak harus datang sendirian ke rumah Bosnya.

Setelah tidak ada yang ingin disampaikan, panggilan telpon pun diputus oleh Bernio. Devan pun ada perasaan lega karena ada temannya.

Cukup lama berkutat didepan layar komputer, akhirnya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Tidak lama kemudian, akhirnya waktunya untuk pulang. Buru-buru ia membereskan meja kerja, dan bersiap-siap untuk pulang. Tidak lupa juga mengajak Fery untuk datang ke rumah Bosnya bersama-sama.

Dalam perjalanan pulang, ada perasaan waswas, serta suhu badan mendadak panas dingin mengingat kalau mau ke rumah Bosnya.

"Dev, kamu kenapa mendadak tegang kek gitu, ha? kamu gak lagi sedang sakit, 'kan?"

"Tidak apa-apa, kamu fokus aja nyetirnya. Nanti kalau udah sampai di rumahnya Bos, kamu bangunin aku."

Fery pun mengiyakan dan kembali fokus nyetir mobilnya. Tidak memakan waktu lama, akhirnya sampai juga di kediaman keluarga Hamuangka. Fery yang tidak tega melihat sahabatnya masih tidur, dan seperti kelelahan, akhirnya membiarkannya untuk tidak membangunkannya.

Kemudian, Fery segera bergegas turun dan segera bertamu di rumah Bosnya.

"Silakan masuk, Tuan."

Fery pun dipersilakan masuk, dan diantar untuk menemui pemilik rumah.

"Permisi, Bos,"

"Masuk aja," sahut Bernio tengah membereskan berkas berkas di ruang kerjanya.

Fery pun segera masuk kedalam. Saat Bernio mendongak, rupanya tidak mendapati si Devan.

"Devan mana?" tanya Bernio sambil celingukan.

"Itu, si Devan masih tidur didalam mobil. Tadi saya mau bangunin, tapi gak tega, soalnya seperti kecapean, terus kek lagi gak enak badan. Soalnya tadi seperti lesu gitu, Bos."

"Ya udah kita tunggu aja," kata Bernio dan menyuruh pelayan untuk membuatkan minuman.

Aleena yang kebetulan sempat menguping pembicaraan kakaknya dengan Fery, pun langsung keluar untuk segera menemui Devan.

Siapa sangka jika Devan baru saja tersadar dari tidurnya. Saat baru saja turun dari mobil, rupanya sudah dikejutkan oleh sosok Aleena yang sudah berdiri didepan pintu mobil.

Deg!

Jantungnya serasa mau copot. Rasanya bak seperti tertangkap basah.

Plak!

Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi kiri miliknya Devan. Sakit pastinya, juga perih karena cukup kuat saat Aleena menamparnya.

"Kenapa kamu tidak memberitahu aku tentang hubungan kita di masa lalu, ha?" tanya Aleena dengan nada yang keras.

Tentu saja Devan sangat terkejut mendengarnya. Bahkan, rasa perih dipipinya seolah tidak kerasa.

'Apakah Nona Aleena sudah mengingat semuanya?' batin Devan bertanya-tanya.

"Ayo jawab! kenapa diam? ha!"

Devan memandang Aleena dengan mata yang penuh penyesalan. "Aku tidak ingin menyakitimu, Aleena. Aku ingin memberitahu kamu secara perlahan-lahan, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya," kata Devan dengan lembut dan menunduk karena merasa bersalah.

Aleena merasa bahwa alasan Devan tidak cukup untuk membenarkan tindakannya. "Kamu seharusnya jujur dengan aku, Devan. Aku tidak suka jika kamu menyembunyikan sesuatu dariku," kata Aleena dengan nada yang masih keras.

Devan memandang Aleena dengan mata yang penuh penyesalan. "Aku minta maaf, Aleena. Aku tidak ingin menyakitimu. Aku sebenarnya ingin membantu kamu mengingat kembali hubungan kita di masa lalu, tapi-" kata Devan hingga ucapannya tercekat.

"Maaf, katamu?"

Devan masih terdiam, tidak tahu harus menjelaskannya. Situasi yang begitu mendesak, dan tentu saja sangat mengejutkannya.

"Apakah kamu sudah mengingat semuanya?"

"Tidak penting aku sudah ingat atau belum, karena kamu memang sudah tidak menginginkanku karena aku tidak mengingat semuanya, iya 'kan?"

"Aleena, maksud aku Nona Aleena. Aku tidak berniat untuk menyembunyikannya darimu, karena aku belum siap kalau kamu belum bisa menerima kebenarannya, Nona."

Plak!

Kini Aleena menampar pipi kanannya hingga memerah. Tatapannya menunjukkan betapa marahnya kepada Devan.

Namun, siapa sangka kalau Aleena mendadak jatuh pingsan. Disaat itu juga, Bernio bener-bener sangat terkejut mendengar perdebatan antara Devan dengan adik perempuannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!