NovelToon NovelToon
Kurebut Suami Kakak Tiriku

Kurebut Suami Kakak Tiriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cerai / Romansa / Balas dendam pengganti
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Adara hidup dalam dendam di dalam keluarga tirinya. Ingatan masa lalu kelam terbayang di pikirannya ketika membayangkan ayahnya meninggalkan ibunya demi seorang wanita yang berprofesi sebagai model. Sayangnya kedua kakak laki-lakinya lebih memilih bersama ayah tiri dan ibu tirinya sedangkan dirinya mau tidak mau harus ikut karena ibunya mengalami gangguan kejiwaan. Melihat itu dia berniat membalaskan dendamnya dengan merebut suami kakak tirinya yang selalu dibanggakan oleh keluarga tirinya dan kedua kakak lelakinya yang lebih menyayangi kakak tirinya. Banyak sekali dendam yang dia simpan dan akan segera dia balas dengan menjalin hubungan dengan suami kakak tirinya. Tetapi di dalam perjalanan pembalasan dendamnya ternyata ada sosok misterius yang diam-diam mengamati dan ternyata berpihak kepadanya. Bagaimanakah perjalanan pembalasan dendamnya dan akhir dari hubungannya dengan suami kakak tirinya dan sosok misterius itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ANTARA ELINA DAN KEVIN

Adara terduduk di balkon kamarnya, menikmati kesunyian malam yang menemaninya. Sebatang rokok di tangannya tampaknya sudah cukup untuk menjadi pelipur lara sejenak dari segala kerumitan hidupnya. Setelah mematikan puntung rokok yang nyaris habis, ia mengalihkan pandangannya ke kota yang membentang jauh di bawah sana. Dari ketinggian yang gelap, hanya terlihat bintik-bintik putih yang memancarkan cahaya dari bangunan-bangunan di kejauhan. Pemandangan itu sangat indah bagi siapa saja yang menyaksikannya, tetapi bagi Adara, keindahan itu terasa hampa, hanya sekadar latar belakang dari pikirannya yang kalut.

"Hufff..." Adara menarik napas panjang, berat, dan penuh dengan kelelahan.

Malam ini, pikirannya kembali berkelana, memikirkan arah hidupnya yang entah akan dibawa ke mana. Dia tidak tahu sampai kapan akan terus merasa terjebak dalam kekosongan ini, atau apakah kehidupannya memang hanya akan diisi oleh penderitaan yang tak berujung dan pikiran tentang dendam yang tak kunjung padam. Pertanyaan itu terus mengganggunya: apakah ada episode kebahagiaan di buku kehidupan yang ia jalani ini? Jawabannya masih kabur, dan Adara tidak punya gambaran sedikit pun.

Di tengah kekacauan pikirannya, tiba-tiba muncul sosok yang tidak asing dalam ingatannya. Pria misterius itu—ke mana dia? Sudah hampir sebulan penuh pria itu menghilang tanpa jejak, tanpa kabar, tanpa tanda-tanda. Adara menyadari keanehan dalam dirinya. Mengapa ia malah mencari pria itu? Bukankah seharusnya ia merasa lega karena pria tersebut tidak lagi mengusik kehidupannya?

"Pria misterius itu, bisa-bisanya aku memikirkannya," gumam Adara sambil menggeleng pelan, geli pada dirinya sendiri. Apa yang baru saja ia pikirkan terasa konyol, tetapi tidak sepenuhnya salah.

Ingatan Adara melompat pada malam sebelumnya, ketika ia tanpa sengaja melihat Clarissa bersama seorang pria yang benar-benar asing baginya. Sosok pria itu bahkan tidak pernah sekali pun muncul dalam kehidupannya.

"Siapa pria itu?" tanya Adara kepada dirinya sendiri, bergumam dalam hati. Ia sudah menyuruh orang kepercayaannya untuk menyelidiki identitas pria tersebut, tetapi hingga detik ini belum ada kabar yang memuaskan rasa ingin tahunya.

Suara notifikasi tiba-tiba memecah lamunannya. Tringgg... Adara menatap layar handphonenya yang menyala di atas meja. Setelah membukanya, ia menatap satu pesan yang baru saja masuk. Pesan itu langsung membuatnya mengerutkan kening, merasa tidak nyaman dengan isinya.

"Halo Adara, apa kabar? Lama tidak berjumpa denganmu. Aku rindu. Sampai jumpa esok hari!"

Adara membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. Tangannya dengan cepat mematikan layar ponselnya setelah selesai membaca. Baru saja pria itu ia pikirkan sebentar, sudah muncul begitu saja, seolah tidak memberinya ruang untuk bernapas. "Sialan," gumamnya. Ia benar-benar mengira pria itu sudah menghilang, sehingga ia tidak perlu lagi menghadapi gangguan darinya.

Tanpa ingin memikirkannya lebih lama, Adara berdiri dari tempat duduknya dan berjalan masuk ke dalam kamar. Udara malam yang dingin mulai terasa menusuk kulit putihnya, membuatnya merasa tidak nyaman lagi berada di luar. Ia berbaring di tempat tidur, berharap bisa segera tertidur dan melupakan semua kegelisahan yang menyelimuti malam ini.

Berikut adalah versi yang lebih panjang dari teks tersebut dengan memperluas narasi, deskripsi, dan suasana tanpa mengubah alur atau kata kunci utama:

 

Di sisi lain kota yang sama, seorang wanita baru saja melangkah keluar dari minimarket kecil yang terletak tak jauh dari apartemennya. Kantong plastik berisi barang belanjaan tergantung di salah satu tangannya. Udara malam yang dingin menusuk kulitnya, namun tidak menyurutkan langkahnya untuk segera kembali ke apartemen. Baru saja ia melewati pintu kaca minimarket, sesuatu yang tak terduga terjadi. Tangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang dari arah samping. Refleks, wanita itu tersentak, hampir saja berteriak untuk meminta bantuan, tetapi suara yang hendak keluar dari mulutnya langsung terhenti ketika matanya menangkap sosok yang menarik tangannya.

"Kevin?" tanyanya, nada suaranya setengah terkejut dan setengah tak percaya. Wanita itu adalah Elina, dan pria yang menggenggam tangannya erat itu tidak lain adalah Kevin.

Kevin hanya tersenyum tipis, senyuman yang seolah ingin menenangkan Elina sekaligus menyiratkan bahwa dia memang punya alasan untuk muncul tiba-tiba malam itu. Masih dengan genggaman yang sama, Kevin mengajak Elina melangkah menuju sebuah kafe kecil yang berada tidak jauh dari tempat mereka bertemu. Tidak ada perlawanan dari Elina, meski hatinya diliputi rasa bingung bercampur was-was. Dia tahu pertemuan seperti ini hanya akan menambah rumit hubungannya dengan Adara. Sementara Kevin, langkahnya tegas dan sikapnya menunjukkan bahwa dia memiliki sesuatu yang penting untuk disampaikan.

Setelah menemukan tempat duduk di sudut kafe yang cukup sepi, keduanya memesan minuman tanpa banyak berkata-kata. Elina mengamati suasana kafe itu. Aroma kopi yang khas memenuhi udara, ditemani oleh alunan musik lembut yang nyaris tenggelam oleh suara obrolan dari beberapa meja lainnya. Pelayan datang membawa pesanan mereka—dua gelas minuman hangat yang masing-masing mengepulkan uap tipis di atas meja.

"Terima kasih," ujar Elina pelan sambil memberi senyum singkat kepada pelayan. Tangannya refleks meraih cangkir untuk menghangatkannya, meski ia tahu belum berniat meminumnya. Tatapannya kemudian beralih pada Kevin yang sejak tadi terus memandanginya dengan sorot mata yang sulit diterjemahkan. Ada kehangatan di sana, tetapi juga sesuatu yang membuat Elina merasa canggung. Seperti ada benih perasaan yang Kevin coba sembunyikan, tetapi malah terlihat jelas oleh Elina.

Sementara itu, di dalam hati Elina, perasaan yang berkecamuk mulai memenuhi pikirannya. Dia bingung dengan apa yang dia rasakan saat ini. Apakah Kevin benar-benar hanya sekadar teman yang ingin berbicara dengannya, atau ada maksud lain di balik tatapan itu? Apa pun yang ada di benaknya, satu hal yang jelas: ia hanya ingin memastikan bahwa hubungannya dengan Adara tetap berjalan baik-baik saja. Bagi Elina, Adara lebih dari sekadar sahabat—dia sudah seperti bagian dari keluarganya sendiri.

"Hmm, ada apa, Kevin?" tanya Elina akhirnya, memecah keheningan yang terasa kian membebani. Nada suaranya terdengar ragu dan tidak nyaman, tetapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mengetahui alasan pertemuan mereka malam itu. Tatapan Kevin yang terlalu intens hanya menambah kegelisahan di hatinya. Ia tahu, Kevin pasti ingin membicarakan sesuatu yang serius.

Kevin menarik napas panjang, mencoba meredakan ketegangan yang mulai terasa di antara mereka. Pandangannya sejenak beralih ke kaca transparan di samping mereka, memperhatikan jalanan yang masih cukup ramai meski malam telah larut. Kendaraan yang melintas dengan lampu-lampunya yang berkilauan menciptakan bayangan di kaca, tetapi pikiran Kevin jelas tidak berada di sana. Dia mengalihkan pandangannya kembali pada Elina, kali ini dengan tatapan yang lebih tajam dan serius.

"Sebenarnya," Kevin membuka percakapan, suaranya rendah tetapi tegas, "aku ingin membahas tentangmu dan Adara. Kau tidak keberatan, kan?"

Tatapannya kini terfokus pada manik mata Elina, mencari jawaban yang mungkin tersirat di sana sebelum kata-kata keluar dari mulutnya. Ada keheningan sejenak, udara di antara mereka terasa lebih berat. Kevin tahu bahwa ini adalah topik sensitif, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Dia harus menyampaikan apa yang ada di pikirannya, dan Elina adalah satu-satunya orang yang bisa dia ajak bicara tentang hal ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!