Valeria bahagia ketika sang adik, Cantika diterima sebagai sekertaris di sebuah perusahaan. Setelah 3 bulan bekerja, Cantika menjalin hubungan dengan pimpinannya.
Ketika Cantika mengenalkan sang pimpinan kepada Valeria, dia terkejut karena pria itu adalah Surya, orang yang dulu pernah menjalin cinta dengannya sewaktu SMU, bahkan pernah merenggut keperawanannya.
Apakah yang Valeria lakukan selanjutnya? Apa yang akan terjadi pada mereka? Apakah hubungan mereka akan berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 18
Hari ini rencana kami pergi ke pantai akan dilaksanakan, kami akan menggunakan mobil Surya, sekalian dia menghampiri dari rumah. Boss jadi supir.
Sebenarnya aku sungguh ingin membatalkan keikutsertaanku saja, membayangkan apa yang akan terjadi saja udah membuat perutku mulas. Jika nanti aku batal ikut, pasti Surya akan membuat alasan untuk membatalkannya juga. Itu pasti.
Dengan berbekal minyak angin dan termos kecilku, aku pun ikut, meski perut ini selalu tiba-tiba mulas tanpa ada yang bisa dikeluarkan seiring dengan pikiran macam-macam yang selalu terbersit.
Paling nanti aku hanya akan duduk di mobil jika masih saja seperti ini.
Surya datang, ingin kukecilkan volume debar-debar di dadaku jika ada tombolnya, tapi sayangnya debar ini ga bisa aku atur lagi. Aku jadi mondar-mandir sambil mengatur nafas, ini piknik, bukan nikahan. Aku menenangkan jiwaku. Akhirnya pikiranku agak jernih melihat mama sibuk menyiapkan bekal. Kubantu mama sambil mengalihkan pikiran dan perasaanku.
Sementara itu papa menyambut Surya dengan ramah bersama Cantika di sampingnya. Cantika menggelayut manja ke lengan papa. Aku melirik sedikit ke Surya. Dia sedang menatapku! Aku langsung menundukkan kepala, melanjutkan pekerjaanku. Barang-barang telah kami kemas dengan rapi.
Aku meneliti kembali apa yang telah kami kemas lalu mengangguk pada mama setelah mama bersalaman dengan Surya.
Surya segera menghampiriku, memandangku dan mengangkat tas dari tanganku. Tangan kami bersentuhan. Sebenarnya hatiku ingin melonjak, tapi ada yang menahan lonjakanku. Ah, rasanya campur aduk ga karuan. Aku hanya memalingkan wajahku karena ga bisa menahan senyum. Aku sadar, aku hanya bisa menikmati perasaan sebatas ini, ga lebih.
Di dalam mobil pun aku dan Surya lebih banyak diam, dan hanya tersenyum mendengar perbincangan papa, mama dan Cantika. Biasanya aku juga banyak bicara, tapi kali ini ada hal yang membungkam mulutku, mungkin begitu juga dengan Surya.
"Kok kakak diem aja, biasanya becanda terus." Kata Cantika membuyarkan lamunanku.
Surya melirikku dari spion depan, ternyata dia ketahuan sering mencuri pandang lewat kaca spion. Mukaku langsung memerah dan berpaling ke samping melihat jalanan tanpa memperdulikan pertanyaan Cantika.
"Ugh, emang enak dicuekkin?" Ujar Cantika.
"Eh, iya, kan tadi aku bilang lagi sakit perut, kalo banyakan ngomong, tambah sakit." Ujarku sambil meringis.
"Bukan sakit seperti kemarin, kan?" Tanya mama.
"Ga kok, Ma. Mungkin gara-gara tadi pagi pas Val bangun, udaranya dingin." Ujarku berbohong.
"Oh ya udah, nanti dipakein minyak anginnya." Kata mama.
Sesampainya di pom bensin, aku pamit turun ke toilet. Antrian toilet ternyata agak banyak. Toilet pria dan wanita berhadapan. Akhirnya setelah 10 menit, aku bisa masuk toilet. Setelah keluar dari toilet, aku terkejut karena di depan pintu toilet, Surya telah berdiri dan mengulurkan tissue padaku.
Aku mengambilnya dengan cepat, menahan senyumku dan berlalu dari hadapannya, tanpa mengucapkan terima kasih.
Aku kembali menuju ke tempat mobil diparkirkan. Cantika sedang membeli minuman dingin di minimarket di area pom bensin. Papa dan mama sedang duduk di depan mushola, di dekat mobil terparkir.
Setelah Cantika kembali, dan Surya juga telah terlihat keluar dari toilet, kami kembali masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan.
Satu jam kemudian, kami tiba di area pantai. Setelah memilih tempat parkir, kami semua turun. Suasana panas angin pantai menerpa, mengibaskan rambutku yang tergerai. Aku mengikat rambut dan memakai kacamata hitamku. Setelah mengoles sunblock, Cantika langsung berlari ke tepi pantai dengan menenteng tas kecilnya, benar-benar masih seperti anak kecil adikku itu. Sementara Surya membantu papa membawa tikar dan tas bekal kami. Aku menggandeng mama menyusul Cantika.
Setelah memilih tempat di bawah payung besar yang disediakan pihak pantai untuk berteduh para pengunjungnya, papa dan Surya menggelar tikar dan menaruh tas-tas kami, aku menyusul Cantika dan bermain air di pantai. Kami berdua bermain ombak, saling berpegangan jika ombak mengenai kaki-kaki kami, lalu mengumpulkan kerang dan batu. Semua hal yang selalu kami lakukan saat berada di pantai.
Surya terlihat menemani papa dan mama mengobrol sambil makan di atas tikar, sambil sesekali memandang kami berdua. Lalu mama terlihat berdiri mendekati kami dan mengambil gambar kami menggunakan gawainya.
Aku dan Cantika berpose saat mama mengambil gambar kami, lalu kami ber-wefie bersama mama. Cantika memanggil Surya. Surya beranjak dari duduknya, dan menghampiri Cantika. Kami wefie bersama. Aku merasakan tangan Surya di belakang pinggangku saat itu. Cantika tidak menyadari itu.
Lalu Cantika memintaku untuk mengambil gambarnya dengan Surya. Aku menurutinya, kulihat mata Surya tidak memandang kamera gawai tetapi malah memandangku.
Setelah berfoto-foto, Surya kembali ke tempat semula dimana ada papa dan mama di sana. Aku dan Cantika mulai menyusuri pantai, lalu duduk di tepi pantai merasakan kaki-kaki kami yang terkena ombak dan tenggelam dalam pasir pantai.
Setelah lama kami berjemur, aku dan Cantika kembali ke tempat duduk papa, mama dan Surya. Kami langsung merasa lapar. Mama menggeleng-gelengkan kepala melihat kami makan dengan lahap.
"Mereka ini, kalau di pantai selalu kayak gini. Main terus lalu menghabiskan bekal. Nanti kalau kurang, pasti mereka ajak kami ke kedai makan." Kata mama pada Surya.
Surya tersenyum, tapi aku masih menunduk menyelesaikan makanku sambil sesekali melihat ke arah pantai. Suatu saat nanti, aku ingin di sini, duduk berdua bersama orang yang aku cintai. Semoga aku segera dipertemukan dengan orang itu, jodohku.
Lamunanku berakhir ketika Cantika kembali menarikku ke pantai lagi. Kami mirip anak pantai. Kali ini kami membasahi tubuh dengan air laut. Air laut membuat rambut kami terasa lengket. Setelah puas, aku dan Cantika mengajak mama untuk mandi di kamar mandi umum.
Hari telah sore, papa dan Surya pun telah membersihkan tubuh di kamar mandi. Kami telah bersiap pulang. Sebelum masuk ke mobil, aku mampir ke toko oleh-oleh, membeli beberapa pasang baju.
"Buat siapa, Nak?" Tanya mama.
"Biasa, Ma. Bik Nah, Pak Pur dan Satrio." Kataku.
Mama tersenyum mendengarnya. Tak lupa aku membeli makanan laut untuk mereka.
"Valeria itu, pergi kemana pun, inget oleh-oleh buat bibinya." Kata papa.
Surya ikut tersenyum mendengarnya, sementara Cantika memilih-milih baju dan kain pantai. Ketika kami menuju ke kasir, ternyata Surya telah membayarkan semua barang yang kami beli.
"Makasih, ya Surya." Kata Cantika.
Kulihat tidak ada kemesraan antara mereka, ga pernah aku melihat tangan Cantika menggandeng tangan Surya. Juga melihat mereka berbincang berdekatan, entah karena Surya malah mendekati papa, atau memang menghindarinya. Cantika pun seolah malah melakukan hal yang dia sukai sendiri.
"Makasih, Surya." Ucapku padanya ketika Cantika berlalu.
Dia mengangguk dan tersenyum padaku. Aku segera berlalu dari hadapannya. Kami masuk ke mobil, dan melanjutkan perjalanan pulang.
Ketika waktu menunjukkan pukul 7 malam, semua tertidur kecuali aku dan Surya. Berkali-kali dia menatapku di kaca spion depan jika sedang berada di lampu merah atau pun di jalan. Aku sering kali lupa untuk tidak meliriknya, padahal aku mau menghindarinya, tetapi malah pandangan kami sering bertemu di kaca spion. Aku menunduk, lalu memalingkan kembali wajahku, melihat ke jalanan yang padat.
Setelah sampai di lampu merah kembali, dia mengeluarkan gawainya. Mengetik sesuatu, lalu gawaiku berbunyi. Aku membukanya.
Si Jahat
[Kamu cantik]
Aku mencoba menahan senyumku saat itu, menutup gawaiku lalu memalingkan kembali wajahku ke arah samping. Papa terbangun dan mengajak Surya untuk mengobrol. Aku bersandar di jok mobil, kemudian pura-pura tidur.