📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂
Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.
"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."
"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.
"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karam
Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama dengan hari kemarin, di hari keduanya sebagai anak magang Jesi berangkat lebih pagi. Bahkan perusahaan masih belum terlalu ramai saat dirinya tiba. Dengan pelan Jesi berjalan masuk ke dalam, senyum ramah selalu dia berikan pada setiap orang yang berpapasan dengannya.
Berdiri di depan lift seorang diri, sambil menunggu pintu terbuka dia berulang kali memijit kakinya. Tengah malam tadi saja dia terbangun dan benar-benar terjaga hingga fajar menyingsing. Kakinya terasa begitu sakit akibat dari lari naik tangga kemarin. Sampai saat ini setiap melangkah rasa sakit campur pegal itu kian terasa. Ingin sekali rebahan di rumah, di pijit oleh bi Inah sambil makan cemilan dan nonton TV. Tapi semua itu tak mungkin saat ini. Jangankan cemilan pagi tadi saja sebelum berangkat Jesi hanya sarapan lontong dan gorengan yang ada di warung bawah tempat dirinya kost.
Begitu pintu lift terbuka Jesi segera masuk dan menekan angka empat, lantai dimana divisinya berada. Namun sebelum pintu tertutup seseorang yang begitu ia kenali masuk, tanpa bicara pria itu hanya melihatnya sekilas kemudian menekan angka lantai tujuannya.
Merasa canggung karena diabaikan Jesi memilih lebih dulu menyapa.
"Selamat pagi pak Darmawan. Pagi banget bapak udah datang, biasanya di TV-TV direktur datangnya belakangan."
"Pagi."
"Buset irit banget euy jawabannya." Batin Jesi.
Hening. Tak ada lagi percakapan diantara keduanya. Jesi memilih diam dari pada kena tatapan tajam seperti kemarin. Begitu tiba di lantai empat Jesi segera keluar.
"Permisi saya duluan pak." Pamitnya sopan.
"Iya." Jawab Rama. Sebelum pintu kembali tertutup ia memperhatikan Jesi yang berjalan begitu pelan dengan sedikit pincang.
"Habis bikin ulah apa itu anak, jam segini jalannya udah pincang gitu." Gumamnya.
Jesi berhenti di depan ruangan yang bertulisan 'divisi keuangan' di atas pintu. Dilihatnya ruang kerja yang cukup luas itu dari luar. Penggunaan kaca sebagai dinding antar ruangan membuatnya bisa melihat dengan jelas ke dalam sana. Ruangan yang tak terlalu luas, terdiri dari beberapa meja keja yang dibatasi dengan kubikel antar meja, satu meja bundar panjang yang bisa ia perkirakan digunakan untuk rapat, serta area tempat cetak dan penggandaan dokumen.
"Anak magang yah?" Jesi mengangguk dan menggeser tubuhnya dari depan pintu, memberi jalan pada pria tua berkaca mata tebal yang baru datang.
"Silahkan masuk." Ucapnya. Jesi mengikutinya dan duduk di kursi yang sudah disediakan untuk anak magang.
Tak lama satu persatu karyawan mulai berdatangan hingga ruangan itu menjadi ramai. Jesi merasa senang berada di tengah-tengah tim divisi keuangan yang semuanya perempuan kecuali manager mereka.
"Kerja bareng kita nggak usah tegang. Kita di sini kayak keluarga. Kalian berdua nggak usah canggung, anggap aja kita ini kakak kalian." Ujar Mba Siska ramah. Diantara lima orang perempuan bagian keuangan, mba Siska yang paling ramah dan suka bercanda.
Ada mba Tary, mba Dewi, sama mba Iis juga yang sama-sama ramah. Kecuali Mba Dina, wanita yang paling modis diantara yang lain itu terlihat ketus dan hanya berbicara seperlunya saja.
"Nah ini tugas pertama kalian." Mba Tari meletakan setumpuk laporan di hadapan Dini dan Jesi.
"Foto copy laporan aja dulu buat pemanasan yah. Masing-masing bikin rangkap sepuluh." Lanjutnya.
"Foto copy nggak usah berduaan, satu orang kesini bantu cek keabsahan nota masuk." Ucap Mba Dina, membuat Dini menghampiri mejanya dan Jesi harus menggandakan laporan sendiri.
Jesi masih mematung di depan mesin foto copy, dia tak tau cara menggunakan benda itu. Selama ini hanya melihat tukang foto copy melakukannya dengan begitu cepat.
"Gini caranya." Manager yang sedari tadi memperhatikan menghampirinya dan memberi contoh penggunaannya.
"Oh gitu caranya yah pak. Makasih."
Lembar demi lembar Jesi gandakan dengan sabar meski dirinya harus berdiri lama di depan mesin foto copy dan merasakan kakinya yang kian pegal.
Saat jam istirahat tiba seperti karyawan yang lain Jesi dan Dini makan di kantin perusahaan bersama dengan teman-teman satu divisinya. Selesai makan siang, tak ada pekerjaan untuk mereka. Semua senior sedang rapat akhir bulan. Waktu senggang itu digunakan oleh Dini untuk mempelajari aplikasi laporan keuangan yang digunakan oleh perusahaan, sementara Jesi memilih tiduran di sofa panjang sambil menonton vidio konser BTS di youtube.
"Jes nggak bosen nonton terus?" Tanya Dini yang baru saja duduk di sampingnya.
"Nggak." Jawab Jesi irit, dia masih fokus dengan ponsel di tangannya.
"Nah ini biang keroknya yah! Malah santai-santai disini!" Bentak Dina yang baru saja masuk ke dalam ruangan bersama yang lainnya.
"Maksud mba Dina apa?" Tanya Jesi.
"Kamu yang tadi foto copy laporan kan?" Dina menunjuk Jesi.
"Iya mba." Jesi mengangguk.
"Kamu baru satu hari magang aja udah bikin masalah. Bikin divisi kita malu tau nggak? Bukannya bantu malah jadi beban. Enam tahun saya kerja di sini baru sekarang divisi keuangan punya cela gara-gara laporan keuangan kurang satu lembar."
"Gimana bisa tau kenaikan kas kita kalo lembar terakhir dari laporan arus kas nggak ada?"
"Kamu itu cuma foto copy aja nggak becus!" Sentaknya.
"Tapi aku udah foto copy semua mba. Nggak kurang satu pun. Mungkin pas dikasih ke aku berkasnya emang kurang kali." Tak terima disalahkan Jesi membela diri tanpa takut sedikit pun.
"Jangan coba-coba nyalahin orang lain atas ketidakmampuan kamu!" Kesal Dina.
"Dina udah. Lagian masalahnya juga udah beres." Lerai Siksa.
"Iya sudah tak perlu di perpanjang. Lain kali harus lebih teliti yah." Timpal manager menengahi.
Dina terlihat acuh, mengambil tasnya dan berlalu pergi.
"Jangan dimasukin ke hati yah. Mba Dina emang orangnya perfeksionis. Dia kayak gitu supaya kamu nggak ngulangin kesalahan yang sama." Ujar Siksa.
Jesi tak ambil pusing, dia mengangkat bahunya sambil tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Pada ngegas aja terus sama gue." Batin Jesi.
"Lo nggak apa-apa kan, Jes? Gila mba Dina sadis banget euy." Ucap Dini saat semua karyawan sudah pulang.
"Nggak apa-apa. Gitu doang mah nggak ngefek." Jawab Jesi.
"Ya udah syukur deh. Pulang yuk!"
"Duluan aja ntar gue nyusul." Jawab Jesi.
Setelah cukup lama menyendiri, Jesi keluar dengan wajah murung. Jujur, dibentak seperti tadi benar-benar membuat dirinya sesak.
"Awas aja ntar kalo gue udah jadi sultan lagi. Gue balas deh." Ucapnya lirih.
"Hei si neng Aqua ternyata... Mau balas siapa?" Suara dari belakangnya membuat Jesi berbalik.
"Jesi, Pak Raka. Bukan Aqua!" Ucapnya pada Raka.
"Oke-oke neng Jesi deh. Kenapa itu wajah cantiknya ditekuk gitu. Cerita sama kakak coba." Ucap Raka.
"Kakak?" Ulang Jesi.
"Iya kalo lagi nggak kerja gini panggil kakak aja. Bosen gue dipanggil bapak mulu. Berasa tua jadinya. Panggil gue kak Raka."
"Terus lo panggil dia Karam!" Imbuhnya sambil menunjuk Rama.
"Karam?" Ucap Jesi, "kok jadi kayak sebutan buat kapal yang tenggelam. Karam." Imbuhnya sambil tertawa pada Rama tapi yang ditertawakan malah datar saja, senyum pun tidak.
"Kok bisa pak Darmawan dipanggilnya jadi Karam sih kak Raka?"
"Lah emang lo kagak tau nama dia?" Tanya Raka yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Jesi.
"Ramadhan Darmawan. Kak Rama, kalo di singkat jadi karam." Jawab Raka sambil tertawa mengejek pada Rama.
"Nama aja Ramadhan Darmawan. Kayaknya tuh orang tuanya pas ngasih nama salah minum obat deh. Namanya pake Darmawan tapi sikapnya nggak kayak namanya, senyum aja pelit. Nggak ada dermawan-dermawannya sama sekali." Batin Jesi.