NovelToon NovelToon
Sengketa Di Balik Digital

Sengketa Di Balik Digital

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Balas Dendam / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:459
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

Di tengah duka yang belum usai, tahta digital Sasha mulai retak. Kematian sang kekasih, Bara, yang seharusnya menjadi akhir dari sebuah cerita cinta, justru menjadi awal dari mimpi buruknya. Sebagai CEO tunggal super-aplikasi raksasa Digital Raya, ia tak punya waktu untuk meratap. Dari ruang rapat yang dingin, keluarga yang seharusnya menjadi pelindung kini menjelma menjadi predator, mengincar mahakarya yang mereka bangun bersama.

Namun, ancaman tidak hanya datang dari dalam. Saat serangan siber global mengoyak benteng pertahanan DigiRaya, Sasha terpaksa bersekutu dengan sosok yang paling ia hindari: Zega, seorang peretas jenius yang sinis dan memandang dunianya dengan penuh kebencian. Aliansi penuh percik api ini menyeret mereka ke dalam labirin digital yang gelap.

Di antara barisan kode dan serangan tak kasat mata, Sasha menemukan sesuatu yang lebih mengerikan: serpihan kebenaran yang sengaja ditinggalkan Bara. Sebuah bisikan dari balik kubur yang mengisyaratkan rahasia kematiannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Kabar Yang memacu ketegangan

Waktu membeku. Bagi Sasha, tiga pria bersenjata yang baru saja masuk itu terasa lebih menakutkan daripada seluruh dewan direksi DigiRaya. Seragam DigiRaya Security yang dimodifikasi pada tubuh mereka adalah penghinaan; simbol warisan Bara kini digunakan untuk mengakhiri hidupnya.

Zega bertindak. Ia tidak menarik Sasha menjauh, justru menariknya lebih dekat, menekannya ke pinggulnya seolah mereka adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tindakan ini bukan pertahanan, melainkan provokasi. Mata Zega tidak tertuju pada Rako, melainkan pada tiga bayangan bersenjata itu.

“Kau tidak pintar, Rako,” desis Zega, suaranya dipenuhi baja. “Kau menjebak kami di sini, tapi kau lupa, pabrik gula tua ini sudah seharusnya mati. Dan kau baru saja menyalakannya.”

Rako tertawa. “Ancaman yang lucu, Zega. Anak buahku dibayar tunai. Mereka tidak peduli dengan pemadaman listrik.”

“Aku juga tidak,” balas Zega. Tangan kirinya bergerak cepat di belakang punggung Sasha, membuka ransel. Ia mengeluarkan laptop Bara, meletakkannya di lantai, dan menyambungkan seutas kabel tipis yang tersembunyi di saku jaketnya ke slot USB yang dimodifikasi. Kabel itu terhubung ke sebuah kotak kecil yang ia lempar ke tumpukan besi tua di sudut aula.

Sasha merasakan lonjakan arus listrik yang tiba-tiba. Detik berikutnya, semua lampu di aula pabrik berkedip-kedip liar, mesin-mesin tua mulai berderak, dan kemudian, kegelapan total menghantam. Udara dipenuhi bau ozon yang tajam.

“EMP lokal,” Zega mendesis di telinga Sasha. “Hanya bertahan lima belas detik. Dia tidak bisa melihat kita di termal, dan pistol mereka sudah terganggu.”

Para penjaga berteriak, bingung. Rako, yang lebih tua, butuh waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri. Di tengah kekacauan itu, Zega mendorong Sasha ke belakang tumpukan karung goni yang lembap.

“Pistol! Tembak ke arah langit-langit!” perintah Zega. “Tarik perhatian mereka ke atas. Aku akan urus Rako.”

Sasha, tanpa berpikir dua kali, mengeluarkan pistol kecil itu. Dinginnya baja adalah satu-satunya hal nyata dalam kegelapan itu. Ia menembak dua kali ke atas. Suara tembakan itu memekakkan telinga di ruang tertutup, diikuti oleh jatuhnya debu gula dan potongan genteng tua.

Tiga penjaga itu menembak balik secara membabi buta ke arah suara. Peluru mereka mengenai karung goni, menyemburkan gumpalan debu yang tebal, menciptakan awan putih yang sempurna di tengah kegelapan.

“Maya, ke kanan!” Zega menariknya ke dalam awan debu gula. Penglihatan mereka sama-sama terganggu, tetapi Zega punya rencana. Ia menendang tumpukan karung goni, menyebabkan longsoran yang mengubur salah satu penjaga. Dalam sekejap, Zega sudah berada di belakang penjaga kedua.

Pertarungan itu brutal, cepat, dan senyap. Zega menggunakan kabel baja tipis yang tersembunyi di ikat pinggangnya, melilitkannya ke leher penjaga itu. Dalam dua detik, penjaga itu ambruk, napasnya terputus.

Sasha, berlumuran keringat dan debu gula, berlari menuju gerbang belakang yang berderit terbuka tadi. Ia harus mencapai pintu itu sebelum Rako menyalakan generator cadangan.

“Aku di sini, Maya!” Suara Rako terdengar dari dekat. Ia menyalakan senter di ponselnya, cahayanya yang kecil membelah kegelapan, mencari Sasha.

Sasha berbalik, menyadari ia telah berlari terlalu jauh dari Zega. Rako melihatnya. Senter itu mengarah tepat ke wajah Sasha. Rako menyeringai, senyum predator.

“Kau pikir CEO sepertimu bisa lari dariku?” Rako mulai berjalan mendekat.

Sasha mengangkat pistol. Tangannya gemetar. Ini adalah momen kebenaran. Dia harus menembak.

Tiba-tiba, senter Rako mati. Bukan mati, tapi meledak dalam asap kecil. Zega, yang entah bagaimana berhasil menyelinap melalui kabut debu, telah melemparkan sekering bertegangan tinggi yang dimodifikasi. Zega muncul dari kegelapan, bergerak secepat kilat, menabrak Rako dengan bahu kirinya.

Mereka berdua terjatuh ke lantai. Zega berada di atas Rako, mencekiknya. Rako yang berbadan besar berusaha melawan, tetapi Zega memiliki kecepatan dan kemarahan yang membara. “Kau menjual kami untuk Hadi! Kau menjual integritasmu!” Zega berteriak, suaranya dipenuhi kepahitan. “Berapa yang dia bayar? Apakah itu sepadan dengan jaringanmu yang akan kumatikan besok?”

“Dia akan membayarmu lebih banyak!” Rako terengah-engah.

Zega melepaskan cengkeramannya, tapi bukan untuk berbelas kasih. Ia mengambil senter mati Rako dan memukul rahangnya. Rako terdiam, pingsan.

“Selesai. Ambil laptopnya!” Zega menarik Sasha, yang masih berdiri membeku di tempatnya.

Sasha meraih laptop Bara yang tergeletak di lantai, hatinya berdebar kencang. Mereka berlari ke pintu belakang. Zega mendorongnya terbuka, dan mereka berada di jalan tanah gelap di belakang pabrik.

“Kita tidak bisa kembali ke mobil curian itu. Mereka pasti sudah menemukannya,” Zega berkata, napasnya berat. Ia menarik Sasha ke balik semak-semak, melepaskan cengkeraman tangannya hanya untuk melingkarkan lengannya di pinggang Sasha lagi.

“Kita harus naik perahu. Rako menyebut kapal ke Pulau Dewata sebelum fajar. Itu berarti pelabuhan terdekat,” Sasha berkata, berusaha memikirkan peta Jombang.

“Pelabuhan terdekat adalah Paciran, Lamongan. Dua jam dari sini. Tidak ada waktu untuk berkendara. Kita butuh transportasi cepat yang tidak dilacak,” Zega menghela napas. Ia memandang Sasha, wajahnya hampir tidak terlihat dalam kegelapan, tetapi Sasha bisa merasakan intensitas matanya.

“Kau menembak dengan baik, CEO. Hampir seperti kau sudah terlatih,” Zega berkata, nada suaranya kembali menjadi gabungan antara ejekan dan kekaguman.

Sasha menyandarkan kepalanya ke bahu Zega, mencoba menenangkan jantungnya. “Aku belajar dari yang terbaik, hacker. Sekarang, bisakah kita berhenti bicara soal keahlian menembak dan fokus pada pelarian?”

Zega menariknya lebih dekat. Kehangatan tubuh mereka, aroma keringat, debu gula, dan ketakutan menciptakan koktail yang memabukkan. Sentuhan ini terasa seperti janji, dan janji itu sangat berbahaya.

“Kita harus terlihat seperti kita sudah gila, ingat?” Zega mengingatkan, lalu ia menurunkan wajahnya. Bibirnya menyentuh bibir Sasha, kali ini tidak dingin dan strategis seperti di gorong-gorong. Ciuman ini panas, mendesak, dan penuh kebutuhan. Itu adalah pengakuan bahwa, di tengah pembunuhan dan pengkhianatan, mereka saling membutuhkan untuk tetap waras—dan hidup.

Sasha membalas ciuman itu, tangannya melingkari leher Zega. Dalam keheningan malam kota Jombang, jauh dari kemewahan DigiRaya, dia bukan lagi CEO yang berduka, melainkan 'Maya', seorang buronan yang kecanduan pada pria berbahaya di depannya.

“Di belakang pabrik ini ada jalur kereta tua. Kereta barang ke Surabaya sering lewat jam tiga pagi. Itu rute tercepat untuk menuju pesisir Lamongan,” Zega berbisik, memutus ciuman itu, tetapi dahi mereka masih bersentuhan.

“Kereta? Bukankah itu terlalu berisiko?”

“Tidak ada yang mencari CEO di gerbong barang. Kita harus berbaur dengan yang terbuang. Aku tahu caranya,” Zega menariknya, dan mereka mulai berjalan menyusuri jalan setapak di belakang pabrik yang penuh ilalang.

Mereka berjalan selama hampir satu jam, menghindari jalan utama, hingga mereka mencapai rel kereta yang berkarat. Di kejauhan, mereka mendengar peluit panjang, menandakan kereta barang sudah dekat.

Saat kereta itu melambat untuk melewati persimpangan, Zega menarik Sasha. “Kita punya sepuluh detik untuk melompat ke gerbong terbuka. Jangan panik. Tahan peganganku.”

Adrenalin kembali memompa. Zega melompat lebih dulu ke gerbong terbuka yang penuh dengan terpal dan peti kemas, lalu ia berbalik, mengulurkan tangannya yang kuat.

Sasha melompat. Ia hampir terpeleset, tetapi Zega menariknya dengan kekuatan yang mengejutkan, dan mereka jatuh bersamaan di lantai gerbong yang kotor dan berminyak.

Kereta mulai mempercepat lajunya, meninggalkan Jombang yang gelap dan pabrik gula yang kini penuh dengan mayat dan paman yang berkhianat.

Mereka berdua duduk di antara tumpukan terpal. Laptop Bara aman di ransel. Mereka berhasil. Untuk saat ini.

“Baiklah, Maya,” Zega berkata, menyandarkan kepalanya ke dinding besi gerbong. “Kita sudah keluar dari sarang ular Hadi. Sekarang kita menuju ke Bali. Tapi kita tidak bisa datang ke konferensi sebagai buronan. Kita butuh kartu as.”

“Bukti bahwa Bara menjual data pengguna?” tanya Sasha, suaranya dipenuhi rasa sakit. Meskipun ini adalah kunci untuk melawan Hadi, itu adalah penghinaan terhadap memori Bara.

Zega menggeleng. “Tidak cukup. Hadi akan membalikkan narasi itu. Dia akan bilang Bara berkhianat, dan kau hanya membersihkan namanya. Kita butuh sesuatu yang lebih besar.”

Zega membuka laptop Bara. Layar menyala, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang masuk melalui celah gerbong. Ia mengetik beberapa baris kode.

“Aku sudah memeriksa semua yang Bara tinggalkan. Selain jejak penjualan data ke Express Teknologi di awal, ada satu folder yang dienkripsi dengan sangat kuat. Bara menyebutnya ‘Project Purity’,” Zega menjelaskan, matanya terpaku pada kode.

“Project Purity? Itu terdengar seperti nama untuk membersihkan namanya setelah skandal data itu,” kata Sasha, mencondongkan tubuhnya ke depan, bahunya menyentuh bahu Zega.

“Mungkin. Atau, ini adalah bukti bahwa Bara menemukan sesuatu yang jauh lebih busuk. Sesuatu yang membuatnya dibunuh, bukan hanya karena ia ingin menjual DigiRaya.” Zega menarik napas. “Aku tidak bisa memecahkan enkripsinya saat ini. Ini butuh kekuatan pemrosesan yang serius, mungkin server utama DigiRaya yang sudah dibekukan Hadi.”

Sasha menatapnya. “Jadi, kita pergi ke Bali untuk mendapatkan koneksi, menstabilkan posisi, dan kemudian kembali ke Jakarta untuk membobol markas kita sendiri?”

Zega menoleh padanya. “Tepat. Kita akan menggunakan konferensi itu sebagai panggung. Ekspos Express Teknologi dan Hadi. Sementara dunia melihat ke Bali, kita akan mencari cara untuk mengakses ‘Project Purity’. Ini adalah satu-satunya cara kita bisa menyelamatkan perusahaanmu dan membersihkan nama Bara sepenuhnya.”

Kereta terus melaju kencang, membawa mereka semakin jauh dari Jakarta dan semakin dekat ke Pulau Dewata. Sasha menyadari bahwa taruhan mereka kini telah berlipat ganda. Mereka bukan hanya melarikan diri dari gugatan; mereka adalah pemain utama dalam permainan spionase korporat global.

“Apa pun yang terjadi, jangan pernah jauh dariku, Maya,” Zega berkata, kata-kata itu ambigu, mengacu pada keamanan dan kepemilikan. Ia menutup laptop, menyimpannya kembali.

Sasha mengangguk, melihat ke luar gerbong. Kegelapan masih menyelimuti Jawa Timur, tetapi di kejauhan, di timur, ada garis samar cahaya fajar. Itu adalah janji, atau mungkin, peringatan.

Tiba-tiba, suara dering keras memecah keheningan. Itu bukan ponsel Zega. Sasha merogoh saku jaket Zega dan mengeluarkan ponsel kecil yang digunakan Zega untuk meretas Kijang tadi. Sebuah notifikasi darurat terpampang di layar kecil itu.

Zega mengambilnya, matanya membesar saat membaca pesannya.

“Apa itu?” tanya Sasha.

“Audit pemerintah bukan satu-satunya masalah kita, Sasha,” Zega menatap Sasha dengan mata yang dingin dan tegang. “Express Teknologi baru saja mengirimkan peringatan hukum. Mereka mengajukan gugatan senilai miliaran dolar terhadap DigiRaya, menuduh Bara melakukan pelanggaran paten besar-besaran sebelum kematiannya.”

Zega menelan ludah, menunjukkan betapa buruknya situasi itu. “Gugatan ini tidak hanya melumpuhkan perusahaanmu secara finansial. Ini adalah langkah hukum untuk meminta ekstradisi. Begitu kita mendarat di Bali, kita tidak hanya dicari oleh Hadi. Kita akan dicari oleh polisi internasional atas tuduhan kejahatan finansial.”

Zega membuang ponsel itu. Mereka sekarang tidak memiliki status hukum sama sekali. Mereka adalah target global.

“Bali bukan lagi tempat perlindungan,” kata Sasha, merasakan adrenalin dingin mengalir. “Itu adalah medan pertempuran.”

“Ya,” Zega setuju, menyeringai. “Dan... kau dan aku akan menjadi pertunjukan utama.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!