NovelToon NovelToon
Transmigrasi Menjadi Gundik

Transmigrasi Menjadi Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Fantasi Wanita / Era Kolonial
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: indah yuni rahayu

Kembali hidup setelah dirinya mati terbunuh. Itulah yang dialami gadis jenius bisnis bernama Galuh Permatasari. Ia bertransmigrasi ke era kolonial menjadi seorang gundik dari menheer tua bernama Edwin De Groot. Di era ini Galuh bertubuh gendut dan perangainya buruk jauh dari Galuh yang asli.

Galuh memahami keadaan sekitarnya yang jauh dari kata baik, orang - orang miskin dan banyak anak kelaparan. Untuk itu ia bertekad dengan jiwa bisnisnya yang membludak untuk mengentaskan mereka dari keterpurukan. Memanfaatkan statusnya yang sebagai Gundik.

Disaat karirnya berkembang, datanglah pemuda tampan yang tidak lain adalah anak dari menheer tua bernama Edward De Groot. Kedatangannya yang sekedar berkunjung dan pada akhirnya jatuh cinta dengan gundik sang ayah.

Lantas, bagaimana kisah kelanjutannya ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mendapatkan Bukti

"Nyai, ini dokumen yang sudah aku salin." ujar Karso sambil memberikan pada Galuh.

"Kerja Bagus, Terima kasih, Kang," kata Galuh sambil tersenyum dan menerima kertas yang disalin Karso. "Aku akan segera memeriksa dan memberikannya pada parlemen untuk ditandatangani." Karso mengangguk puas.

Galuh mulai memeriksa dokumen yang disalin Karso dengan teliti. Suasana di ruangan menjadi lebih tenang sejenak. Kemudian nyai Galuh berpisah dengan Karso.

Nyai Galuh merasa sedikit takut ketika berpapasan dengan Van Der Meer. Ia mendekap erat tasnya. Tas yang berisi dokumen-dokumen penting yang bisa membuktikan ketidakadilan sistem tanam paksa. Dengan keberanian yang mulai tumbuh dalam hatinya, Nyai Galuh menatap Van Der Meer dengan tegas, berusaha menyembunyikan rasa takut yang sebenarnya dirasakannya.

"Selamat pagi, Tuan Van Der Meer," katanya dengan suara yang stabil, jantungnya berdebar kencang. Van Der Meer membalas tatapan Nyai Galuh dengan sinis, membuat Nyai Galuh merasa semakin waspada.

Van Der Meer , "Eum, Nyai Galuh, kamu sedang apa?" tanya Van Der Meer singkat.

Nyai Galuh sudah mempersiapkan jawaban untuk ini. "Saya hanya mengantar makanan untuk Tuan Edwin, Tuan," jawab nyai Galuh mencoba santai.

Van Der Meer memandang bekal yang dibawa Galuh dan mengangguk. "Ah, baiklah. Tuan Edwin pasti akan senang menerima bekal itu." Dia tidak curiga lagi dan membiarkan Galuh pergi, sementara Galuh bernapas lega karena alibinya berhasil.

Sementara itu, Karso diam-diam memperhatikan percakapan antara Galuh dan Van Der Meer sambil berpikir apakah akan ketahuan jika telah menyalin dokumen yang penting, untungnya tidak.

Nyai Galuh berjalan menjauh dengan langkah mantap, matanya terus memantau sekeliling sambil membawa bungkusan kecil berisi bekal di tangan. Dia tahu Edwin sedang menunggu, dan dia harus berhati-hati agar tidak ada yang curiga. "Ini untukmu, Tuan," katanya dengan suara pelan saat menyerahkan bungkusan itu kepada Edwin.

"Bagaimana dengan dokumennya ?" tanya Edwin sembari menerima bungkusan itu.

"Sudah kubawa dokumen itu, Tuan," kata Nyai Galuh sambil menepuk tas kecil yang dibawanya. "Akan kujaga dengan baik sampai saatnya membawa ke parlemen." Edwin mengangguk lega, merasa lebih tenang dengan dokumen penting itu ada di tangan Nyai Galuh.

Di sisi lain.

Merry tampak gelisah, ia tidak begitu fokus dalam belajar. Pikirannya berkelana dengan tawaran Agnes di klub malam. Bagaimana bisa ia akan pergi di malam hari ?

Merry terus-menerus memikirkan tawaran Agnes, membayangkan bagaimana rasanya berada di klub malam, merasakan kebebasan dan keseruan yang ditawarkan Agnes. Ia merasa tarik ulur dalam dirinya, antara kehidupan sekolah yang teratur dan stabil dengan godaan untuk mencoba sesuatu yang baru dan mungkin terlarang. Merry menundukkan kepalanya, mencoba fokus pada buku pelajaran di depannya, tapi pikirannya tetap melayang. Ia tahu bahwa jika ibunya mengetahui tentang Agnes dan klub malam, pasti akan ada masalah besar. Tapi, rasa ingin tahu dan keinginan untuk merasakan kebebasan membuat Merry semakin penasaran. Apa yang akan terjadi jika dia memutuskan untuk pergi?

Setelah pelajaran berakhir Agnes menghampirinya, "Merry, jika kamu takut untuk pergi di malam hari, mungkin kamu bisa mencoba bekerja di siang hari menjadi pelayan di kedai."

Merry memandang Agnes dengan bingung, "Pelayan di kedai ? Tapi aku tidak punya pengalaman," katanya dengan ragu-ragu. Agnes tersenyum dan duduk di sebelah Merry, "Aku bisa bantu kamu, aku punya kenalan di kedai yang sedang mencari pekerja part-time. Gajinya cukup lumayan, dan kamu bisa belajar banyak hal baru," Agnes menjelaskan dengan santai.

Merry memikirkan tawaran Agnes, membandingkan antara bekerja di kedai dengan pergi ke klub malam. Mungkin ini bisa jadi pilihan yang lebih aman dan stabil baginya. "Apa kamu benar-benar bisa bantu aku?" tanya Merry dengan sedikit harapan.

"Tentu, bayangkan jika kamu punya uang sendiri."

"Tasya dan Linda tidak akan... mengejekku lagi karena selalu bergantung pada ibuku." Merry menyelesaikan kalimat dalam hati, merasa ada motivasi baru untuk menerima tawaran Agnes. Dengan uang sendiri, Merry bisa membeli barang-barang yang dia inginkan, bepergian dengan teman-teman, dan merasa lebih mandiri. "Oke, aku tertarik. Bagaimana caranya?" Merry bertanya dengan tekad baru, merasa bahwa ini bisa jadi awal dari perubahan besar dalam hidupnya.

"Ikut denganku !"

Merry mengangguk, merasa sedikit gugup tapi juga penasaran tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. "Oke, aku siap," katanya singkat, memasukkan buku-bukunya ke dalam tas sambil terus memandang Agnes dengan rasa ingin tahu yang semakin besar.

Setelah pulang sekolah, Merry mengikuti Agnes ke mobil yang terparkir tidak jauh dari sekolah. Sopirnya, yang berpakaian rapi dengan topi hitam, membuka pintu mobil dan memberi hormat sedikit. Agnes tersenyum dan mengucapkan terima kasih sebelum menoleh ke arah Merry. "Selamat datang di dunia baru, Merry," kata Agnes dengan senyum misterius.

Mobil sedan Mercedes-Benz antik yang elegan, warna hitam mengkilap dengan interior kulit coklat yang mewah mencuri perhatian Merry. "Kamu suka mobil ini?" tanya Agnes sambil menepuk bodi mobil dengan bangga.

Merry memandang mobil itu dengan kagum, "Wah, mobilnya bagus banget!" katanya dengan mata berbinar. Agnes tertawa dan mengajak Merry masuk ke dalam.

Setelah tiba di sebuah kedai yang ramai dengan para pengunjung, Agnes menggiring Merry menuju pemilik kedai.

"Nyonya Hans, ini temanku Merry. Ia ingin bekerja paruh waktu apa bisa?"

Nyonya Hans menatap Merry dengan pandangan yang tajam, lalu mengangguk perlahan. "Baiklah, apa kemampuanmu?" tanya Nyonya Hans langsung pada intinya. Merry menjelaskan pengalamannya, dan Nyonya Hans mendengarkan dengan saksama. "Saya rasa kamu cocok bekerja di kedai teh saya. Gajinya cukup untuk hidup di kota ini. Apakah kamu tertarik?"

Merry tampak ragu sejenak sebelum mengangguk dengan mantap. "Saya tertarik, Nyonya."

Nyonya Hans adalah wanita Belanda dengan penampilan yang elegan dan anggun, dengan wajah yang tegas namun memiliki senyum yang hangat. Rambutnya yang coklat kemerahan dan disisir dengan rapi, dan dia sering mengenakan gaun yang modis sesuai dengan standar mode Eropa. Dengan postur yang tegap dan sikap yang percaya diri, Nyonya Hans memancarkan aura kepemimpinan dan otoritas di kedai yang dia kelola. Matanya yang tajam dapat melihat detail-detail kecil, membuatnya menjadi seorang pengusaha yang cerdas dan disegani. Meskipun demikian, dia juga memiliki sisi yang hangat dan perhatian terhadap pekerja-pekerjanya.

Wanita berusia 46 tahun itu tersenyum. "Baik, kamu bisa mulai besok. Saya akan kasih tahu detailnya."

Merry tersenyum lega dan mengangguk dengan antusias. "Terima kasih, Nyonya. Saya tidak sabar untuk mulai bekerja besok," katanya dengan penuh semangat.

Nyonya Hans mengangguk dan memberikan instruksi lebih lanjut tentang jam kerja dan tugas-tugas yang akan diberikan kepada Merry. Setelah semuanya jelas, Merry dan Agnes pamit dan meninggalkan kedai dengan hati yang gembira, merasa lega telah mendapatkan pekerjaan baru.

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Maksudku tentang pekerjaan mu?" tanya Merry yang masih penasaran dengan latar belakang Agnes.

"Aku akan bekerja nanti malam." sahut Agnes.

"Di klub malam?" tanya Merry penasaran.

"Aku tidak perlu menjawabnya." sahut Agnes sambil tersenyum.

Merry mengangkat alis, penasaran dengan pekerjaan Agnes di klub malam. "Hmm, kamu memang misterius ya," kata Merry sambil tersenyum. Agnes hanya tertawa dan menggoda Merry tentang pekerjaannya yang 'santai' di kedai Nyonya Hans. Merry hanya menggelengkan kepala, tersenyum dengan senang hati.

1
Yusni
mengerikan jmn belanda dulu ...semoga galuh bisa membantu kaum pribumj
Yusni
kapok edwin...hhhrhrhf
Yusni
menunggu aksi galuh yg bikin org melonggo..buat galuh jg nelayani sii edwin thor
Yusni
mgk galuh akan bukin kejutan lainnya
Kam1la
terima kasih, tolong dukungan nya...😍
Yusni
jg smpe ngk tamat thor..asliiii ceritanya kerennnnnnn
Yusni
tambah apik ceritanya
Yusni
suka cerita seperi ini....semangat thor
Yusni
keren ceitanya tpi kok sepi yg baca ...
Yusni
mampir baca semoga semakin menarik
Kam1la
selamat datang reader, semoga terhibur dengan cerita tentang nyai Galuh. sekian lama up, belum ada komentar nih dari kalian. Yuk, dukung terus author tercinta ini dengan memberi like, subscriber, hadiah dan yang paling ditunggu komentar kalian.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!