Sebuah masa lalu terkadang tidak ingin berhenti mengejar, membuat kehidupan seseorang berhenti sejenak dan tenggelam dalam sebuah luka.
Lituhayu terjebak dalam masa lalu itu. Masa lalu yang dibawa oleh Dewangga Aryasatya, hingga membuat gadis itu tenggelam dalam sebuah luka yang cukup dalam.
Waktu terus bergulir, tapi masa lalu itu tidak pernah hilang, bayangnya terus saja mengiringi setiap langkah hidupnya.
Tapi, hanya waktu juga bisa menyadarkan seseorang jika semua sudah berakhir dan harus ada bagian baru yang harus di tulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Menyimpan Luka
" Mbak Alana, dapat salam dari Mas Juna." ucap Narti saat warung sedikit lenggang.
" Mas Juna?" ulang Alana.
" Iya, putra pak lurah yang sekarang dinas di puskesmas." ucap Narti dengan sangat antusias menceritakan siapa Arjuna. Dokter muda yang baru saja mendapatkan penempatan di puskesmas daerahnya.
" Oh aku pernah ketemu, Mbak." jawab Alana yang baru sekali bertemu dengan Juna.
" Ganteng ,kan, mbak? Dokter pula, anak orang kaya."
" Pak Lurah itu juga tuan tanah di sini. Mbak Alana jadi tidak akan kesusahan jika jadi istrinya Mas Juna." cerocos Narti dengan segala kepolosannya.
"Eh-eh, kenalan saja belum kok bahasnya sampai jadi istri. Kejauhan Mbak Narti!" Elak Alana. Dirinya masih belum tertarik untuk membahas pernikahan atau pun percintaan.
" Tapi sepertinya Mas Juna suka sama Mbak Alana. Cinta pada pandangan pertama gitu!" lanjut Narti membuat Alana hanya menggeleng.
" Ehem... Ehmm..." suara deheman itu membuat Alana dan Narti.
"Eh, Pak Aris, mari silahkan? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Alana yang langsung sigap menyambut kedatangan Pak Aris bersama sopirnya.
" Mampir saja, Mbak. Sekalian pesan kopi dua dan menu disini ada apa saja?" tanya Aris saat memilih tempat duduk di bawah pohon dekat dengan jalan.
" Hanya kopi hitam, donat, dan lumpia. Oh ya kami juga ada mie nyemek dengan varian rasa." jelas Alana masih dengan berdiri. Kemudian dengan sopan, menunjukkan jajaran mie instan yang berjajar rapi di etalase.
"Kopi hitam, lumpia dan mie goreng Aceh. Telurnya dua. Untuk dua orang." ucap Aris.
"Mienya pedas atau sedang?" tanya Alana.
" Sedang."
" Baik tunggu sebentar, Pak!" Alana langsung masuk ke dalam kedai berbagi tugas dengan Narti.
Narti menggoreng Lumpia dan membuat kopi, sedangkan Alana membuat mie. Biasanya Narti yang menanyakan dan mengantar pesanan. Tapi tamu kali ini membuat Alana yang langsung turun tangan.
Tidak butuh waktu lama, Alana membawa pesanan Pak Aries.
" Silahkan, Pak." ucap Alana dengan meletakkan pesanan di depan kedua tamu warungnya.
Pak Aris tersenyum. Aroma mie dan kopi hitam yang menguar di hidungnya memang menggugah selera. Padahal itu hanya mie dan kopi sederhana, tapi hawa sejuk di daerah pegunungan dan radiasi Curug membuat mie instan dan kopi hitam itu sangat istimewa. Aris merasa gadis muda itu pandai mencari peluang.
" Terimakasih masih." ucap Arif saat pesanan ya sudah lengkap di meja.
Tak lama kemudian Alana masuk dan beberapa tamu yang baru datang di sambut oleh Narti. Warung memang tidak pernah sepi pengunjung, meskipun hanya sekedar singgah untuk mencari kopi di warung Lituhayu.
Kedatangan Aries memang tidak hanya semata untuk makan atau menikmati suasana.
Seperti sebelumnya, beliau mempunyai misi yang masih belum tercapai. Saat ini, Aris mengajak Alana untuk kembali berbicara.
" Mbak Alana hanya menyebutkan nominal berapa, agar kami bisa mengambil alih kedai dan tanah Mbak Alana." bujuk Aris. Dia tidak akan putus asa membujuk gadis manis yang kini duduk manis di depannya.
" Maaf, Pak saya belum berminat untuk menjual tanah ini." tegas Alana. Meskipun sangat muda Alana memang terlihat cukup matang untuk mengambil keputusan.
Aris yang mengira Alana akan mudah tergiur dengan jumlah yang dia tawarkan. Tapi ternyata gadis itu masih bersikukuh dengan keputusannya.
" Bayangkan, Mbak. Seumpama Mbak Alana minta lima milyar, saya rasa cukup untuk membeli rumah dan kendaraan yang layak. Atau membangun kontrakan di kota." Bujuk Aris. Dia mengeluarkan semua kemampuan untuk bernegosiasi.
"Maaf, Pak. Tanah ini satu-satunya peninggalan Eyang." jelas Alana dengan memberikan Alasan. Tapi tidak hanya itu, di tempat ini dia juga mendapatkan ketenangan.
"Saya mengerti, Mbak. Tapi saya juga masih berharap Mbak Alana mempertimbangkannya lagi." ucap Aris sambil tersenyum. Dan Alana pun hanya mengangguk.
Pria itu pun membayar makanan yang dia pesan sebelum meninggalkan warung Ana. Aris merasa membujuk gadis itu ternyata lebih sulit dari pada bernegosiasi dengan sesama pengusaha yang hanya melihat dari sisi keuntungan.
###
Suasana malam sudah sepi. Hanya suara riuh air yang menghujam deras pada sepasang curug itu yang mengisi kesunyian malam ini.
Alana pun kembali membuka sebuah kotak yang sengaja dia simpan dan jangan sampai mamanya tahu dia masih sering melihat isi kotak itu.
Beberapa foto saat dia masih kuliah dan satu buah iPhone yang pernah dia pakai saat masih kuliah.
Masa dimana kehidupannya cukup sempurna. Seperti saat ini, Alana sangat merindukan masa itu. Dengan hati-hati, Alana menghidupkan layar ponselnya tanpa data. Alana memang tidak lagi menggunakan ponsel. Hanya menggunakan ponsel milik mamanya dia bisa menghubungi seseorang yang penting.
Layar ponsel menyala. Terlihat foto dirinya yang diambil dari belakang. Itu adalah hasil karya Dewa saat pria itu diam-diam mengambil gambarnya.
"Aku kangen!" lirihnya Air mata itu kembali luruh. Dia kangen masa-masa itu dan orang yang bersamanya saat itu. Tapi, dia juga berniat untuk menutup semua kenangan itu.
Semua tinggal kenangan, semua tinggal masa lalu yang hanya bisa diingat tanpa bisa diulang.
Jari-jari Alana terus menggeser layar ponselnya. Di dalam salah satu file itu masih lengkap semua foto kebersamaannya dengan Dewa. Pria yang pertama kali membuatnya jatuh hati sekaligus latah hati.
Seperti biasa, setiap kali melihat semua kenangan itu, Alana menangis tergugu. Dia tidak ingin melihat kembali semuanya, kenangan bersama Dewa tapi satu sisi hatinya begitu merindukan pria itu.
"Aku lemah, aku tak bisa melupakanmu begitu saja, Mas. Meski sudah dua tahun aku menenggelamkan diri dalam dunia yang sedang dihadapi." batin Alana terus bermonolog diantar Isak tangisnya.
" Mungkin saat ini kamu sudah bahagia dengan wanita yang kamu cintai, Mas. Tapi maafkan aku jika aku disini masih tertatih-tatih untuk melupakanmu." bisik batin Alana. Dia sudah berusaha keras melupakan pria yang pernah mengisi hari-hari indahnya tapi semua nihil dan itu hanya dia yang tahu.
Orang lain melihat dirinya sebagai sosok yang ramah dan periang. Bahkan, Alana masih menutupi semua luka hatinya dari Mama Airin, sehingga wanita itu selalu beranggapan jika karena dirinyalah Alana enggan untuk memikirkan masa depannya dan meneruskan kehidupan semestinya seperti berumah tangga.
lnjt kak..