"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Perasaan Sayang
Hai Readers,
Bab ke tujuh belas, Kesalah pahaman Euis terhadap Pras terjawab, sikapnya mulai mencair, dan untuk pertama kalinya Haura menyentuh putrinya.
🌷🌷🌷
Jam empat pagi Euis dikagetkan dengan suara erangan dari seseorang yang tertidur di sofa kamarnya. "Euis... Perutku sakit." ucap Pras dengan wajah pucat.
"Emh... Bapak kenapa tidur di sini? Perutnya kenapa?" tanya Euis dengan suara serak khas bangun tidur.
"Gak tahu dari semalam perutku terasa kembung." Pras memegangi perutnya dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
"Sebentar aku ke toilet dulu." Euis menutupi muka bantalnya dengan kedua tangan, lalu berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebentar.
Lalu ia memberikan air hangat dan obat asam lambung pada Pras. "Saya kerok punggungnya aja ya pak, barangkali bapak masuk angin." ucap Euis lembut.
Pras tidak menjawab, tapi ia membuka kaos hem di depan Euis. Gadis itu gelagapan dan terpekik kaget, apalagi tubuh atletis Pras terlihat begitu sempurna di mata Euis. "Bapak mau ngapain?!"
"Katanya kamu mau kerokin aku?" ucap Pras terlihat kesal.
"Eh i-iya... " gugup Euis, ia segera mengambil alat kerokan dan minyak aromaterapi.
Punggung yang panjang, kulit kuning langsat dengan otot-otot yang keras dan menonjol, juga dada depan di tumbuhi bulu-bulu halus menjadi pemandangan di depan Euis saat ini, membuat jantung Euis serasa melompat kesana kemari.
Di dalam hati Euis terus beristighfar sekaligus mengagumi keindahan itu sepanjang kegiatannya memberikan kerokan pada punggung Pras.
"Sudah pak." ucap Euis
"Pak? Kamu lagi ngomong sama siapa? Kenapa berubah lagi panggilannya... Hmm?" Pras berbalik menatap wajah Euis yang terus menunduk menghindari tatapan dengannya.
"Euis... " panggil Pras dengan lembut.
"Gak apa-apa, aku lebih nyaman manggil seperti itu." ucap Euis datar.
"Tapi aku yang tidak nyaman, apalagi di sini hanya ada kita berdua orang dewasa." ia menggenggam tangan Euis yang masih memegang alat kerokan, lalu mengecup tangan Euis dengan lembut.
"Jangan pak, kotor abis kena minyak." tolak Euis dengan menarik kembali tangannya.
"Ada apa dengan kamu, Euis?"
"Engga ada apa-apa. Sudah ya pak saya persiapan mau sholat subuh dan buat sarapan." Euis hendak berdiri akan tetapi Pras sudah lebih dulu menarik tubuhnya dalam pelukannya.
"Aku rindu kamu, Euis." ucap Pras lirih
Euis berusaha mendorong dada polos Pras tapi tangannya menyentuh bulu-bulu halus yang tumbuh di dada suaminya, iya tersentak dengan jantung yang semakin berdegup kencang.
"Pak, sebentar lagi Zen akan masuk mau ambil Sandra." Euis berusaha mengalihkan perhatiannya.
"Sebentar saja begini, apa kamu tidak merindukanku, Euis?" tanyanya dengan mengernyitkan keningnya.
"Engga, bapak kan sedang di rumah Bu Haura buat apa aku kangenin." jujur Euis.
Terasa ada yang menggelitik di perut Pras mendengar nada kecemburuan istri keduanya. Dia lantas tersenyum lebar dan melonggarkan pelukan. "Kamu pikir selama ini saya tidur di sana, iya?" tanya Pras dengan tatapan menyelidik. Euis mengangguk dengan wajah cemberut.
"Aku tidur di kantor, Euis. Tidak sedikitpun menyentuhnya lagi. Setelah dari sini, aku ke clinic Haura untuk memeriksa keuangan clinic, banyak hal yang membuatku kecewa hingga sulit berpikir jernih. Jika aku kembali pulang ke sini, aku khawatir malah membebani pikiranmu." terang Pras
"Kenapa bapak tidur di kantor, makannya siapa yang ngurus, seharusnya bapak bilang agar aku siapin makan jadi gak sakit seperti ini terus." cecar Euis dengan wajah kekhawatiran.
Perasaan sayang yang mendorong kekhawatiran Euis terhadap Prasetya.
"Kamu mau ngurusin aku? Sekarang mau gak buatin aku bubur seperti waktu itu?" bujuk Pras sambil terus menatap wajah Euis. Gadis itu hanya mengangguk.
"Jawab dong, jangan mengangguk doang." rengek Pras
"Iya Aa... akan Euis buatkan." sikap Euis mulai mencair.
"Terima kasih sayang." Pras mengecup kening Euis begitu lama dan dalam sebelum akhirnya Euis beranjak untuk sholat subuh dan lanjut ke dapur. Sementara Pras langsung beranjak ke masjid untuk sholat berjamaah.
🌷🌷🌷
Kediaman Juragan Ali saat ini ramai oleh kepulangan para jamaah yang ikut umroh dengan travel Abi Ali As-segaf. Sebelum pulang ke daerah masing-masing, mereka menginap di rumah Juragan Ali yang lain, yang disebut rumah Medina, rumah itu memang disiapkan khusus untuk para tamu travel mereka.
Semua orang sibuk termasuk Euis dan Haura. Haura? Iya Haura sudah tiga hari tinggal di rumah juragan Ali demi menjalankan misi sesatnya, untuk membuat Pras takluk padanya.
Namun sayang selama tiga hari itu pula, Pras tidak pernah meminum kopi buatnya. Lelaki itu selalu ada saja alasannya untuk menghindari Haura. Tanpa wanita itu tahu, Pras lebih memilih sarapan dan kopi yang disiapkan Euis di kamar Sandra.
Tentu Haura tidak tahu, karena selama tinggal di rumah ibu mertuanya, Haura paling anti masuk ke kamar putrinya. Dia sangat menghindari bertemu dengan bayi mungil itu.
"Ra, tolong antarkan keranjang buah ke rumah Medina, anak Bu Laksmi mengirimkan buah-buahan sangat banyak untuk jamaah yang bermalam." perintah Arini.
Meski enggan, tapi Haura tidak bisa menolak karena semua orang tengah sibuk. Ia berjalan ke rumah Medina yang jaraknya tidak jauh dari kediaman utama Abi Ali. Di sana ia langsung di sambut para jamaah untuk mengajaknya berphoto atau minta tanda tangan sebagai artis dan selebgram terkenal.
Hanya ada satu jamaah yang menatapnya dengan sinis, ia adalah Bu Laksmi. Masa muda Bu Laksmi terjun di dunia hitam dan dunia berlendir. Murid dan pasien-pasiennya ada artis, LC, istri simpanan maupun istri sah yang ingin mengikat suaminya. Laksmi juga pernah melakukan santet sesuai pesanan para pasiennya.
Laksmi memejamkan mata dengan tangan yang terkunci, membaca sesuatu dan mengutus khodamnya untuk mencari tahu rahasia gelap yang mengisi rongga kepala Haura. Setelah mengetahuinya Laksmi tersenyum sinis.
Tidak berapa lama Arini datang membawakan cemilan untuk jamaah. Laksmi langsung membisikan sesuatu...
"Bu Hajah, punten nyah! Ini mah penilaian mata batin saya, Menantu Bu Hajah sepertinya bukan menantu baik, saya melihat seluruh tubuhnya di pasang susuk, punten nyah lebih baik... Buat kebaikan Aa Pras ganteng." ucap Nyi Laksmi, mantan dukun santet terkenal yang kini sudah taubat dan memilih jalan kebenaran.
Seketika tubuh Arini merinding dan bergidik, seakan firasatnya beberapa waktu lalu terjawab, ia mengkhawatirkan Pras berada dalam pengaruh sihir. Dia tidak menyangka, orang yang melakukannya adalah menantunya sendiri. Seseorang yang sudah ia anggap anak dan ia tidak pernah berpikir jelek jika Haura berani melakukan hal sekeji itu.
Sesuai arahan Bu Laksmi, Arini memperhatikan setiap gerak dan tindakan Haura di dalam rumah. Melarang Pras meminum atau makan makanan yang Haura siapkan. Makanan atau minuman itu, akan mereka buang ke tempat sampah.
Di hari keempat Haura sudah merasakan frustasi, dia tidak bisa kemana-mana sejak tinggal di rumah mertua, pakaiannya pun harus yang tertutup, jauh dari kebiasaannya, ditambah suaminya tidak pernah peduli padanya selalu menghindar dan pulang juga bermalam di rumah mertuanya.
Abi Ali melihat ada yang tidak beres dengan rumah tangga anaknya, ia meminta Haura datang ke ruangannya untuk diberi nasehat.
"Haura, apa yang terjadi antara kamu dan Pras, apa kamu berbuat salah hingga Pras tidak mau menemui kamu?" tanya Ali.
"Aku tidak tahu masalahnya, sudah dua Minggu Pras tidak pulang lagi ke rumah di Green lake, bi." ucap Haura dengan wajah bersedih.
Arini menatap Haura dengan sinis, tapi dia tidak berani menceritakan apa yang sudah dilakukan menantunya pada Prasetya kepada suaminya.
"Sejak awal anakmu lahir, kamu tidak mau menyusuinya, dan kamu langsung meninggalkan putrimu untuk pergi ke Korea. Sampai detik ini pun, Abi belum pernah melihat kamu menggendongnya Haura. Ada apa dengan kamu?!" selidik Ali
"A-aku tidak suka anak kecil, aku tidak bisa merawatnya." gugup Haura.
"Tidak ada sedikit saja naluri keibuan dari kamu, dia anak yang kamu lahirkan Haura." Ali menatap Haura dengan tatapan yang sulit diartikan.
Tok tok tok... Suara pintu diketuk.
"Masuk!" ucap Ali
"Maaf Abi, Umy... Sandra badannya panas dan keluar bintik-bintik merah." ucap Euis
"Bawa anakmu ke rumah sakit, temani Euis ke dokter. Asah jiwa keibuan kamu mulai sekarang." perintah Ali.
Haura bangkit berdiri dan mengajak Euis ke rumah sakit untuk memeriksakan Sandra.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, ia tidak sama sekali melirik ke arah putrinya. Haura memilih diam dan menulikan telinganya saat tangis dan rengekan Sandra terdengar. Bayi itu terdengar menggigil karena suhunya sangat panas.
Saat di poli anak, dr. Efraim mewanti-wanti Haura agar Sandra segera diberi ASI. Haura disarankan melakukan program induksi ASI agar air susunya kembali keluar, karena bagaimana pun ASI dari ibunya langsung jauh lebih baik daripada ASI yang diterima di bank ASI.
faktor genetik dan pola makan mempengaruhi pertumbuhan Sandra. Apalagi bayi itu memiliki penyakit alergi yang begitu kompleks. Pendonor ASI harus banyak melakukan pantangan. Berbeda jika ibunya sendiri yang menyusuinya.
"Gendong putrimu, Ra. Dia butuh dekapan dari orangtuanya." perintah Efraim.
Akhirnya Haura mau menggendong dan membawa Sandra dalam pelukannya. Mata Haura seketika memanas, merasakan kulit lembut Sandra menyentuh telapak tangannya. Tapi itu tidak berlangsung lama, dengan kasar ia serahkan tubuh Sandra pada Euis, Haura bergegas keluar ruangan poli anak dan entah pergi kemana.
Tinggallah Euis yang kelimpungan di poli anak sendirian, ia tidak bawa uang untuk menebus obat, ponselnya lowbat, Euis terlihat frustasi memikirkan bagaimana ia akan pulang. Di tengah kebingungannya di rumah sakit, Haris melihat Euis sedang duduk di bangku taman sambil menggendong bayi dan melamun.
"Euis! Siapa yang sakit?" mata Haris tertuju ke Sandra dan ia duduk di samping Euis.
"Sandra bang, tadi pagi tubuhnya panas dan keluar ruam di sekujur tubuhnya." keluh Euis.
"Ohya? Sekarang bagaimana?"
Haris berusaha mengambil Sandra dari gendongan Euis.
"A-aku... tidak punya uang untuk menebus obat, hapeku juga lowbat jadi tidak bisa menghubungi pak Prasetya dan ibu Haura." Euis menunduk dalam ketidakberdayaan.
"Ayo kita tebus obatnya, agar Sandra bisa segera meminum obatnya." Haris beranjak dari duduk dan berjalan menuju apotik.
"Siapa yang mengantarmu ke sini?"
"Ibu Haura."
" Terus kemana orangnya sekarang?" tanya Haris heran.
Euis menggeleng, "Aku tidak tahu pak."
"Ya Tuhaann... Jadi dia meninggalkan anaknya? Perempuan brengsek!" umpat Haris.
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
*Cuplikan dialog besok:*
*"Aku masih sanggup membelikan kamu handphone merk apapun atau yang lebih mahal... Sekarang aku bisa melihat sifat aslimu, Euis. Kamu sama matrenya dengan Haura!!" bentak Pras saat ia melihat paperbag di tangan Euis*.
wajar Harris gak euis istri kedua prass....