Kisah CEO dingin dan galak, memiliki sekretaris yang sedikit barbar, berani dan ceplas-ceplos. Mereka sering terlibat perdebatan. Tapi sama-sama pernah dikecewakan oleh pasangan masing-masing di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
"Hah?? Kenapa harus saya? Kenapa anda tidak mengajak pasangan anda saja? Nanti kalau saya malu-maluin anda di sana gimana? Saya kan gak biasa ke pesta. Kalau anda tak punya_ "
"Elena! Kamu itu senang sekali membantah saya?!" potong Alvaro. Elena yang masih ingin mengungkapkan argumennya, pada akhirnya hanya bisa memanyunkan bibirnya.
"Iya."
Sambil manyun dia melangkah pergi untuk mempersiapkan ruang meeting yang akan dipakai bosnya dengan klien yang menurutnya aneh itu.
"El, kenapa sih wajahmu kusut gitu? Kaya baju yang gak disetrika aja." Gea menegurnya saat mereka makan siang di kantin.
"Emang keliatan ya gue lagi kesel?"
Elena mengklik aplikasi kamera pada ponselnya dan memastikan raut wajah dirinya di situ.
"Bibir manyun muka ditekuk gitu, emang itu tanda-tandanya orang lagi happy ya?" Gea memutar bola matanya. Elena jadi terkekeh.
"Gue Cuma lagi kesel aja sama si Cold Lion. Gak ada angin gak ada ujan, masa gue mau diboyong juga ke pesta. Mana ngerti nanti gue di sana." Curcol Elena.
"Pesta apaan?"
"Markas apa makrab gitu, gue lupa. Kaya pertemuan buat para pengusaha gitu sih. Padahal gunanya gue di sana apa coba?"
Gea menatapnya dalam sambil menahan tawa.
"Jangan-jangan.."
Elena terlonjak. "Apa Ge? Lo jangan nakut-nakutin gue!"
"Jangan-jangan lo bakalan dijadikan pasangan dia El. Awww so happy for you, El! " Gea memekik kegirangan. Tapi bahunya malah digeplak Elena dengan mata melotot hampir sempurna.
"Apaan sih lo? Mendingan gue dapet lotere 1 M terus gue buka usaha sendiri, gak perlu kerja, sama si Cold Lion ala-ala itu. Setiap hari bikin gue kesel!"
"Hahaha" kali ini tawa Gea benar-benar meledak, membuat orang-orang di sekitar mereka menolehkan wajah ke arah mereka dan mengerutkan kening.
"Gak usah kepo!" teriak Gea.
"Awas ya Ge, kalau lo bikin gosip di kantor ini!" ancaman langsung meluncur dari mulut Elena. Gea akan kembali tertawa tapi mata Elena membuat dia kembali mengatupkan bibirnya.
***
"Elena, kamu ke ruangan saya!"
Terdengar suara tegas Alvaro saat Elena baru saja menempelkan gagang telepon ke telinganya.
"Baik pak."
Elena berdiri dari duduknya dan segera melangkah ke ruangan sang bos.
"Iya pak, ada apa?"
"Pekerjaan kamu sudah beres?"
Elena mengangguk. Lagian ini sudah waktunya jam pulang kantor.
"Kalau begitu, kamu ikut saya!"
"Hah, kemana?"
Elena tak berusaha menutupi rasa kagetnya.
"Ikut saja, nanti juga kamu akan tahu sendiri!"
"Tidak bisa pak, ini sudah jam pulang kerja. Tugas saya sudah selesai!"
"Astaga, punya sekretaris perhitungan sekali." Gumam lelaki itu berupa gerutuan kecil yang tak jelas didengar Elena.
"Saya tunggu di basement!" ujarnya tegas, tanpa memperdulikan penolakan gadis itu. lalu keluar dengan menenteng tasnya melewati Elena yang masih mematung.
Ingin sekali Elena menonjok punggung lebar laki-laki itu. tapi akhirnya dia hanya bisa menuruti keinginannya.
Elena segera membereskan barang-barangnya. Lalu bergegas menuju lift dan langsung menekan tombol B yang akan membawanya ke basement.
Tiba di bawah, Elena melihat mobil bosnya sudah siap berangkat. Diapun cepat-cepat membukan pintu belakang.
"Kamu pikir saya sopir kamu?"
"Eh?" Elena cengengesan. "Aku kira tadi pak Erwin."
"Elena!"
"Iya, ini mau pindah. Baperan banget sih!"
Elena keluar lagi dan sekarang duduk di sisi Alvaro yang langsung menjalankan mobilnya.
Tak ada yang bicara, sepanjang jalan.
Elena yang biasa ngoceh, kali ini mengunci rapat bibirnya. Sebenarnya dia sudah ingin istirahat di apartemennya karena sudah merasa lelah. Gara-gara si Cold Lion, jatah istirahatnya berkurang.
Setelah beberapa menit perjalanan, mobil yang dikemudikan Alvaro berbelok ke sebuah butik mewah dan besar. Tentu saja itu butik milik Neysa, ibunya.
"Kok ke sini? Mau ngapain?"
Alvaro tak menjawab, tapi dia langsung keluar begitu mesinnya dimatikan.
"Dih, kadang jadi orang bisu, kadang jadi singa mengaum." Gerutu Elena sebal. Tapi tak urung dia ikut keluar juga. Ternyata Alvaro masih menunggu di sisi mobil. Entah apa maksudnya, tiba-tiba Akabri memberikan telapak tangannya pada Elena. Gadis itu malah bengong. Akhirnya Alvaro sendiri yang meraih tangan Elena dan menautkan jemarinya ke jemari gadis itu.
"Pak!"
Dada Elena berdetak kencang. Ingin protes tapi Alvaro langsung menarik tangannya dan membawa gadis itu masuk ke dalam butik ibunya.
Tentu saja kehadiran mereka yang saling bergandengan tangan, menarik perhatian para pegawai butik yang sudah mengenal siapa Alvaro. Tapi yang membuat mereka heran, yang Alvaro gandeng bukan Cassandra, tapi gadis lain.
"Lina!"
Seorang gadis berseragam menghampiri.
"Tolong carikan gaun malam yang pas untuknya!"
Gadis yang dipanggil Lina itu menoleh pada Elena. Ada tatapan penuh rasa keingin tahuan dari wanita itu.
"Mari ikut saya, nona!" Ujarnya sopan.
Tapi Elena masih tidak bergerak.
"Pergilah sama Lina, kamu bisa memilih gaun yang kamu inginkan." Pinta Alvaro.
Elena masih ragu, tapi dorongan pelan di punggungnya, membuat dia akhirnya bergerak mengikuti langkah Lina.
Mata Elena dibuat kagum oleh deretan gaun-gaun malam yang indah dan cantik.
"Silshkan nona, pilihlah yang anda sukai."
Elena berdiri di tengah-tengah lautan gaun, matanya berbinar kagum. Setiap gaun memiliki pesona tersendiri, membuatnya semakin sulit untuk memilih. Ada gaun berwarna merah menyala yang begitu berani, gaun berwarna biru muda yang lembut dan anggun, dan masih banyak lagi pilihan lainnya.
"Bagaimana kalau yang ini, nona?" tanya Lina, mengangkat sebuah gaun berwarna ungu muda dengan detail payet yang berkilau. Gaun itu tampak pas dengan warna kulit Elena.
Elena tersenyum tipis. "Cantik, tapi..." Ia ragu-ragu. "Kurasa aku mencari sesuatu yang sedikit lebih... berbeda."
Lina mengangguk mengerti. "Tentu saja, nona. Bagaimana kalau yang ini?" Ia menunjukkan sebuah gaun berwarna hitam dengan potongan yang unik, bagian belakangnya terbuka lebar, memperlihatkan punggung yang indah.
Elena menatap gaun itu dengan penuh minat. Gaun ini sangat berbeda dari gaya biasanya, namun ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Ia membayangkan dirinya mengenakan gaun itu, merasa cantik dan percaya diri.
"Aku akan mencobanya," ujarnya mantap.
Dengan bantuan Lina, Elena masuk ke dalam ruang ganti. Beberapa saat kemudian, ia keluar dengan mengenakan gaun hitam itu.
Gaun itu sangat pas di tubuhnya, menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah.
Rambutnya ia biarkan terurai, menambah kesan anggun pada penampilannya.
Alvaro yang sedang menunggu di luar ruangan ganti, langsung tertegun melihat Elena. Ia tidak pernah menyangka Elena akan terlihat secantik ini. Beberapa saat dia srperti tersihir oleh pesona Elena. Tapi tersadar saat Elena berdehem.
"Kamu... kamu, oke lah lumayan." ucap Alvaro. Apa yang diucapkannya sangat berbeda dengan kekaguman yang diakui hatinya.
Elena Mencebik kesal. Jelas-jelas tadi dia melihat kalau bos dinginnya itu terpesona padanya.
"Terima kasih atas pujiannya." Sindir Elena.
"Ambil saja gaun itu dan gaun lainnya yang kamu suka." lanjut Alvaro.
Mata Elena berbinar, hatinya dipenuhi rasa senang.
"Beneran pak, saya boleh ngambil beberapa gaun yang saya suka? Gratis kan?"
"Siapa bilang? Nanti akan saya potong dari gaji kamu."
Elena langsung mencebik sambil mendelikkan matanya ke arah Alvaro yang terlihat cuek.
"Lina, ibu saya sudah pulang?"
Lina mengangguk. "Tadi ibu pergi sama..."
"Siapa?"
"Nona Cassandra."
Wajah Alvaro langsung mengeras, menahan emosi.
"Awas kau Cassandra!" Bisik hatinya. Jadi ancamannya hanya dianggap angin lalu sama wanita itu?
"Apa ibuku memberikan dia gaun?"
Lina mengangguk. Lagi-lagi Alvaro terlihat marah. Lalu dia mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya dan menelepon Cassandra.
"Jadi ancaman saya hanya kamu anggap angin lalu? Baiklah, kamu memang wanita yang tidak punya rasa malu. Kalau begitu, jangan salahkan saya jika rekaman aksi menjijikkan kamu akan tersebar dan ibu saya akan tahu siapa kamu!"
"Al- Alvaro, to-tolong jangan lakukan itu. Baiklah, aku akan menjauhi tante Neysa. Tapi tolong jangan mencemarkan nama baikku." Terdengar isak tangis Cassandra. Tapi setelah itu, telinga Alvaro menerima suara kemarahan ibunya.
"Mom tidak suka kamu menyakiti perasaan Cassandra!"
diselingkuhi sama tunangannya gak bikin FL nya nangis sampe mewek² tapi malah tetep tegar/Kiss/