Renatta Putri Setiawan, seorang gadis berusia 22 tahun. Hidup dalam kemewahan dan kemanjaan dari keluarganya. Apapun yang menjadi keinginannya, selalu ia di penuhi oleh orang tua dan saudaranya.
Namun, suatu hari gadis manja itu harus menuruti keinginan orang tuanya. Ia harus mau dijodohkan dengan seorang pria berusia 40 tahun, agar keluarga Setiawan tidak mengalami kebangkrutan.
Renatta yang membayangkan dirinya akan hidup susah jika keluarganya bangkrut, terpaksa menerima perjodohan itu. Asalkan ia tetap hidup mewah dan berkecukupan.
Gadis itu sudah membayangkan, pria 40 tahun itu pasti berperut buncit dan berkepala plontos. Namun, siapa sangka jika pria yang akan dijodohkan dengan dirinya ternyata adalah Johanes Richard Wijaya. Tetangga depan rumahnya, dosen di kampusnya, serta cinta pertama yang membuatnya patah hati.
Apa yang akan Renatta lakukan untuk membalas sakit hatinya pada pria yang pernah menolaknya itu?
****
Hai-hai teman Readers. Kembali lagi bersama Author Amatir disini.
Semoga cerita kali ini berkenan, ya.
Ingat, novel ini hanya fiksi belaka. Tidak ada ikmah yang dapat di ambil setelah membacanya.
Terima Gaji.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Aku Sangat Posesif.
Renatta terbangun menjelang subuh. Tangannya tanpa sadar mengusap sisi tempat tidur sebelah kanan, dimana Richard tadi merebahkan tubuhnya.
Perlahan mata gadis itu terbuka saat menyadari tempat disampingnya kosong. Pria itu benar-benar menepati ucapannya. Ia pergi sebelum para penghuni rumah terbangun.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang, kenapa Richard bisa keluar masuk rumah Setiawan dengan mudah saat tidak ada orang?
Apa pria itu memiliki kunci cadangan? Atau, ada seseorang yang membantunya untuk bisa dengan mudah keluar masuk rumah itu?
Ah, memikirkan hal itu membuat kepala Renatta berdenyut. Ia memutuskan untuk kembali memejamkan matanya.
Namun, ia kembali terbelalak saat mengingat semalam Richard memaksanya agar tidur memeluk pria itu.
“Dasar pria tua menyebalkan. Lama melajang membuatnya menjadi tidak waras.” Dengus gadis itu.
Ia menutupi wajahnya dengan selimut. Mencoba kembali tidur, namun tak bisa. Bayangan tidur memeluk Richard kembali menghantui benaknya.
“Sial.” Gadis itu kesal dengan memukul ranjang. Ia tidak dapat memejamkan mata lagi. Bayangan Richard tak mau pergi saat ia menutup matanya.
Renatta pun memutuskan untuk bangun. Karena hari masih sangat gelap, gadis itu memutuskan untuk berolahraga ringan di balkon kamarnya.
Siang menyapa. Kini Renatta telah berada di kampusnya.
Richard hari ini kembali absen mengajar karena ada meeting dengan kolega penting. Ia memberikan beberapa tugas yang harus para mahasiswa kumpulkan melalui email.
Renatta dapat bernafas lega, karena sebagai asisten dosen Richard, ia tidak repot mengumpulkan tugas-tugas itu nanti.
Suasana sedikit berisik, karena beberapa mahasiswa sedang berdiskusi.
Sementara, Renatta duduk bersama Gista.
“Kamu yakin tidak akan mengundang aku di acara pernikahan kalian?” Tanya Gista sembari berbisik.
Renatta yang tengah fokus pada komputer lipatnya, seketika mengalihkan pandangannya.
Gadis itu menganggukkan kepalanya.
“Aku sendiri yang meminta syarat untuk tidak mengundang orang lain. Hanya keluarga. Jika aku mengundang kamu, itu artinya aku menjilat ludah sendiri, Ta.” Jelas Renatta kemudian.
Gista menganggukkan kepala tanda paham. Ia telah mendengar cerita Renatta. Tidak ingin membebani sahabatnya itu.
“Bagaimana kalau kita makan siang di Cafe depan? Aku yang traktir sebagai hadiah pernikahan.” Ajaknya kemudian.
Renatta memicingkan matanya. “Hadiah pernikahan macam apa itu?” Tanya Renatta.
“Ya maklumlah, Re. Sahabatmu ini ‘kan kaum menengah. Jadi, hanya mampu mentraktir makan siang saja. Selebihnya, kamu minta saja nanti pada calon suamimu yang kaya itu.” Ucap Gista penuh drama.
“Dasar.” Renatta mendorong kepala sahabatnya itu. Mereka kemudian dengan cepat menyelesaikan tugas dari Richard, agar segera bisa makan siang.
Setelah tugas mereka selesai dan mengirim ke alamat email sang dosen, Renatta dan Gista pergi ke Cafe yang terletak di depan kampus. Mereka perlu mengisi perut, sebelum nanti kembali belajar.
Mereka tiba di depan Cafe hanya dengan berjalan kaki. Namun sebelum masuk ke dalam tempat makan itu, tubuh Gista tanpa sengaja menabrak seseorang. Hingga membuat mereka terhuyung.
“Maaf.” Ucap gadis itu merasa bersalah karena tidak memperhatikan jalan.
“Tidak apa-apa, mbak. Saya yang minta maaf.” Ucap orang itu yang ternyata seorang pria.
Renatta merasa tidak asing dengan suara pria itu.
“Bobby?”
Pria itu menegakan tubuhnya.
“Renatta. Wah kebetulan macam apa ini?”
Mereka kemudian saling adu tangan.
Sementara Gista mengerutkan keningnya.
“Kalian saling kenal?” Tanya gadis itu kemudian.
“Ya. Kami tanpa sengaja bertemu di taman bermain beberapa waktu lalu.” Jelas Renatta.
“Dia bernama Bobby, Ta. Dan Bob, dia adalah Gista, sahabat aku.” Renatta memperkenalkan kedua orang itu.
Mereka pun saling berkenalan.
“Kalian mau makan siang? Bagaimana jika kita bergabung? Aku yang traktir.” Ajak pria itu.
Kedua gadis itu saling melempar tatap. Hingga sedetik kemudian mereka menganggukkan kepala tanda setuju.
****
Pulang kuliah, Renatta diminta datang ke rumah Richard oleh mama Luna. Menurut wanita paruh baya itu, sore ini penjual cincin pernikahan akan datang. Jadi, gadis itu harus hadir untuk memastikan apakah cincinnya pas atau tidak.
“Bagaimana? Sudah pas ‘kan?” Tanya mama Luna pada calon menantunya, saat gadis itu mencoba cincinnya.
“Sudah, ma. Lalu bagaimana dengan milik om Rich?” Tanya Renatta sembari melirik cincin di atas meja dengan ukuran yang lebih besar dari miliknya.
“Ah, itu sebentar lagi dia akan datang kamu tenang saja.” Jawab mama Luna penuh semangat.
Renatta hanya mengangguk pelan.
Dan benar apa yang di katakan oleh calon mertuanya. Tak lama kemudian Richard pun datang.
Pria itu terlihat sedikit berantakan. Jas hitam tersampir di lengan kiri. Lengan kemeja yang setengah terlipat, dan dasi yang sedikit kendor.
Namun hal itu tidak mengurangi aura ketampanan pria itu.
“Kemarilah, Rich.” Mama Luna melambaikan tangannya pada sang putra. Tanpa bicara, pria itu pun menurut. Duduk di samping calon istrinya.
“Ini cobalah.” Mama Luna menyodorkan cincin kawin milik Richard. Pria itu meraihnya. Lalu memasang pada jari manisnya.
“Wah. Bagus sekali.” Mata mama Luna berbinar. “Iya ‘kan, sayang?” Wanita itu meminta pendapat calon menantunya.
Renatta melirik jari manis Richard. Membaut gadis itu menggigit bibir bawahnya. Terbayang beberapa hari lagi ia yang akan menyematkan cincin itu pada jari pria itu.
“Bagaimana, sayang?” Mama Luna kembali bertanya.
“Bagus, ma.” Gadis itu menjawab singkat.
Cincin pun telah di pilih dan disimpan oleh mama Luna. Wanita itu mengantar penjual cincin hingga ke depan.
“Ikut denganku.” Richard menarik tangan Renatta untuk ikut dengannya. Pria itu membawa calon istrinya ke dalam kamar.
Mata Renatta membulat sempurna saat Richard mengunci pintu.
“Om mau apa?” Tanya gadis itu waspada.
Semenjak mereka melakukan ciuman pertama, pria itu berubah me-sum pada Renatta.
“Jadi, kamu begitu menikmati waktu makan siang bersama pria lain? Lupa jika sebentar lagi dirimu akan menikah?”
Dahi Renatta berkerut mendengar ucapan Richard. “Om benar-benar memata-matai aku?” Tanyanya penuh amarah.
“Tidak. Tetapi aku melihat postingan media sosial teman bergosip mu itu.” Richard mengeluarkan ponselnya. Menunjukkan postingan di media sosial Gista.
Dan benar, dalam video berdurasi lima belas detik itu, Renatta tengah menikmati makan siang, sesekali mengobrol dengan Bobby.
Gadis itu merasa seperti tertangkap basah sedang berselingkuh, padahal ia tidak ada hubungan apa-apa dengan Bobby.
“Itu, dia hanya teman. Kami tidak sengaja bertemu di taman bermain beberapa waktu lalu.” Jelas Renatta tanpa diminta.
“Dan secepat itu menjadi akrab?” Tuntut Richard.
Kepala Renatta menggeleng pelan.
Tetapi dengan Bobby ia memang mudah akrab. Renatta pun tidak mengerti hal itu.
Richard berjalan mendekat ke arah Renatta. Membuat gadis itu terhimpit pada dinding.
“Kamu tahu, Re. Aku orang yang sangat posesif. Jika nanti kita telah menikah, tolong jaga jarak dengan pria lain, agar aku tidak terbakar emosi.”
“Aku—huufftt.” Renatta tak dapat melanjutkan ucapannya karena Richard telah membungkam bibirnya dengan ciuman panas.
Tangan kanan pria itu menarik tengkuk calon istrinya untuk memperdalam pagutan mereka.
Richard baru melepaskan Renatta saat merasa mulai kehabisan nafas.
“O-om.” Renatta menyembunyikan wajahnya pada cerukan leher Richard. Nafas gadis itu masih tersengal.
Richard mengusap punggung sang gadis dengan lembut.
Sebelah tangan pria itu merogoh saku, saat merasakan getaran pada ponselnya.
‘Sial. Kenapa dia baru mengirim foto sekarang? Dia pasti menikmati waktunya bersama para gadis itu, sehingga lupa tugasnya. Awas saja, gajinya akan aku kurangi.’
Richard segera memasukkan kembali ponselnya saat Renatta beringsut melepaskan diri.
****
Bersambung.
dimana mana bikin gerah 😜🤪
aku baru nemu cerita ini setelah kesel nunggu cerita sisa mantan 😁