Semua orang di sekolah mengenal Jenny: cantik, modis, dan selalu jadi pusat perhatian tiap kali ia muncul.
Semua orang juga tahu siapa George: pintar, pendiam, dan lebih sering bersembunyi di balik buku-buku tebal.
Dunia mereka seolah tidak pernah bersinggungan—hingga suatu hari, sebuah tugas sekolah mempertemukan mereka dalam satu tim.
Jenny yang ceria dan penuh percaya diri mulai menemukan sisi lain dari George yang selama ini tersembunyi. Sedangkan George, tanpa sadar, mulai belajar bahwa hidup tak melulu soal nilai dan buku.
Namun, ketika rasa nyaman berubah menjadi sesuatu yang lebih, mereka harus menghadapi kenyataan: apakah cinta di antara dua dunia yang berbeda benar-benar mungkin?
Spin off dari novel Jevan dan Para Perempuan. Dapat di baca secara terpisah 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Jenny yang Sebenarnya Iri
"Jawab aku, anak muda! Jangan diam saja seperti ini karena itu tidak sopan!"
"Da-dad ... Apa yang dad lakukan di sini?"
"Menurutmu apa, George? Hmm?"
"Selama ini dad tak pernah punya waktu untuk datang ke sekolah"
"Well, sekarang aku sudah punya waktu, jadi ayo kita rayakan di tempat makan favorit kamu"
"Maksudnya tempat makan favorit dad"
"Apa maksudmu, George? Kita kan selalu makan di The Elegant. Masa tiba-tiba kamu bilang tau suka makan di sana?"
"Kita kan memang selalu makan di sana tiap kali kita merayakan sesuatu. Tetapi dad kan tak pernah bertanya pada aku atau Frannie apakah kami suka makan di sana atau tidak"
Kurt merasa terkejut mendengar ucapan George. Ia baru sadar kalau ia memang tak pernah bertanya kepada kedua anaknya apakah mereka suka makan di sana atau tidak.
"Dad, aku berterimakasih karena dad mau datang ke sini, tapi sebelumnya aku sudah berjanji pada Jenny dan juga teman-temanku untuk mentraktir mereka makan setelah lomba ini selesai"
Jenny kemudian menyela perkataan George.
"George, jangan berkata seperti itu kepada daddy kamu. Beliau sudah meluangkan waktu untuk melihat kamu ke sekolah. Jadi pergilah dengannya, George"
"Tapi Jen ... "
"Kalau untuk mentraktir kami kan masih bisa besok atau lusa, George. Betul kan, teman-teman?" Jenny meminta persetujuan dari teman-teman George sesama anggota klab sains.
"Betul, Jen. Pergilah bersama daddy kamu, George. Kami bisa menunggu sampai besok atau lusa kalau kamu masih ada perlu sama daddy kamu" ucap Crash kepada George.
"Kalian pengertian sekali. Thanks ya. Kalau begitu, sampai ketemu lagi besok"
"Iya, George. Have fun!" Ucap Joey yang disetujui oleh Jenny, Crash, dan Clarice. Tapi George terlihat ragu untuk pergi dengan daddy-nya. Sebelum pergi ia membisikan sesuatu di telinga Crash.
"Tolong awasi Quinto, Crash. Jangan biarkan ia mengajak Jenny pergi berdua dengannya”
“Kalau Jenny pergi berdua dengan Quinto tak boleh, apakah kalau Jenny pergi berdua denganku boleh?”
“Apa kamu mau mati, Crash?’’
Crash kemudian terkekeh karena ia tak heran dengan tabiat George.
“Jangan khawatir, bro. Jenny aman bersamaku. Aku takkan macam-macam dengannya”
“Apa aku bisa pegang janjiimu, Crash?”
“Tentu saja bisa. Nanti kamu bisa tanya Joey atau Clarice untuk memastikan”
“Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Bye”
“Bye, George”
***
Walaupun George menunda untuk merayakan kemenangan mereka dengan mentraktir Jenny, tetapi Jenny tak merasa kecewa. Tadi Jenny pergi ke kelas Louisa untuk memberitahukan tentang kemenangannya kepada Louisa, tetapi ia tak melihatnya di kelasnya. Jadi setelah sampai di rumahnya, tanpa mengganti seragamnya ia langsung pergi ke rumah Louisa. Sesampainya di rumah Louisa, Jenny langsung diminta untuk ke kamar Louisa yang sedang berbaring di tempat tidurnya.
"Lou, kenapa kamu berbaring? Apakah kamu lagi sakit?"
"Ngga juga. Aku cuma lagi capek aja. Tapi sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu"
"Soal apa, Lou?"
"Soal aku dan juga Jevan"
Jenny terlihat waspada. Sepertinya yang akan dibahas oleh Louisa ini penting karena ia terlihat serius dan agak gelisah ketika melihat Jenny.
"Jeny ... A-aku ... Maaf Jen, aku udah ga ... Aku udah ga vi*gin lagi, Jen ... "
"Apa? Kok bisa? Kamu kan baru 16 tahun, Lou!"
"Aku tahu, Jen ... "
"Siapa yang udah paksa kamu untuk melakukan itu? Apa aku kenal orangnya? Beritahu aku, akan kubun*h dia nanti!"
Louisa belum juga menjawab pertanyaan Jenny, tapi Jenny terlihat terkesiap dan mulai menyimpulkan sesuatu.
"Haaah ... Apakah Nino? Nino kan yang telah memaksamu untuk mulai bekerja seperti yang telah ia lakukan padaku? Akan kubu*uh dia sekarang juga!"
"Bukan Jen, bukan Nino! Tapi pemicunya memang dia sih"
"Maksud kamu gimana sih, Lou? Aku ga ngerti deh"
"Bisakah kamu duduk dulu supaya bisa mendengarkan aku dengan tenang?"
"Oke, aku duduk. Sekarang ayo cerita sampai sedetil-detilnya, aku mau dengar"
Louisa kemudian menggenggam kedua tangan Jenny untuk mencoba menenangkannya walaupun sebenarnya yang perlu ditenangkan adalah Louisa sendiri.
"Begini, Jen. Kamu masih ingat sama Rafe, temannya Jevan?"
"Aku ingat. Aku belum pernah ketemu sama dia sih, baru dengar dari cerita Jevan"
"Iya, aku juga belum pernah ketemu. Rafe ini sebenarnya tinggal di New Orleans dan bekerja di sana. Waktu ia bertemu dengan Jevan, ia sedang berlibur di sini"
"Iya, lalu apa hubungannya denganmu, Lou?"
"Begini akhir-akhir ini Nino selalu mengganggu aku dengan meminta aku untuk bekerja sebagai perempuan panggilan seperti ibu-ibu kita, lalu aku memberitahu Jevan kemudian Jevan mendatangi Nino dan seperti yang kamu tahu mereka bertengkar karena Jevan ingin aku mulai bekerja setelah umurku sudah 17 tahun, begitu juga denganmu nanti"
"Oke, lalu?"
"Nino tetap memaksa tapi akhirnya ia memberi Jevan waktu dua hari untuk mencari uang agar ia bisa mengganti uang klien yang hilang karena batal memakai jasaku. Aku tahu kamu pasti berpikir itu mustahil untuk mengumpulkan uang sebanyak itu dalam dua hari karena aku juga berpikir seperti itu"
"Tapi akhirnya Jevan bisa memenuhi keinginan Nino?"
"Iya benar. Aku sendiri tak tahu apa yang telah Jevan lakukan untuk mendapatkan uang sebanyak itu, tapi ia bilang padaku yang penting ia bisa melindungi aku untuk saat ini. Tapi ia sempat bilang padaku sih kalau ia bekerjasama dengan Rafe untuk mendapatkan uang itu karena katanya Rafe juga lagi butuh banyak uang untuk biaya pengobatan ibunya yang tidak sedikit"
"Wow ... Jevan hebat ... Lalu yang soal kamu sudah ga vir*in itu gimana, Lou?"
"Setelah itu sebagai rasa terima kasihku kepada Jevan, aku ... Aku memberikan eh ... Itu kepada Jevan"
"Itu apa, Lou?"
Jenny lalu terkesiap karena mulai memahami perkataan Louisa dengan menutup mulutnya karena saking terkejutnya ia dengan sesuatu yang baru ia ketahui tentang Louisa.
"Ka-kamu ... Sama Jevan ... Kamu memberi mahkota kamu untuk pertama kalinya kepada Jevan?"
"I-iya, Jen ... "
"Ka-kamu ... Kamu ... Kamu curang, Lou! Bagaimana kamu bisa berbuat seperti itu? Jevan kan udah kayak kakak kita sendiri!"
"Iya, aku tahu! Tapi kamu kan juga tahu kalau aku udah lama naksir dia! Cuma dia yang aku mau, Lou! Apalagi kalau kita sudah mulai bekerja nanti, kita takkan punya kesempatan untuk hidup normal seperti perempuan lain, Jen! Jadi aku pikir satu-satunya pria yang mungkin mau menerima diriku hanya Jevan"
"Tapi apakah Jevan punya perasaan yang sama seperti kamu, Lou? Dia memang sayang sama kita, itu aku tahu. Tapi cinta? Dia sudah tak bisa merasakan itu lagi sejak dia mulai bekerja untuk Nino, aku yakin itu!"
"Tapi kamu juga ga bisa sebut aku curang Jen, karena aku tahu kamu pernah cium Jevan kan tanpa sepengetahuan aku?"
"Iya sih. Jevan yang bilang ya?"
"Bukan, tapi yang bilang Viola karena dia melihatnya sendiri"
"Viola pacarnya Crash?"
"Well, mereka ga pernah bilang pacaran sih"
"Iya, pokoknya itulah!"
"Tapi itu benar kan?"
"Iya sih, itu benar. Tapi sebenarnya ada rasa bersalah sih setelah itu. Maksud aku, Jevan memang tampan. Tapi aku benar-benar sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri"
"Maafkan aku, Jen ... "
"Tidak apa-apa, Lou. Aku tahu kok kamu memang sudah lama naksir Jevan"
"Tapi aku juga tak tahu kalau perasaan ini akan bertahan lama atau tidak karena aku orangnya cemburuan"
"Iya, aku tahu sih soal itu"
Jenny dan Louisa kemudian sama-sama tertawa. Mereka kemudian saling berpelukan walau di dalam hati sebenarnya Jenny merasa iri bukan karena Louisa menyerahkan keper*wan*nnya kepada Jevan, tetapi karena Jevan sudah membela Louisa agar Nino tak segera mempekerjakannya sebelum ia berumur 17 tahun. Setelah selesai berpelukan, Louisa lalu menanyakan sesuatu kepada Jenny.
"Oh iya, tadi waktu kamu baru datang ke sini kayaknya kamu mau ngomong sesuatu deh. Soal apa, Jen?"