NovelToon NovelToon
RAHIM TERPILIH

RAHIM TERPILIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Identitas Tersembunyi / Poligami / Romansa / Konflik etika
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Essa Amalia Khairina

Siapapun tak ingin mendapatkan takdir yang tak sejalan dengan keinginan, termasuk Asha. Sejak awal ia tahu hidupnya tak pernah sempurna, namun tak pernah ia bayangkan bahwa ketidaksempurnaan itu akan menjadi alasan seseorang untuk merendahkannya—terutama di mata Ratna, ibu mertuanya, wanita yang dinginnya mampu merontokkan kepercayaan diri siapa pun.

"Untuk apa kamu menikahi wanita seperti dia?!"
Satu kalimat yang terus menggetarkan jantungnya, menggema tanpa henti seperti bayang-bayang yang enggan pergi. Kalimat itu bukan hanya penghinaan. Itu adalah vonis, sekaligus penjara yang tak pernah bisa ia hindari.

Sejak hari itu, Asha belajar diam. Bukan karena ia lemah, tetapi karena setiap kata yang keluar dari mulutnya hanya akan memicu luka baru.

Namun ada satu hal yang membuatnya tetap bertahan.

Aditya.

Namun saat kehadiran Nadia, semua mulai berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Essa Amalia Khairina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JANJI ADIT

“Morning, sayang…”

Suara itu menyelinap pelan ke telinga Asha, hangat seperti belaian. Matahari pagi menembus bilah-bilah jendela, menciptakan garis-garis cahaya keemasan yang jatuh lembut di atas wajahnya.

Asha mengerjap pelan, mencoba fokus, dan saat kedua matanya akhirnya terbuka, ia mendapati Adit duduk di sampingnya—menatapnya dengan senyum kecil yang nyaris tak bisa ia sembunyikan.

Adit bersandar dengan satu tangan menopang kepala, rambutnya sedikit berantakan namun tatapannya penuh kehangatan. “Kamu cantik kalau tidur,” ujarnya lirih, seolah mengagumi pemandangan paling indah di pagi itu.

Asha tersentak kecil, pipinya memerah seketika. Ia menarik selimut hingga menutupi sebagian wajahnya. “Mas… sejak kapan kamu memperhatikan aku tidur? Aku jadi malu…”

Adit terkekeh pelan, lalu mengulurkan tangan untuk menarik selimut itu dari wajah Asha, memperlihatkan pipi yang merona. “Dari tadi,” Jawabnya sambil tersenyum penuh sayang. “Aku nggak bisa berhenti lihat kamu. Rasanya… damai banget.”

"Gombal!" Kata Asha sambil mencubit perut Adit.

Asha menahan tawa melihat ekspresi meringis pura-pura Adit. Ia tahu betul lelaki itu tidak benar-benar kesakitan—hanya mencari perhatian.

Adit kemudian merebahkan tubuhnya kembali di atas bantal, satu tangan diletakkan di belakang kepala, sementara tangan lainnya meraih jemari Asha dan menggenggamnya pelan. Cahaya pagi yang baru menyelinap lewat celah jendela membuat wajahnya terlihat lebih hangat dan santai dari biasanya.

“Aku serius,” Ujar Adit dengan nada manja yang jarang ia keluarkan. “Kita sudah ambil cuti. Mau ke mana? Mau ngapain? Selama kamu yang minta, aku turuti.”

Asha mengerjap pelan, pipinya yang tadi merona karena menggoda Adit kini ikut menghangat. Ia duduk bersila di sisi ranjang, rambutnya yang sedikit berantakan justru membuatnya tampak lebih lembut.

“Hm…” Asha memiringkan kepala, pura-pura berpikir lama. "Yang terpenting... aku ingin mengunjungi makam Ibu dan Ayahku dulu, Mas."

"Ya udah. Gimana... setelah kita mengunjungi makam Ibu dan Ayah kamu, kita pergi ke kebun teh."

"Kebun teh?" Ulang Asha.

Adit mengangguk. "Kita manfaatkan libur cuti kita ini. Lagipula, aku sudah cukup lama nggak ke tempat yang tenang. Gimana? Kamu setuju?"

Asha menatap Adit beberapa detik sebelum akhirnya bibirnya terangkat membentuk senyum lembut. Ia mengangguk pelan. “Tentu aku setuju,” Jawabnya, suaranya rendah dan penuh kehangatan. “Aku malah senang kamu yang duluan ngajak. Sudah lama aku ingin ke sana lagi.”

Adit menegakkan tubuhnya perlahan, seolah baru teringat sesuatu. “Kalau begitu…” Ujarnya sambil menatap Asha dengan senyum kecil yang penuh maksud, “Nona Asha harus mandi dulu.”

Ia mencondongkan badan sedikit, menurunkan suaranya. “Biar wangi… dan cantik.”

Asha langsung memelototkannya. “Mas, aku bisa mandi sendi—”

Ucapan itu terputus karena dalam satu gerakan cepat, Adit sudah membungkuk dan meraih tubuhnya. Asha terkejut, kedua tangannya refleks memeluk bahu Adit.

“Mas! Jangan— Aku bisa jalan sendiri!” protesnya, pipinya memerah.

“Terlambat, Nona.” Balas Adit santai sambil mengangkat Asha dengan mudah. “Nona Asha sedang dalam masa manja, jadi tugas suami adalah mengurus semuanya.”

Tanpa memedulikan rengekan kecil gadis itu, Adit menggendongnya menuju kamar mandi. Langkahnya mantap, ekspresinya puas melihat Asha yang akhirnya hanya bisa merengut malu di pelukannya, sementara jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

Begitu memasuki kamar mandi, Adit pelan-pelan menurunkan Asha hingga kakinya menyentuh lantai dingin. Asha masih memegang bahunya, seolah takut dilepas begitu saja.

Saat Adit memutar keran dan uap hangat mulai memenuhi bathub, Adit lebih dulu masuk ke dalam bak mandi spiral itu. Sedangkan, Asha tiba-tiba memegangi bagian bawah perutnya. Wajahnya tegang, bibirnya menahan napas yang terputus-putus.

"Kenapa, sayang?" Kata Adit khawatir.

Asha menelan saliva. "Ma-mas. Apa ini akan sakit?"

Adit menggapai jemari Asha mendekat. "Kemarilah. Aku akan melakukannya dengan hati-hati, akan aku pastikan kamu tidak akan merasakan sakit lagi."

"Tapi, Mas gimana caranya?"

Tanpa menunggu lagi, Adit segera mematikan keran. Ia menuntun Asha menjauh dari aliran air agar tidak terpeleset. Dengan hati-hati, ia menopang pinggang dan punggung Asha agar tetap stabil.

“Aku angkat kamu, ya?” Tanyanya lembut. "Mungkin dengan sedikit gigitan, kamu akan merasa nikmat, sayang."

"Maaaas!" Protes Asha, setengah malu... setengah mau. "Aku serius!"

"Kamu pikir aku bercanda?" Ucap Adit. Tanpa permisi, ia merapatkan tubuhnya dengan tubuh Asha hingga ia kembali merasakan hangat dan lembutnya kulit wanita itu. Di saat yang sama, wajahnya bergerak turun, ia mulai melumat bagian leher belakang Asha dengan kecupan lembut.

"Mas..." Desah Asha tanpa sadar, tubuhnya bergelincang.

"Bagaimana? Hmm?" Bisik Adit di telinga Asha. Dengan penuh kehati-hatian, ia mulai menuntun Asha untuk masuk ke dalam bathub.

Asha sempat meringis kesakitan saat merasakan air menyentuh bagian bawah perutnya, namun gerak Adit yang penuh penjagaan, tak membuat dirinya merasakan sakit itu lebih dalam.

Mula-mula, Adit mengambil spons, menuangkan sabun cair wangi yang lembut, lalu meremasnya perlahan hingga busanya mengembang. Aromanya menenangkan, hangat, dan memenuhi ruangan kamar mandi yang masih berkabut uap.

Pelan-pelan, ia mulai mengusap lengan Asha dengan gerakan hati-hati—seolah ia sedang menangani sesuatu yang rapuh.

“Kalau tanpa spons…” Gumam Adit sambil menahan senyum, “…mungkin pakai tanganku langsung akan jauh lebih bersih.”

Asha yang sedang menahan nyeri di bagian bawah perut masih sempat memelotot tipis. “Modus,” Keluhnya, di antara suara yang bergetar. Bibirnya terjatuh rapat, antara menahan sakit dan berusaha menikmati setiap sentuhan itu di kulitnya.

Adit tertawa kecil, namun pandangannya tetap khawatir. “Tapi kamu menikmatinya kan, sayang?” Tanyanya lembut, jelas mencoba mengalihkan perhatian Asha dari rasa sakitnya.

Asha tak menjawab, ia hanya menutup mata sebentar, meringis sambil menyandarkan tubuhnya lebih nyaman di pangkuan Adit.

“Aku nggak macem-macem. Aku cuma pengen kamu rileks." Lanjut Adit. "Kalau sakitnya makin kuat, bilang ya.”

Tangannya kembali mengusap perlahan, bukan dengan maksud menggoda, tapi membuat gerakan ritmis yang menenangkan—seakan berusaha menarik rasa nyeri dari tubuh Asha.

“Aku di sini,” Bisik Adit. “Mulai saat ini... aku akan selalu pastikan tak akan ada seseorang yang berani menyakitimu, termasuk aku... dan, cukup aku, untuk yang terakhir kalinya."

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!