Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Meet Up
Bab 16. Meet Up
POV Airin
Sudah dua minggu Lola tinggal di rumah ku. Dan saat ini dia sedang pergi bekerja di antar jemput oleh pacarnya itu, tetapi dengan sepeda motor Lola. Aneh bukan?!
Motor Lola sudah seperti punyanya sendiri. Bahkan dia juga tinggal di rumah Lola berasa rumah sendiri.
Memang sih sebentar lagi mereka akan menikah. Tetapi aku baru tahu Jemin tinggal di rumah Lola ketika kemarin kami datang untuk membersihkan rumahnya karena keluarganya yang di kampung akan datang dan menginap di sana. Juga lamaran Lola akan di adakan di sana.
Kesal begitu melihat keadaan rumah yang seperti kapal pecah. Debu lantai bisa di ukur tingginya. Tumpukkan gelas dam piring kotor yang sudah menjamur dan menyebarkan bau busuk kemana-mana. Belum lagi bau asap rokok yang menyeruak dan menempel pada gorden jendela dan kain sofa sudah berkamuflase menggantikan parfum ruangan. Kok ada manusia jorok seperti ini, dan hidup lagi. Hidup menumpang bukankah seharusnya harus tahu diri?
Aku mengelus dada. Untungnya jodoh ku nggak jorok seperti Jemin. Justru Abang sangat cerewet kalau keadaan rumah nggak bersih.
Tapi selama Lola disini, pernah sekali aku bertengkar sama Abang. Pasalnya Lola sangat pemalas. Piring bekas dia makan nggak langsung di cuci malah ditinggal di atas meja makan begitu saja. Dan itu dilihat Abang. Abang nggak suka melihatnya.
Mungkin sudah kebiasaan. Karena setiap kali Lola main kesini dan makan disini, biasanya bersama dengan ku, Umi atau anak-anak. Jadi bekasnya terkadang sekalian aku atau Umi yang bersihkan.
Hari ini aku menunggu Selvia di sekolah karena pulang awal. Ragil ada Umi yang menjaga. Umi sudah pulang beberapa hari yang lalu. Membawa begitu banyak oleh-oleh, hasi olahan sendiri keluarga Om Rino di kampung. Ada rengginang, kerupuk ubi juga kerupuk ikan. Dan yang paling aku sukai ada ikan asin.
"Hai Rin."
Sapa salah seorang orang tua murid di sekolah yang sama dengan anakku, dan kini menjadi temanku.
"Hai... Ih, lama kita nggak ketemu."
"Iya. Aku sering lihat kamu ngantar aja, kadang jemput pun kita nggak ketemu. Sibuk pesanan kue ya?"
"Nggak juga sibuk hal yang nggak perlu di sibukkan sih, hehehe.."
"Ih, apa sih? Hehehe..."
"Hai Rin, hai Diana. Tumben nih ada Airin. Meet up yuk, dah lama nggak sarapan bubur disana. Aku Bosen lihat muka Diana mulu Diana mulu tiap hari, hehehe..."
Salah seorang teman ku yang lain datang menghampiri.
"Wah, minta di jambak ya ususnya." Protes Diana tapi dia nggak marah benaran.
"Hehehe..."
Aku terkekeh bersama teman-teman ku. Sudah biasa kami bercanda seperti ini. Teman ku yang satu ini memang suka bercanda dan melucu. Dan masih ada 2 orang lagi yang nggak kelihatan. Mungkin ada kegiatan, jadinya sibuk.
Kami dekat sejak anak kami sama-sama bersekolah di Taman Kanak-kanak yang sama. Kalau sudah bertemu, kami sering sarapan bersama. Biasanya warung yang kami datangi nggak jauh dari TK ini. Kami cukup berjalan kaki saja.
"Ayo! Aku pengen lontong sayurnya hari ini." Ajak Diana.
"Awas ya, makan sambil baca! Nanti telat lagi dengar gosip spektakuler." Protes Yaya, sambil bercanda.
"Hehehe, biar aja dia planga plongo nanti." Kata ku.
"Dih, hayuk! Nanti nggak ada tempat."
Kami pun beranjak dan mulai berjalan menuju warung bubur. Memang kalau pagi begini warung itu selalu ramai dan pernah kami menunggu untuk mengantri duduk.
Tapi alhamdulillah, kali nggak terlalu ramai dan kami bebas memilih tempat.
"Besok sarapan lagi yuk disini. Ajak, Ratna sama Sari juga." Ajak Yaya.
"Kalau besok nggak janji ya. Besok aku sibuk kayaknya." Jawab ku.
"Ada pesanan?" Tanya Diana.
"Nggak. Itu, mau ada acara lamaran di tempat sepupu. Jadi mau bantu masak-masak besok."
"Si Lola itu ya?" Tanya Arya karena dia memang sudah pernah bertemu Lola sebelumnya waktu main ke rumah ku.
"Iya Lola."
"Sama cowoknya yang kamu ceritain itu?" Tanya Yaya lagi.
"Iya." Jawabku.
"Ih, mau-maunya Lola."
"Eh aku ketinggalan berita ya?" Tanya Diana.
Akhirnya aku pun menumpahkan keluh kesah ku kepada para teman-teman ku ini. Dan dari cerita ku, teman-teman ku pun ikut kesal sama seperti aku.
"Bagus kalau di jadikan cerita novel kayaknya, hehehe."
"Eh iya. Kamu masih nulis Diana?" Tanya ku.
"Masih lah. Iseng-iseng berhadiah kalau beruntung. Hehehe..."
"Boleh tu, jadikan novel pasti seru."
"Iya tuh, nanti aku orang pertama yang baca. Bagi aku naskahnya ya. Hehehe... di jual laku nggak ya?" Canda Yaya.
"Heleh enak aja. Nggak lah, nggak enak aku masa nulis kisah hidup orang." kata Diana.
"Nggak apa-apa. Lagian kan kisah si Lola ini sudah banyak terjadi. Sudah umum. Mungkin bukan cuma dia yang ngalami." Kataku.
"Tetap aja aku nggak enak. Apalagi dia sepupumu."
"Tapi nanti kalau kehabisan ide cerita dan mau nulis kisah si Lola ini, tanya saja aku ya. Aku jadi kepo jalan ceritanya kalau sudah di jadikan novel.
Setelah itu pembahasan kami berpindah haluan. Masih seputar Lola, tetapi yang kami bahas seputar pacarnya yang kecanduan game online.
"Bahaya ya game ini. Apalagi online, kadang mereka nggak bisa berhenti begitu aja."
"Aku juga kadang main game, tapi game offline kalau lagi bosan. Cuma lebih sering menulis sih." Kata Diana.
"Kalau benar-benar hanya game sih nggak masalah. Takutnya game yang menjurus judol. Ini yang bahaya." Jelas Yaya.
"Judol?" Tanyaku dan Diana serempak.
"Judi online! Ih..., dasar emak-emak nggak gaul, menuju lansia." Yaya merepet.
Kami kembali terkekeh.
"Enak aja, aku baru 33 ya." Protes Diana.
"Mau 15 kek, 20 kek 35 kek umur pasti berjalan menuju lansia. Salahnya di mana coba?"
"Hehehe..."
Lagi-lagi kami terkekeh. Malas kalau berdebat dengan Yaya. Nanti pasti ada lagi alasannya yang bisa mendapat sedikit pembenaran.
Tapi ada mereka, aku jadi sedikit terhibur. Sampai nggak terasa, jam pulang anak-anak kami tinggal 10 menit lagi. Kami pun membayar apa yang kami makan dan minum masing-masing. Nggak ada donasi maupun donatur karena sama-sama tahu, akhir bulan begini isi dompet sama-sama mulai menjerit.
Sebenarnya, aku serius tadi mengatakan soal kisah Lola yang bagus kalau di jadikan novel. Biar Lola tahu, bahwa kebucinan dia itu merugikan dia.
Tapi ya, sudah terlanjur jadi juga kan. Lola hamil duluan dan besok acara lamarannya. Semoga saja si Jemin itu jadi bener setelah menikah nanti.
Terlalu memikirkan urusan Lola aku jadi pusing sendiri. Bener kata Abang, harusnya aku jangan terlalu mencampuri urusan Lola. Toh dia juga sudah besar dan pasti tahu konsekuensi dari setiap perbuatan yang dia lakukan.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mayan buat iklan biar gk sepaneng kebawa pikiran yg lg ruwet🤭🤣