NovelToon NovelToon
Aku Bukan Mesin ATM Keluargamu Mas

Aku Bukan Mesin ATM Keluargamu Mas

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Shaa_27

“Gajimu bulan ini mana, Ran? Orang tua butuh uang.”
“Adik butuh biaya kuliah.”
“Ponakan ulang tahun, jangan lupa kasih hadiah.”

Rani muak.
Suami yang harusnya jadi pelindung, malah menjadikannya mesin ATM keluarga.
Dari pagi hingga malam, ia bekerja keras hanya untuk membiayai hidup orang-orang yang bahkan tidak menghargainya.

Awalnya, Rani bertahan demi cinta. Ia menutup mata, menutup telinga, dan berusaha menjadi istri sempurna.
Namun semua runtuh ketika ia mengetahui satu hal yang paling menyakitkan: suaminya berselingkuh di belakangnya.

Kini, Rani harus memilih.
Tetap terjebak dalam pernikahan tanpa harga diri, atau berdiri melawan demi kebahagiaannya sendiri.

Karena cinta tanpa kesetiaan… hanya akan menjadi penjara yang membunuh perlahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shaa_27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bantuan dari istri pak suryo

Di kantor polisi, suasana malam itu tegang. Lampu neon putih menyala terang, menciptakan bayangan tajam di dinding. Beberapa polisi lalu-lalang, sementara Pak Surya duduk di ruang pemeriksaan dengan wajah tegang—meski berusaha menyembunyikannya di balik senyum licik.

Di sebelahnya, Bu Marni dan Andi duduk gelisah. Wajah mereka pucat pasi, keringat dingin membasahi pelipis. Mereka tahu betul apa yang mereka hadapi bukan perkara kecil: pelecehan dan perencanaan jahat terhadap Rani.

Pak Surya merogoh jasnya, mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal dan meletakkannya di atas meja. “Saya yakin… kita bisa menyelesaikan semua ini secara… baik-baik,” katanya dengan suara berat tapi tenang, seakan yakin uang bisa membeli keadilan.

Petugas penyidik mengangkat alisnya. “Maksud Anda…?”

Pak Surya menyeringai tipis. “Uang. Ratusan juta. Saya kasih malam ini juga. Asal… kasus ini nggak usah dibesar-besarkan. Toh… nggak sampai terjadi apa-apa, kan?” katanya enteng, seolah pelecehan dan kekerasan yang dilakukannya hanyalah angin lalu.

Andi menunduk ketakutan, sementara Bu Marni mencubit lengan anaknya pelan, menyuruhnya diam. Mereka bergantung sepenuhnya pada uang Pak Surya malam itu.

“Kalau kami semua masuk penjara… habis sudah hidup kami,” gumam Bu Marni lirih, hampir seperti bisikan putus asa.

Namun penyidik—seorang perwira muda yang tegas—hanya menatap mereka tajam. Ia menutup amplop itu dengan keras, mendorongnya kembali ke arah Pak Surya. “Pak Surya, ini bukan pasar. Ini kantor polisi. Anda pikir kami bisa dibeli begitu saja?”

Wajah Pak Surya seketika menegang. “Tapi… saya ini orang punya nama. Pengusaha besar. Saya bisa bantu banyak.”

“Justru karena Anda orang berpengaruh,” suara penyidik meninggi, “makanya hukum harus ditegakkan. Apa yang Anda lakukan malam ini bukan main-main. Ada saksi, ada korban, ada laporan resmi. Anda, Bu Marni, dan Andi sudah masuk dalam berita acara pemeriksaan.”

Andi terbelalak. “A-apa?! Aku juga bakal ditahan?! Tapi aku—”

“Diam, Andi!” bentak Bu Marni panik.

Penyidik melanjutkan dengan tenang namun tajam, “Andi dan Bu Marni sudah mengakui bahwa mereka tahu rencana Pak Surya. Itu sudah cukup sebagai bukti keterlibatan. Kalian bertiga terancam hukuman berat.”

Pak Surya mencoba bangkit, tapi dua polisi langsung menahan pundaknya. Wajahnya merah padam, gengsinya tercabik. “Ini gila! Aku bisa beli kantor ini kalau mau!” bentaknya kasar.

“Silakan coba,” jawab salah satu polisi sinis. “Tapi uang Bapak nggak akan bisa beli rasa sakit korban dan saksi-saksi yang melihat semua.”

Suasana ruangan semakin berat. Tangisan kecil terdengar dari Bu Marni yang mulai kehilangan kendali. Andi hanya bisa menunduk, lututnya gemetar.

Sementara itu, dari balik kaca ruang interogasi, Papa Nadia berdiri bersama penyidik senior. Ia menatap dingin ke arah Pak Surya. Sebagai hakim, ia sudah paham permainan orang-orang seperti Surya: mengandalkan uang dan kekuasaan. Tapi malam ini… semuanya akan berbeda.

“Permainan uangnya berhenti di sini,” gumam Papa Nadia pelan namun penuh tekad. “Rani akan dapat keadilan.”

Di saat yang sama, penyidik mengetuk meja keras. “Catat ini. Saudara Surya, Bu Marni, dan Andi… mulai malam ini resmi ditahan sementara untuk penyidikan lebih lanjut.”

Tangan-tangan petugas langsung bergerak cepat. Borgol dikunci di pergelangan Pak Surya. Wajahnya langsung berubah dari sombong menjadi panik.

“Tidak! Kalian tidak tahu siapa aku!” teriaknya.

★★★★

Pagi itu, matahari baru saja naik tinggi. Udara pabrik terasa sibuk seperti biasa. Rani berdiri di depan kaca besar kamar Nadia, merapikan rambut dan seragam kerjanya. Wajahnya tampak jauh lebih kuat dari malam sebelumnya—meski luka di hatinya masih membekas.

Nadia muncul dari balik pintu dengan segelas susu hangat.

“Yakin kamu kuat kerja hari ini?” tanya Nadia lembut.

Rani tersenyum tipis. “Aku nggak boleh keliatan lemah, Nad. Mereka harus tahu aku nggak akan hancur cuma karena satu malam.”

Tak lama kemudian mereka berdua berangkat ke pabrik. Hari berjalan cukup tenang… sampai jam istirahat tiba.

Suasana kantin pabrik mendadak gempar saat seorang gadis berambut panjang dengan mata merah karena amarah masuk sambil berteriak. Itu Melati, adik Andi.

Semua pekerja langsung menoleh.

“Dasar perempuan murahan!” teriak Melati, menunjuk lurus ke arah Rani.

Rani yang tengah duduk bersama Nadia dan rekan kerjanya perlahan berdiri. Ia bisa merasakan tatapan ratusan pasang mata mulai mengarah padanya. Beberapa karyawan langsung mengeluarkan ponsel, merekam, bahkan ada yang live TikTok.

"apa maksud kamu melati,datang ke tempat kerja orang dan membuat onar?" tanya Rani menatap tajam kearah melati.

"berbuat onar? Dasar perempuan tidak tau malu susah menjual diri ke calon suami orang dan sekarang mengatakan aku pembuat onar!" teriak melati menggundang banyak cibiran dari beberapa orang di pabrik.

“Aku… jual diri?” ucap Rani pelan namun penuh nada sinis. Senyumnya dingin.

“Iya!” balas Melati lantang. “Kamu emang jual diri ke calon suami aku, Rani! Dasar perempuan penggoda! Kamu pura-pura jadi korban padahal kamu yang godain Pak Surya!”

Bisik-bisik mulai terdengar. Sebagian karyawan menatap Rani dengan bingung, sebagian lagi dengan pandangan curiga.

Tapi Rani hanya tertawa pelan. Tawanya dingin dan menusuk, membuat Melati sedikit mundur tapi tetap memaksakan diri untuk terlihat kuat.

“Kamu ini lucu, Melati,” ujar Rani sambil melangkah maju mendekat. “Yang jual aku ke Pak Surya bukan aku… tapi keluargamu sendiri.”

Suasana kantin hening seketika.

“Mas kamu dan ibu kamu menjebak aku di dalam kamar malam itu,” lanjut Rani, suaranya tegas namun matanya mulai berkaca. “Mereka tega menjual aku ke Pak Surya dengan harga lima ratus juta. LIMA RATUS JUTA, Melati. Menantu dan istri dijual ke calon adik iparnya sendiri.”

Melati menggertakkan giginya, tapi tak bisa menyela.

“Dan sekarang kamu datang kesini… bikin onar… sambil teriak aku jual diri?” Rani mengangkat alisnya tinggi. “Kalau aku jual diri, LALU KAMU APA, MELATI?”

Rani melangkah lebih dekat hingga jarak mereka hanya satu langkah.

“Kamu rela ngasih hidup kamu… mahkota kamu… ke pria yang punya tiga istri. Kamu bahkan bangga bilang kamu hamil anaknya.”

Napas Melati mulai tersengal, tapi Rani tak berhenti.

“Aku yang biayai hidup kamu, kuliah kamu, keluarga kamu. Setiap rupiah yang mereka makan ada keringatku di situ. Tapi apa balasannya? Pengkhianatan.”

Rani menunjuk tepat ke wajah Melati.

“Dan sekarang… kamu lempar semua kotoran itu ke wajahku di depan semua orang?”

Suasana kantin pecah oleh desahan dan gumaman para pekerja. Beberapa karyawan yang tadinya menatap sinis ke Rani kini mulai melihat Melati dengan tatapan jijik dan tak percaya.

Melati gemetar, wajahnya memerah antara marah dan malu. Tapi sebelum ia sempat membalas, manager pabrik bersama beberapa petugas keamanan masuk.

“Ada apa ini?!” bentak sang manager.

Seorang karyawan langsung bersuara, “Pak, ini Melati, adik suaminya Bu Rani. Dia bikin keributan dan tuduhan ngawur.”

Manager menatap tajam ke arah Melati. “Ini tempat kerja, bukan pasar. Kalau kamu bukan karyawan, keluar sekarang juga sebelum saya panggil satpam.”

Melati mencoba melawan, “Tapi—”

“Keluar!” bentak manager keras.

Satpam segera mengiring Melati keluar pabrik dengan paksa. Melati berteriak histeris tapi tak ada yang memihaknya. Semua orang sudah melihat siapa yang sebenarnya jadi korban.

Nadia menepuk bahu Rani pelan. “Kamu keren banget barusan.”

Rani menarik napas dalam. “Aku udah capek diem, Nad. Kali ini… aku nggak akan biarin mereka injak-injak harga diriku lagi.”

★★★★★

Siang itu, matahari menyengat tajam di halaman depan kantor polisi. Suasana ramai—beberapa warga yang kemarin menjadi saksi ikut menyaksikan proses hukum ini dengan sorot mata penuh emosi.

Di ruang depan, Pak Surya duduk bersama Andi dan Bu Marni, wajah mereka tegang tapi terselip harapan. Tak lama kemudian pintu terbuka lebar, dan masuklah Istri pertama Pak Surya, Bu Ratna, wanita paruh baya berwajah anggun namun sorot matanya tajam seperti pisau. Di belakangnya menyusul dua istri Pak Surya lainnya.

Semua polisi langsung berdiri menyambut, karena mereka tahu siapa Bu Ratna—istri sah dari juragan tanah kaya raya itu.

“Bu Ratna… Anda yakin akan mencabut laporan?” tanya petugas dengan nada serius.

Bu Ratna mengangguk pelan namun matanya tak pernah lepas dari Pak Surya. “Ya. Saya sudah siapkan uang jaminan, dan semua berkas sudah saya tanda tangani.”

Tak lama, proses administrasi berjalan cepat. Dan dalam hitungan menit, Pak Surya, Andi, dan Bu Marni resmi bebas sementara. Begitu keluar dari ruang tahanan sementara, Pak Surya langsung menghampiri istrinya dengan wajah lega.

“Ratna… terima kasih…,” ucapnya sambil menunduk. “Aku nggak akan lupa kebaikan kamu. Kalau bukan karena kamu—”

“Cukup, Surya.” Suara Bu Ratna datar, dingin, tapi menusuk. “Kamu bebas hari ini bukan karena aku masih mencintaimu… tapi karena aku tidak ingin nama keluarga kita hancur di depan umum.”

Pak Surya terdiam. Dua istri lainnya ikut menyilangkan tangan, jelas terlihat tak senang.

Bu Ratna melangkah pelan ke arah suaminya, berhenti tepat di depannya. “Tapi aku punya tiga permintaan. Kalau kamu berani menolak satu saja, aku pastikan hidupmu jauh lebih menderita dari sel tahanan.”

Pak Surya menelan ludah. Andi dan Bu Marni saling pandang, mulai merasa tak enak.

“Permintaan pertama…” Bu Ratna menatap lurus ke mata suaminya. “Putuskan semua hubunganmu dengan Melati. Aku tahu gadis itu hanya mainanmu. Kalau kamu menikahinya, aku pastikan kamu akan kehilangan semua harta yang kamu banggakan selama ini.”

Melati yang sedang duduk di luar bersama Bu Marni, mendengar kata-kata itu dari jendela kaca dan langsung pucat pasi.

“Permintaan kedua…” lanjut Bu Ratna dengan suara semakin berat. “Kamu tidak akan pernah menyentuh perempuan lain lagi. Tidak Melati, tidak Rani, tidak siapa pun. Kalau kamu melanggar, aku akan mengajukan gugatan cerai dan mengambil semua tanah, rumah, dan usahamu. Semuanya atas namaku, Surya.”

Pak Surya menunduk, pipinya berkeringat. “Aku… aku penuhi.”

Dan yang terakhir—Bu Ratna mendekat lebih rapat, suaranya menurun namun membuat semua orang yang ada di ruangan itu merinding.

“Permintaan ketiga… kamu harus berlutut di depan para istri dan meminta maaf atas kelakuanmu. Hari ini. Di depan orang banyak. Kalau kamu punya harga diri, Surya… turunkan kepalamu sekarang.”

Ruangan seketika hening. Para polisi saling pandang, tak menyangka permintaan itu begitu keras. Andi dan Bu Marni yang tadinya ikut lega mulai salah tingkah.

“Ratna… aku—”

“BerLUTUT, Surya!” potong Bu Ratna dengan suara lantang, tegas, membuat ruangan bergetar.

Dengan wajah malu dan mata berair, Pak Surya akhirnya berlutut di depan ketiga istrinya. Sorakan dan bisik-bisik kecil terdengar dari warga dan petugas yang menyaksikan.

“Mulai hari ini,” lanjut Bu Ratna, “semua gerak-gerikmu akan ada dalam pengawasan aku dan kedua istrimu yang lain. Dan satu hal lagi… urusanmu dengan Rani belum selesai. Jangan pikir kamu bebas begitu saja.”

Andi dan Bu Marni hanya bisa membeku. Mereka tak menyangka wanita itu sekuat dan sekeras itu—dan entah kenapa, firasat buruk mulai menyelimuti mereka.

Pak Surya hanya tertunduk, tak mampu membalas satu kata pun.

Ia sadar—kebebasannya hari ini bukanlah kemenangan. Tapi awal dari hidup dalam kendali mutlak istrinya sendiri.

1
AlikaSyahrani
semoga memdapatkan jodo sang bisa menerima kamu apa adanya
bukan ada apanya🤲🤲🤲
Wanita Aries
Semangat membuka lembaran baru rani
AlikaSyahrani
semangat rani 🦾🦾🦾🦾🦾
AlikaSyahrani
dasar keras kepala kamu ran
apa dibilang temanmu n tetanggamu itu betul sekali sayangila dirimu sendiri
AlikaSyahrani
sadar rani sadar kamu itu cuma dimanfaatkat oleh kelurga suamimu
AlikaSyahrani
rani rani tinggalkan keluarga toxsis begitu
AlikaSyahrani
rani kamu emong boda
kamu itu kerja banting tulang kok gak perna dihargai sih
mendingan pisa ajah toh blm punya anak
Sulfia Nuriawati
nodoh keras kepala lg, g bs dengar pendpt y udah jd aja hamba cinta kamprett km Rani bego🐯🐯🐯🐯
Sulfia Nuriawati
jd cwek kok bodoh nya minta ampun, g nyadar cm jd ATM bkn cinta oon🐯🐯🐯
Sulfia Nuriawati
pny kerja ngapain bertahan dg suami yg kyk gt, mn mertua merongrong lg toxic bnget ni kluarga, cm org bodoh yg mw bertahan, cinta nlh bidoh jgn y dek
penulis_pena: jangan salah kak 🥹banyak banget di dunia nyata kayak Rani 🥹apalagi kakakku beh bodohnya ngalah ngalahin Rani udah dibilang juga masih ngeyel😭dan terbitlah kisah Rani dari kisah nyata kakakku😭
total 1 replies
Ma Em
Rani saja sdh tau kelakuan Andi dan bu Marni msh saja mau pulang kerumah Andi segitu cinta kah Rani pada Andi walau sdh dijual dan hampir dilecehkan bahkan sampai celaka msh saja mau pulang ke rumah Andi , Rani cuma omong doang yg besar tapi tetap saja msh mengharapkan pada Andi si laki mokondo .
Wanita Aries
Haha iya maya km menang tp siap2 aj menderita tinggal sama benalu
Ma Em
Apa hukuman yg akan diterima Surya, Andi dan Bu Marni jgn sampai bebas dari hukuman mereka bertiga apalagi keluarga benalu dan lelaki mokondo berikan dia hukuman yg berat yg akan Andi dan Bu Marni menyesal seumur hidupnya begitu juga dgn si Melati .
Wanita Aries
Rasakan nohh suryo
Nasibmu bakal tragis marni andi ma melati
Wanita Aries
Siap2 tdr di hotel prodeo si suryo marni sama andi
Wanita Aries
Mampuslah itu mereka masuk penjara
penulis_pena: 😭iya ih suka kesel bngt sama keluarga Bu marni
total 1 replies
Wanita Aries
Cerita bagus dan gak membosankan, bikin greget
Wanita Aries
Wah wahh menang lgi si marni tp blm tau jg itu bner hamil ank juragan atau bkn
Wanita Aries
Rasakan noh marni
Ma Em
Biar si Andi dan Bu Marni dapat hukuman yg berat bila perlu hukum seumur hidup , juga pak Surya didakwa dgn pelecehan dan dihukum seberat beratnya biar si Andi dan Bu Marni merasakan hidupnya seperti
di neraka .
penulis_pena: 😭orang licik pasti ada aja akalnya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!