Saquel dari Novel "Janda untuk om Duda"
Semenjak mamanya menikah dengan tuan muda Danendra, perlahan kehidupan Bella mulai berubah. Dari Bella yang tidak memiliki ayah, dia menemukan Alvaro, sosok ayah sambungnya yang menyayangi dirinya selayaknya anak kandungnya sendiri.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, sebuah insiden membuat semua berbalik membencinya. Bahkan mama kandungnya ikut mengabaikan dan mengucilkan Bella, seolah keberadaannya tidak pernah berarti.
Di tengah rasa sepi yang mendalam takdir mempertemukan kembali dengan Rifky Prasetya , dokter muda sekaligus teman masa kecil Bella yang diam-diam masih menyimpan rasa sayang untuknya. Bersama Rifky, Bella merasakan arti dicintai dan di lindungi.
Namun, apakah cinta masa lalu mampu menyembuhkan luka keluarga yang begitu dalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Pagi hari Bella keluat dengan pakaian yang sudah tersetrika rapih, rambutnya di kucir semakin terlihat cantik. Matanya menyapu ruang keluarga dan ruang makan yang kini sudah terlihat sepi, tanpa seorangpun. Sepertinya semua orang sudah berangkat menjalani aktivitas masing-masing, meninggalkannya sendiri di rumah yang terasa begitu hampa.
Perut Bella terasa lapar, karena dari semalam belum dia isi. Tanpa banyak bicara, ia melangkah menuju dapur melihat beberapa pelayan sedang mengerjakan pekerjaannya.
“Bi, masih ada makanan sisa nggak? Perutku lapar,” suara Bella terdengar pelan tapi penuh harap.
Sang pelayan menggeleng, wajahnya tampak sedikit iba. “Tidak ada, Non. Semua makanan sudah habis.”
Bella menghela napas panjang, bibirnya bergetar menahan rasa kecewa. “Begitu ya, Bi. Yasudah deh.” Ia menunduk sejenak, menekan perutnya yang mulai keroncongan, lalu berbalik melangkah pergi dengan langkah yang sedikit lebih lesu dari sebelumnya.
Tak lama salah sang pelayan memanggilnya.
"Non Bella"
Bella berhenti seketika saat mendengar panggilan itu, dan menoleh pelan, menatap pelayan yang berdiri canggung di hadapannya dengan mata yang terlihat ragu "Kenapa, Bi?" tanya Bella lembut.
"Maaf, Non. Sebenarnya masih ada makanan sisa makanan pelayan di sini. Kalau Non Bella mau, bibi ambilkan." Suaranya berusaha terdengar sopan, tapi jelas ada beban yang menyertai ucapan itu, seolah menyadari betapa hina dan tidak adilnya tawaran itu untuk seorang putri pemilik rumah.
Bella menggigit bibir bawahnya, perasaan campur aduk menguasai hatinya. Matanya berkaca-kaca, tapi ia menahan air mata agar tak jatuh.
Dengan langkah pelan, ia menunduk sebentar, lalu mengangguk pelan tanpa sepatah kata, merasakan dinginnya jarak yang terus memisahkan dirinya dari orang tua yang seharusya memenuhi semua kebutuhannya.
"Aku mau bi" ucap Bella yang sudah tidak bisa lagi menahan perutnya yang sangat lapar.
Sang pelayan lalu mengajak Bella masuk ke ruang yang sederhana dan penuh aroma rempah. Di tangan wanita itu tergenggam piring nasi putih yang di atasnya tersusun tempe goreng berwarna kecokelatan serta tumis kangkung yang masih mengeluarkan uap hangat. “Maaf, Non, cuma ada ini makanan yang tersisa” ucapnya pelan takut menyinggung perasaan Bella.
Bella menatap piring di tangannya, lalu membalas dengan senyum lembut yang menenangkan. “Tidak apa-apa, Bi. Begini saja Bella sudah sangat berterima kasih,” jawabnya dengan suara lembut menghargai pemberian pelayan di rumahnya. Matanya yang semula lelah kini mulai bersinar, seakan menemukan kehangatan dalam kesederhanaan itu.
Perlahan Bella menyuapkan tempe goreng ke mulutnya, ekspresi wajah Bella berubah. Ada kilauan kebahagiaan yang tak terduga, bibirnya sedikit mengulum senyum lega, dan matanya menutup sejenak menikmati rasa gurih dan renyah yang sederhana namun memuaskan itu. Dalam keheningan dapur yang hangat, Bella menikmati makanan sederhana yang di berikan oleh sang pelaya .
Pelayan itu berdiri tidak jauh dari tempat duduk Bella, matanya tak lepas dari sosok anak majikannya yang duduk diam sambil menyantap makanannya. Dulu, gadis kecil yang selalu dimanja dan diberi hidangan lezat ini, kini berubah, wajahnya yang dulu ceria kini menyimpan beban kesedihan yang tak terlihat.
Bahunya tampak menunduk pelan, seolah menanggung dunia yang tak pernah ia pilih sendiri. Pelayan itu menghela napas panjang, merasa kasihan melihat nasib Bella yang di kucilkan oleh seluruh keluarganya.
"Terima kasih ya, Bi. Bella berangkat kuliah dulu," ucap Bella setelah berhasil menghabiskan makanannya.
"Hati-hati, Non. Kalau ada apa-apa, kabari Bibi, ya," balas pelayan dengan nada penuh kehangatan dan sedikit kekhawatiran.
Bella membalas dengan anggukan ringan, jari-jarinya tersilang membentuk simbol dua ibu jari yang diacungkan, seolah berusaha memberi semangat pada diri sendiri dan pelayan yang selama ini menjadi satu-satunya tempat ia bersandar. Senyum itu sekilas merekah, namun matanya menyimpan cerita yang tak terucapkan.
Pelayan menatap Bella sampai sosoknya menghilang di balik pintu, berharap suatu saat beban itu akan sirna dan nona kecilnya bisa kembali menjadi anak yang bebas tertawa tanpa perasaan sedih yang di rasakan selama ini.
.
.
.
Setelah jam kuliahnya selesai, Bella bergegas menuji ke tempat kerjanya. Matahari sore mulai merunduk di balik gedung-gedung tinggi, menebar bayangan panjang di sepanjang trotoar kota. Sesampainya di restoran bintang lima yang megah, aroma masakan rempah menyambutnya seperti pelukan hangat yang kontras dengan lelahnya hari itu.
Bella menuju ke ruang ganti, mengganti bajunya dengan seragam pelayan restoran. Wajahnya yang lelah terselip senyum kecil saat menyusun alat-alat saji. Tak lama kemudian, sang manajer muncul dari balik pintu kaca, dengan langkah mantap dan senyum ramah yang tak bisa disembunyikan.
“Bella, besok malam kamu lembur ya, restoran kita di sewa untuk acara ulang tahun oleh salah satu anak pengusaha sukses di negara ini. Kita harus memberikan pelayanan yang baik untuk mereka” ucapnya dengan nada hangat.
"Baik pa,” jawab Bella, dia merasa senang karena dengan begitu dia akan mendapat uang tambahan.
Setelah melihat kepergian managernya, Bella mulai melakukan pekerjaannya, dengan cekatan dia mulai melayani pengunjung yang datang ke restoran.
Di sela-sela pekerjaannya, sesekali Bella mengobrol dengan teman kerjanya.
"Bel, nanti malam kamu ada acara tidak" Tanya Adel.
"Tidak Del, kenapa?" Tanya Bella.
Adel menyandarkan tubuhnya di dinding wajahnya yang biasanya ceria kini tampak lesu. "Ayo jalan-jalan, aku sumpek di kosan" keluhnya.
Bella mengangguk pelan, matanya sejenak menatap ke luar jendela yang mulai gelap. "Ayo, aku juga jenuh lihat dinding kamar terus" jawab Bella dengan sedikit candaan.
Mereka berdua tahu, di balik tawa ringan itu tersimpan cerita keluarga yang tak mudah. Adel yang sejak kecil diasuh kakek neneknya, kini harus menghadapi sepinya kamar kos setelah kehilangan mereka. Sementara Bella, hidup bersama keluarganya tetapi tetap merasa sepi karena di asingkan oleh mereka.
"Nanti kita ke pasar malam aja, pasti seru" ucap Adel semangat.
"Gas lah, anggap aja liburan" sahut Bella.
Membuat keduanya tertawa, seakan tidak memiliki beban sama sekali.
up lagi thor