NovelToon NovelToon
Perjuangan Gadis SMA

Perjuangan Gadis SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Teen School/College / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hanafi Diningrat

Najwa, siswi baru SMA 1 Tangerang, menghadapi hari pertamanya dengan penuh tekanan. Dari masalah keluarga yang keras hingga bullying di sekolah, dia harus bertahan di tengah hinaan teman-temannya. Meski hidupnya serba kekurangan, Najwa menemukan pelarian dan rasa percaya diri lewat pelajaran favoritnya, matematika. Dengan tekad kuat untuk meraih nilai bagus demi masa depan, dia menapaki hari-hari sulit dengan semangat pantang menyerah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanafi Diningrat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebebasan di tengah kehilangan

Najwa terbangun dengan suara sepatu hak tinggi yang berdecak di lantai rumah sakit. Jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi hari Senin. Sudah empat hari dia dirawat di sini.

"Najwa Kusuma?" Suara perempuan paruh baya yang terdengar tegas.

Najwa membuka mata dan melihat seorang wanita berkacamata dengan setelan blazer hitam. Di belakangnya ada Pak Budi, polisi yang kemarin datang.

"Iya, saya Najwa."

"Saya Bu Ratna, dari Lembaga Perlindungan Anak. Ada kabar baik untuk kamu."

Najwa duduk di ranjang sambil merapikan selimutnya. Dadanya berdegup cepat, berharap kabar baiknya bukan cuma isapan jempol.

"Kabar baik apa, Bu?"

Bu Ratna membuka map coklat yang dibawanya. "Setelah investigasi mendalam, polisi dan jaksa memutuskan kamu tidak akan dituntut secara hukum."

Najwa merasa lega luar biasa. Beban di dadanya kayak terangkat seketika. "Serius, Bu?"

"Serius. Kamu dianggap melakukan pembelaan diri terhadap kekerasan yang mengancam nyawa. Ditambah lagi, kamu masih di bawah umur dan korban kekerasan dalam rumah tangga."

Pak Budi ikut menjelaskan. "Tim forensik juga menemukan bukti-bukti kekerasan yang sudah bertahun-tahun kamu alami. Memar lama, bekas luka, semuanya mendukung kesaksian kamu."

Air mata mengalir di pipi Najwa. Tapi kali ini air mata kebahagiaan. "Jadi aku bebas?"

"Kamu bebas dari tuntutan hukum. Tapi kamu harus menjalani konseling rutin sama psikolog dan tinggal di bawah pengawasan lembaga perlindungan anak."

Najwa mengangguk sambil mengusap air matanya. Akhirnya ada kabar baik di hidupnya yang penuh masalah.

"Bu, ayah aku gimana? Sudah boleh dijenguk?"

Bu Ratna dan Pak Budi saling pandang dengan ekspresi yang aneh. Najwa merasa ada yang tidak beres.

"Ada apa? Kenapa kalian lihat aku kayak gitu?"

"Najwa..." Bu Ratna duduk di kursi sebelah ranjang. "Aku harus menyampaikan kabar yang berat."

Jantung Najwa langsung berdegup kencang. Pikirannya langsung ke hal-hal buruk.

"Ayah aku kenapa?"

"Tadi malam, ayah kamu mengalami komplikasi. Infeksi dalam yang menyebar ke seluruh tubuh."

"Terus?"

"Dokter sudah berusaha maksimal, tapi..."

Bu Ratna berhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat.

"Tapi apa, Bu?"

"Ayah kamu meninggal dunia tadi malam jam 11.30."

Dunia Najwa berhenti berputar. Suara-suara di sekitarnya menghilang. Yang terdengar cuma detak jantungnya yang bergemuruh di telinga.

"Bohong."

"Najwa..."

"BOHONG! Kemarin dokter bilang kondisinya stabil!"

Najwa melompat dari ranjang sambil berteriak. Luka di tubuhnya masih sakit, tapi dia tidak peduli.

"Mana ayah aku? Aku mau ketemu dia!"

Pak Budi memegang lengan Najwa pelan. "Najwa, tenangkan diri dulu."

"TENANG GIMANA? AYAH AKU MATI GARA-GARA AKU!"

Najwa menangis histeris sambil memukul-mukul dadanya sendiri. Rasa bersalah yang kemarin sempat mereda, sekarang kembali berlipat ganda.

"Ini salah aku! Aku yang bunuh dia!"

"Najwa, kamu tidak membunuh ayah kamu." Bu Ratna mencoba menenangkan. "Dia meninggal karena komplikasi medis."

"Komplikasi dari luka yang aku kasih! Sama aja aku yang bunuh dia!"

Perawat masuk karena mendengar teriakan. Mereka memberikan suntikan penenang untuk Najwa yang masih histeris.

"Aku pembunuh! Aku pembunuh ayah aku sendiri!"

Perlahan obat penenang mulai bekerja. Najwa merasa tubuhnya lemas dan pikiran mulai kabur. Tapi rasa bersalahnya tidak hilang.

"Ayah..." Najwa berbisik sebelum tertidur. "Maafin aku..."

Najwa terbangun sore hari dengan mata bengkak. Di sebelah ranjangnya duduk Bu Ratna yang masih setia menunggu.

"Kamu sudah merasa lebih baik?"

Najwa mengangguk pelan meski hatinya masih hancur. "Bu, aku mau liat ayah aku."

"Jasadnya sudah di kamar mayat rumah sakit. Kamu yakin mau melihat?"

"Iya. Ini terakhir kalinya."

Bu Ratna mengantar Najwa ke kamar mayat dengan kursi roda. Sepanjang perjalanan, Najwa mempersiapkan mental untuk melihat ayahnya yang sudah tidak bernyawa.

Di kamar mayat yang dingin dan berbau antiseptik, jenazah Bapak Hasan terbaring di atas meja stainless steel. Wajahnya pucat, tapi terlihat tenang.

"Pak..." Najwa berbisik sambil menahan tangis.

Dia melihat perban di kepala dan perut ayahnya. Luka-luka yang dia buat dengan tangan sendiri.

"Maafin aku, Pak. Maafin anak durhaka ini."

Najwa memegang tangan ayahnya yang sudah dingin. Tangan yang dulu sering memukulnya, tapi juga tangan yang dulu menggendongnya waktu kecil.

"Aku tahu Bapak sayang sama aku. Cuma cara ngungkapinnya yang salah."

Air mata menetes di pipi ayahnya. Najwa mencium kening ayahnya untuk pertama dan terakhir kalinya.

"Istirahat yang tenang, Pak. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita berdua."

Keesokan harinya, Najwa menghadiri pemakaman ayahnya di pemakaman umum. Yang hadir cuma dia, beberapa petugas lembaga perlindungan anak, dan tetangga yang penasaran.

Tidak ada keluarga besar. Tidak ada teman dekat. Hanya Najwa yang berdiri di samping liang kubur sambil membaca doa.

"Innalillahi wa innailaihi rojiun."

Tanah mulai ditimbun di atas peti ayahnya. Najwa melempar segenggam tanah sambil berbisik.

"Selamat jalan, Pak. Terima kasih sudah jadi ayah aku, meski dengan cara yang salah."

Setelah pemakaman, Bu Ratna mengajak Najwa bicara di taman rumah sakit.

"Najwa, sekarang kamu harus memutuskan masa depan kamu."

"Maksud Ibu?"

"Kamu tidak punya keluarga lagi. Pilihan kamu adalah panti asuhan atau keluarga angkat."

Najwa merenung sambil melihat langit sore yang berwarna jingga. Dia yatim piatu di usia enam belas tahun.

"Aku mau panti asuhan, Bu."

"Kenapa? Keluarga angkat biasanya lebih baik."

"Aku belum siap punya keluarga baru. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan luka hati aku."

Bu Ratna mengangguk mengerti. "Baiklah. Ada panti asuhan yang bagus di Bogor. Mereka punya program pendidikan yang excellent."

"Aku bisa lanjut sekolah?"

"Tentu. Bahkan kamu bisa dapat beasiswa kalau nilai kamu tetap bagus."

Mata Najwa berbinar mendengar kata beasiswa. Mungkin ini kesempatan dia untuk mengubah hidupnya.

"Kapan aku bisa pindah ke panti asuhan?"

"Minggu depan. Tapi hari ini kamu harus balik ke rumah dulu, ambil barang-barang penting."

Najwa merasa takut membayangkan masuk ke rumah itu lagi. Rumah yang penuh kenangan buruk dan darah.

"Aku gak mau masuk sendiri, Bu."

"Tenang, aku akan ikut."

Sore itu, Najwa berdiri di depan rumah kecilnya untuk terakhir kalinya. Pintu masih ada segel polisi, tapi sudah dibuka untuk keperluan pengambilan barang.

Ruang tamu masih berantakan. Ada noda darah kering di lantai yang sudah berubah warna jadi coklat kehitaman.

"Cepat ambil barang yang kamu butuhkan." Bu Ratna berdiri di pintu, tidak mau masuk terlalu jauh.

Najwa masuk ke kamarnya dengan hati berdebar. Kamar kecil yang jadi saksi bisu penderitaannya selama bertahun-tahun.

Dia mengambil baju-baju yang masih layak, buku-buku pelajaran, dan foto ibunya yang retak. Hanya itu yang berharga dari rumah ini.

"Sudah selesai?"

"Sudah, Bu."

Najwa keluar sambil membawa kantong plastik berisi harta bendanya. Semuanya muat dalam satu kantong kecil.

"Aku gak akan kangen sama rumah ini."

"Tapi ini tetap rumah masa kecil kamu."

"Rumah yang penuh kekerasan bukan rumah, Bu. Itu neraka."

Mereka berjalan menjauh dari gang sempit itu. Najwa menoleh sekali terakhir ke rumah bobrok yang membesarkannya.

"Dadah, masa lalu. Sekarang saatnya masa depan."

Malam itu, Najwa menginap di asrama sementara lembaga perlindungan anak. Dia berbaring di kasur yang bersih sambil menatap langit-langit.

"Ibu, Bapak, maafin anak kalian yang nakal ini."

Najwa memeluk foto ibunya sambil berjanji dalam hati.

"Mulai besok, aku akan jadi orang baru. Aku akan buktikan kalau aku bisa jadi orang sukses meski hidup susah."

Di luar jendela, lampu-lampu kota berkelip-kelip seperti bintang. Najwa merasa untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia benar-benar bebas.

Bebas dari kekerasan. Bebas dari kemiskinan. Bebas dari masa lalu yang kelam.

"Terima kasih, Tuhan. Akhirnya Engkau kasih aku jalan keluar."

Najwa menutup mata dengan perasaan damai. Besok dia akan memulai hidup baru di panti asuhan. Hidup yang penuh harapan dan kemungkinan.

Meski harus kehilangan ayahnya dengan cara yang tragis, Najwa yakin ini semua bagian dari rencana Tuhan untuk memberikan dia kesempatan kedua.

"Selamat malam, dunia. Besok kita ketemu lagi dengan versi Najwa yang baru."

1
kalea rizuky
Sinta ne sok tau
kalea rizuky
Sinta ne g tau ya di posisi nazwa
kalea rizuky
nah gt donk bales pake otak jangan teriak teriak
kalea rizuky
pantes like dikit MC terlalu goblok. Thor lain kali. bkin cerita yg valid donk
kalea rizuky
tolol mending gk usah sekolah
kalea rizuky
bisanya nangis mending g usa sekolah pergi dr situ jual rmh trs krja
kalea rizuky
ne cwek oon mending penjarain bapak lu yg durhala
kalea rizuky
bodoh mending pergi lahh atau racun aja bapak loe biar mampus
parti camb
saran aja kata gue diganti dgn kata "saya/aku
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
saran aja nih untuk author, harus nya klo sma polisi, atau sma orng lain yg gk d knal or orng yg lbih tua bilang nya saya, jngn gue. klo gue itu untuk k sesama teman... ttp smangat ya💪💪
Rarara: iya kak,lupa ganti itu
total 1 replies
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
devinisi bpk nyusahin anak... bkn nya anak d nafkahin mlh ank d sruh krja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!