NovelToon NovelToon
Jiwa Maling Anak Haram

Jiwa Maling Anak Haram

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Reinkarnasi / Balas Dendam
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Reza Sulistiyo, penipu ulung Mati karena di racun,
Jiwanya tidak diterima langit dan bumi
Jiwanya masuk ke Reza Baskara
Anak keluarga baskara dari hasil perselingkuhan
Reza Baskara mati dengan putus asa
Reza Sulistiyo masuk ke tubuh Reza Baskara
Bagaimana si Raja maling ini membalas dendam terhadap orang-orang yang menyakiti Reza Baskara

ini murni hanya fanatasi, jika tidak masuk akal mohon dimaklum

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16 KISMIN OH KISMIN

 "Kenapa ini bisa terjadi?" gumam Vanaya, suaranya nyaris tak terdengar.

Mari kita kembali ke beberapa waktu sebelumnya.

Saat Kismin keluar dari kamar Reza setelah menaruh black card itu, Reza pun keluar dari kamarnya sendiri, bergerak mengendap-endap. Reza Sulistiyo, si Raja Maling, dengan cekatan menyelinap ke kamar Galih. Dalam hitungan detik, ia berhasil membobol m-banking Galih dan mentransfer uang miliaran ke rekening Vanaya dan Dimas.

Setelah itu, ia masuk ke kamar Vanaya dan memasukkan black card yang Kismin taruh di kamarnya sendiri ke lemari Vanaya. Semua itu ia lakukan hanya dalam waktu lima belas menit. Gerakannya sangat cepat, saking cepatnya, rekaman CCTV pun tidak bisa menangkap aksinya.

Vanaya dan Dimas panik, bingung tak karuan. Rencana sempurna yang mereka susun untuk menjebak Reza kini malah berbalik menyerang mereka berdua. Tatapan mereka tanpa sadar tertuju pada Kismin. Ya, hanya Kismin yang paling kuat untuk jadi tersangka.

Terakhir, mereka memberikan black card pada Kismin, dan sekarang black card itu ditemukan di lemari Vanaya. Logika mereka menyimpulkan, pasti Kismin-lah yang berbalik menyerang mereka. Tapi pertanyaan mendasarnya adalah, apa motif Kismin melakukan itu pada mereka berdua? Bukankah ia baru saja dibayar?

Semakin dipikir, mereka semakin bingung. Otak mereka berputar mencari jawaban di tengah kekacauan ini.

Reza masih menunduk, wajahnya tidak menampilkan ekspresi bahagia, bahkan seolah bersimpati pada Vanaya. "Baiklah," pikirnya, "aku akan buat lebih seru biar kalian saling curiga."

Reza berdiri dengan tertatih, tubuhnya masih memamerkan sisa-sisa "penderitaan" semalam. "Yah," ucap Reza, suaranya dramatis namun sebenarnya menjengkelkan, "black card sudah ketemu, sebaiknya Ayah jangan marahi Kak Vanaya dan Kak Dimas. Lebih baik sekarang Kak Dimas dan Kak Vanaya balikin uang Ayah, uang itu penting bagi Ayah."

Galih tersadar, hampir saja lupa dengan hal sepenting itu. Wajahnya kembali memerah, amarahnya meluap lagi. "Vanaya... Dimas! Cepat transfer balik uang itu ke rekening Ayah!" perintahnya dengan nada menggelegar.

Tubuh Dimas dan Vanaya gemetar. Mereka segera berlari ke kamar masing-masing untuk mencari ponsel.

Suasana mendadak hening. Keheningan yang mencekam, saking heningnya, bahkan jarum yang jatuh saja bisa terdengar. Tak ada yang berani bicara, apalagi kentut sembarangan di saat genting seperti ini. Waktu terus berlalu, terasa sangat panjang, hingga hampir dua puluh menit berlalu dalam ketegangan.

"Vanaya... Dimas!" teriak Galih, suaranya menggelegar di seluruh ruangan. "Kenapa lama sekali?!"

Vanaya datang dengan muka panik, nyaris menangis. "Yah, ponsel aku dan dompetnya hilang!"

"Aku juga sama, Yah!" sambung Dimas, wajahnya tak kalah pucat.

Muka Galih merah padam, amarahnya sudah di ubun-ubun, siap meledak. "ARGHHHHHH!" Galih berteriak dan hampir saja memukul Vanaya dan Dimas.

"Mas, sekali saja tangan kamu menyentuh anakku, maka kamu akan menyesal!" Suara Laras tiba-tiba memecah ketegangan, ia datang untuk membela anak-anaknya.

"Kalian berdua kurang ajar! Kalian berdua sudah menghilangkan uang Ayah!" teriak Galih, frustrasi. Ia merasa dipermainkan dan lebih kesal lagi karena tidak bisa melampiaskan amarahnya pada Dimas dan Vanaya yang kini berada di bawah "perlindungan" Laras.

"Lihat anak kamu ini, Mah!" ucap Galih kesal, menunjuk Vanaya dan Dimas bergantian. "Mereka menghilangkan uang Ayah, jumlahnya tidak sedikit, dan hari ini banyak hal yang harus dibayar!"

Laras memijat pelipisnya. Ia tidak menyangka kenakalan anak-anaknya sudah sejauh ini. Ini bukan lagi kenakalan remaja biasa, ini kenakalan tingkat tinggi: membobol m-banking ayahnya dan mentransfer ke rekening sendiri.

Suasana semakin tegang. Vanaya kini menjadi tersangka utama, panik sekaligus bingung harus berbuat apa. Reza, dengan wajah datar, seolah bersimpati dengan penderitaan ayahnya. Padahal, jika kamera didekatkan ke bibirnya, terlihat jelas ia sedang tersenyum samar.

"Baiklah, untuk lebih kacau lagi aku akan lanjutkan drama ini," pikir Reza licik.

Dengan nada penuh simpati yang dipalsukan, Reza berkata, "Yah, jangan panik, Yah. Selagi ATM dan ponsel Kak Dimas ketemu, uang Ayah selamat, Yah." Sebuah usul yang terdengar menenangkan, namun justru mengarah pada kekacauan yang lebih besar.

Galih tersadar, lalu buru-buru mengambil ponselnya. Ia mendial nomor Vanaya, tapi hasilnya nihil—tidak aktif. Kemudian ia mencoba nomor Dimas. Terdengar dering telepon, samar-samar.

Semua telinga di ruangan itu serentak menajam, konsentrasi penuh ke arah sumber suara. Perlahan, mereka mendekat, mengikuti jejak suara yang semakin jelas. Mereka bergerak bagaikan detektif yang sedang mencari jejak pembunuh.

Sumber suara itu mengarah ke tempat parkiran motor khusus ART dan bodyguard keluarga Baskara. Suara dering telepon semakin jelas.

"Kismin!" teriak Galih, matanya melotot tajam. "Ini motor kamu, bukan?!" bentaknya.

Kismin panik sekaligus bingung, otaknya berputar keras. Kenapa ponsel Dimas ada di dalam dasbor motornya?

"Iya, Pak, itu motor Kismin," ucap Antio, membenarkan.

"Buka dasbornya?!" teriak Galih, suaranya menggelegar penuh amarah. "Cepat!!!!"

Dengan gugup, Kismin merogoh saku, mencari kunci motornya. "Hah, kenapa tidak ada kuncinya?" pikir Kismin panik, keringat dingin bercucuran di dahinya padahal udara masih sejuk.

"KISMIN!!!!" teriak Galih, kesabarannya benar-benar habis. "Kenapa lama sekali?!" Amarahnya memuncak. Sepertinya dia harus mengganti semua pembantunya, semuanya hanya membuat dia naik darah saja.

"Tuan, kuncinya hilang," ucap Kismin dengan suara gemetar, nyaris tak terdengar.

"ARGHHHH!" teriak Galih kesal, melampiaskan frustrasi. BUGH! Satu tinju menghantam Kismin hingga terpental. Tak puas, Galih menendang Kismin tanpa ampun.

“yah hentikan yah,,,” ucap reza seolah orang yang paling bijak “menyiksa pak kismin gampang yah yang penting uang ayah” ucap reza

Galih lagi-lagi tersadar dengan uangnya dan lagi-lagi yang mengingatkannya adalah reza si anak tak berguna

"Yah, kalau kuncinya hilang, di gerinda aja dasbornya," usul Reza santai, nyaris saja dia tertawa melihat kepanikan Kismin.

Kismin panik bukan main. Motornya baru sebulan dia kredit, nomor polisi saja belum terpasang, dan sekarang harus dipotong pakai gerinda?

"Anto, ambilkan gerinda cepat!" ucap Galih kesal.

"Tuan, jangan!" Kismin memohon, tidak rela.

"DIAM!!!!" bentak Galih, matanya melotot. "Atau ku potong leher kamu!"

Kismin menelan ludah, pasrah.

Anto datang tergesa-gesa, membawa gerinda yang bising. "Potong cepat!!!" teriak Galih,

suaranya dipenuhi kekesalan dan kepanikan. Situasi memang sedang genting, membuat mereka semua panik. Benar saja, orang yang panik cenderung bertindak sembarangan. Ada banyak cara untuk membuka dashboard motor tanpa harus merusaknya, tapi dalam keadaan kalut, mereka malah menelan mentah-mentah usulan Reza yang terang-terangan konyol.

Tanpa pikir panjang, Anto langsung mengarahkan gerinda itu ke motor di hadapannya. Kilatan api dan suara gerinda yang memekakkan telinga memenuhi udara. Jok motor Kismin tak berdaya dipotong, sobekan materialnya beterbangan. Kismin hanya bisa mematung, menatap motor kesayangannya yang kini cacat. Matanya berkaca-kaca, hampir menangis melihat potongan gerinda itu merusak bagian vital motornya.Sungguh dia menyesal telah bekerjasama dengan dimas dan vanaya.

Setelah dasbord terbuka benar saja ada dua ponsel dan beberapa dompet art yang hilang sekarang ada di dasbord kismin

"KISMIN!!!!!" teriak Galih, amarahnya sudah di ubun-ubun.

BUGH! Lagi dan lagi, Kismin dipukuli tanpa ampun.

"Bajingan lu, kenapa lu mencuri ponsel anakku? Kamu pasti dalang di balik ini semua, ha?!" teriak Galih panik, menuduh membabi buta.

BUGH! DUGH! Pukulan dan tendangan kembali menghantam Kismin hingga wajahnya hampir tak berbentuk.

"Ayah, tolong hentikan Ayah! Yang penting sekarang uang Ayah!" Lagi, Reza memberikan usul yang sok bijaksana, padahal dalam hati dia sangat menikmati kekacauan ini.

"Vanaya... Dimas!" teriak Galih, mengabaikan Kismin yang terkapar. "Cepat ambil ponsel kalian dan transfer uang Ayah kembali!" ucap Galih dengan nada kesal bercampur putus asa.

Dengan gemetar, Vanaya dan Dimas segera mengambil ponsel masing-masing. Mereka membuka aplikasi m-banking mereka. Namun, kejadian selanjutnya membuat Galih kembali panik, bahkan lebih parah dari sebelumnya.

"Ayah, saldoku juga nol!" ucap Dimas dan Vanaya berbarengan, wajah mereka pucat pasi.

1
SOPYAN KAMALGrab
pernah tidak kalian bersemangat bukan karena ingin di akui... tapi karena ingin mengahiri
adelina rossa
lanjut kak semangat
adelina rossa
lanjut kak
Nandi Ni
selera bacaan itu relatif,ini cerita yg menarik bagiku
SOPYAN KAMALGrab
jangn lupa kritik...tapi kasih bintang 5...kita saling membantu kalau tidak suka langsung komen pedas tapi tetap kasih bintang 5
adelina rossa
hadir kak...seru nih
FLA
yeah balas kan apa yg udah mereka lakukan
FLA
wah cerita baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!