Azzam Syauqi Atharis pria yang dulunya memilik sifat ceria dan jahil berubah menjadi sosok pria dingin setelah tragedi na'as yang terjadi di dalam keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joelisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Azzam bergegas pulang setelah mendapat telpon dari Omanya yang memintanya segera pulang. Setibanya dirumah Azzam mendapati sebuah mobil yang tampak tak asing baginya,Lelaki itu melangkah memasuki rumahnya dan tepat saat langkahnya tiba di ruang tamu Azzam melihat Oma Ella dan Ayahnya Letta yang sudah menunggu kedatangannya.
Azzam menyalimi kedua orang yang lebih tua darinya itu." Oma ini ada apa,ya?" tanyanya pada sang Oma,ia merasa ada yang aneh. Raut tegang tampak terlihat jelas di wajah mereka.
"Azzam. Ada yang mau Oma sampaikan sama kamu, Oma,Oma Ella dan Om Sean sepakat ingin mempercepat pernikahan kamu dengan Letta. Tapi__"
"Tapi apa Oma?"tanya Azzam yang penasaran dengan omongan Omanya yang menggantung.
"Biar saya saja yang jelaskan, Nyonya."sela Sean
"Jadi,pernikahan kamu sama Letta akan di gelar secara tertutup. Om tidak bisa jelaskan sekarang, tapi yang jelas ini demi keselamatan Letta."
Azzam jelas mengerti dari ucapan Sean ada sesuatu yang di sembunyikan darinya. Ia tidak akan memaksa jika Sean belum bisa memberitahunya maka ia akan mencari tahunya sendiri." Baiklah. Aku tidak masalah, lambat atau cepat toh kami tetap akan menikah. Untuk urusan pesta itu bisa di atur kapan saja."
Sean merasa lega dengan jawaban Azzam,dia benar- benar tidak salah dalam memilih menantu, karena pria itu bisa bersikap bijak dalam memilih.
"Jadi. Kapan acaranya akan di laksanakan?" tanyanya kembali.
"Besok lusa. Kamu tinggal terima beres Om yang akan urus semuanya."
Setelah berbincang cukup lama Sean dan ibunya pun pamit pulang,dan tentu saja dalam pengawasan Azzam. Ia yakin ada yang tidak beres jadi ia sudah mengirim beberapa anak buahnya untuk menjaga setiap anggota Stanley tanpa mereka ketahui.
Shiren bak setrikaan bolak balik di ruang tamu menunggu kepulangan suami dan ibu mertuanya, semua yang ia siapkan untuk pesta pernikahan putri satu-satunya keluarga Stanley gagal total hanya dengan kabar angin yang belum pasti,tapi sudah membuat keluarga Stanley bak kebakaran jenggot.
Sean baru saja sampai tapi Shiren istrinya sudah menyerbunya dengan berbagai pertanyaan."Bagaimana,Pa! Apa Azzam setuju? Dia tidak masalahkan? Atau dia tidak menyetujuinya?" rentetan pertanyaan lolos dari bibir wanita itu begitu saja.
"Tenang,Ma. Tenang dulu. Kalau mama nanyanya seperti itu Papa bingung mau jawab yang mana lebih dulu."
"Hhh," Shiren menghela nafas. Ia benar-benar tidak tenang sehingga tanpa sadar melontarkan banyak pertanyaan pada suaminya. Jujur ia takut jika Azzam menolak permintaan mereka. Shiren takut terjadi sesuatu pada putrinya.
"Tenang. Azzam sudah setuju, jadi kita hanya perlu menyiapkan segalanya untuk lusa."ucapan Sean bak air yang menyirami kegersangan di hati Shiren, wajah yang tadinya tegang perlahan menampilkan senyuman, senyum kelegaan. Ia berharap dengan keputusan ini bisa menyelamatkan keluarga mereka.
*
*
*
Hari yang di nantikan akhirnya tiba, Letta duduk di kamarnya di dampingi oleh Bella dan Dea adik sepupunya Azzam. Gadis kecil itu sejak tadi tidak berhenti memuji Letta. Dia tidak menyangka kalau yang akan menikah dengan Abangnya adalah kakak cantik yang pernah ia temui waktu itu.
Sah!
Sah!
Sah!
Samar- samar terdengar kata sakral itu dari balik pintu kamar yang Letta tempati,seruan itu terdengar sampai ke telinga Letta, jantungnya berdebar kencang. Tiba- tiba terdengar ketukan pintu di susul oleh suara ibunya yang memanggil namanya memintanya segera keluar untuk menemui Azzam yang sudah berganti status menjadi suaminya.
Pintu di buka oleh Bella,memperlihatkan penampilan cantik Leta yang di balut oleh kebaya putih.
" Cantik sekali!" puji semua kerabat dan keluarga yang hadir, saat gadis itu keluar dengan menggunakan pakaian pengantinnya.
Gadis itu di pimpin untuk duduk bersebelahan dengan Azzam. Jantung Azzam berdebar kencang saat Letta sudah duduk di sampingnya dengan status sebagai istrinya. Namun Azzam cukup pandai menutupi kegugupan itu dengan wajah dinginnya.
Usai pembacaan doa, ia menghadap pada sang istri yang tengah menunduk. Menyodorkan tangannya untuk takzim.
"Letta," panggilan Azzam membuat istrinya itu harus mengangkat wajah.
Ganteng!
Kata itu yang bisa Letta ucapkan di dalam hati. Mendadak gadis itu ngeblank. Ia yakin saat ini ia benar-benar terlihat konyol di mata suaminya. Letta hampir saja kehilangan kesadarannya aura Azzam mampu menghipnotisnya.
Gadis itu masih diam saja. Sebenarnya bingung bagaimana harus bereaksi. Azzam mendekatkan wajahnya, pria tampan itu mencium kening Letta dengan khidmat. Hal itu membuat Letta tersentak.
Astaga!
Letta hampir saja memekik. Namun statusnya kali ini membuatnya harus sadar.
Emang udah halal Letta! Dia suamimu!
Begitulah isi hati seorang Letta. Saat Azzam menarik diri, Letta mencoba untuk tersenyum. Wajahnya sangat merah,tentu karena malu sekaligus terkejut.
"Ciye..Ciye.."goda Bella. Letta melotot. Ia benar-benar sangat malu.
Akhirnya setelah satu persatu tamu yang notabenenya adalah kerabat dekat pulang. Azzam dan Letta di persilahkan untuk beristirahat dan masuk ke kamar Letta yang di sulap sedemikian rupa oleh sang mama.
Letta sudah duduk di depan meja riasnya, ia tampak kesulitan membuka printilan di kepalanya, Azzam yang sejak tadi hanya memperhatikannya akhirnya beranjak dari duduknya mendekati Letta.
"Biar aku saja." ucapnya kini pria itu sudah berdiri di belakang Letta, gadis itu bisa melihat wajah tampan Azzam lewat pantulan cermin.
Dengan pelan dan penuh kehati-hatian Azzam melepas satu-persatu perintilan di kepala istrinya itu."Apakah sakit?"tanyanya. Ia takut jika ia menyakiti gadis itu tanpa di ketahuinya,"Kalau merasakan sakit bilang langsung,ya?!"
Letta menatap Azzam lewat cermin lalu mengangguk pelan." Trimakasih." ucap Letta saat Azzam berhasil melepas semua printilan yang ada di kepalanya.
"Tidak perlu berterimakasih,sudah jadi kewajibanku. Membantu istriku yang lagi kesulitan."
Blush.
Istriku katanya? Lancar sekali mulutnya mengatakan itu, tidak tahu kah dia hampir saja membuat anak orang jantungan!
"Kenapa wajahmu merah begitu?" goda Azzam yang saat ini tengah menundukkan tubuhnya tepat di sebelah bahu Letta,membuat wajah mereka setara saling berdempetan bahkan hampir menempel.
Cup
Satu kecupan mendarat di pipi Letta,dan pelakunya adalah Azzam, pria itu bahkan tersenyum melihat wajah terkejut Letta lewat pantulan cermin. Azzam sedikit bergeser memberi ruang untuk Letta. Dan kesempatan itu langsung Letta gunakan untuk melarikan diri,masuk ke dalam kamar mandi.
Braak
Pintu kamar mandi tertutup. Azzam terkekeh karena berhasil mengerjai istrinya, ia memegang dadanya yang berdegup kencang. Sebenarnya Azzam sama gugupnya dengan Letta,tapi dia saja yang sok jaim padahal dia sudah kepanasan sendiri setelah berhasil mencuri ciuman di pipi gadis itu.
*
*
*
Letta keluar dari kamar mandi menggunakan jubah mandi,saking gugupnya ia sampai lupa membawa pakaian ganti.
"Aman."ucapnya saat memastikan tidak ada Azzam saat ia keluar. Letta langsung berlari menuju walk in closed untuk berganti pakaian.
Letta keluar dari walk in closed setelah selesai berpakaian, ia tidak menemukan Azzam di kamarnya entah kemana suaminya itu. Namun tidak berselang lama pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok Azzam yang terlihat segar dan sudah berganti pakaian. Tampaknya suaminya sudah mandi di tempat lain karena menunggunya terlalu lama.
Azzam menutup pintu kamar dengan pelan kemudian melangkah mendekati Letta yang sedang duduk di tepi kasur.
"Aduh mampus! Aku harus gimana?" Letta meremas bajunya sendiri, tak tahu harus berbuat apa.
"Kamu kenapa?" kening Azzam mengkerut. Perlahan pria tampan itu duduk di samping istrinya.
Letta yang gugup menggeleng."Tidak apa-apa." Letta menghela nafas dalam-dalam. Sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
" Kamu kenapa?" tanya Azzam kembali.
" Aku malu." lirihnya
Azzam menghela nafas. Sekali lagi mencoba untuk tetap tenang meski di dalam hati bergemuruh." Letta, kita sekarang sudah menjadi suami dan istri. Kenapa kamu harus malu? Sepatutnya kita saling terbuka. Termasuk..." Azzam menggantung kalimatnya jujur ia juga merasakan hal yang sama. Ini pengalaman pertamanya berhubungan dengan seorang wanita, malah langsung menikah.
Letta sendiri gelagapan apalagi saat Azzam mengikis jarak di antara mereka. Jantung Letta seakan ingin melompat dari tempatnya. Jari-jarinya mencengkram celana baju tidurnya yang berbahan kaos tebal.
Mau mundur kemana lagi? Letta sudah mentok di kepala ranjang.
*Letta bodoh! Tenangkan dirimu*!
Letta menjerit di dalam hati, mengutuk dirinya sendiri yang terlihat konyol di hadapan Azzam. Letta menelan ludahnya dengan cepat wajahnya tampak kaku dan tegang, apalagi saat telapak tangan Azzam berada tepat di atas kepalanya. Matanya bersitatap langsung dengan mata suaminya membuat Letta tertegun sejenak.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu."
Letta diam saja karena tidak tahu harus bilang apa, tapi perlahan genggaman tangannya mengendur ia merasa sedikit lebih tenang.
"Tidurlah, aku tidak akan memaksamu jika kamu belum benar-benar siap."
" Kamu nggak bohong,kan? Aku benar-benar belum siap untuk itu."
Bibir Azzam berkedut menahan senyuman" Memangnya tampang aku terlihat seperti pembohong?"
Letta memperhatikan wajah Azzam lalu menggeleng. Sungguh terlihat menggemaskan dimata Azzam. Azzam membubuhkan satu kecupan di kening Letta membuat gadis itu menegang seperti ada gelenyar aneh yang menjalar. Azzam menarik diri. Senyuman tipisnya tampak membuat pria tampan itu terlihat manis. Pipi Letta sudah terlihat merah karena panas.
"Tidurlah. Ada perkerjaan yang masih harus aku selesaikan." Azzam beranjak menuju sofa yang ada di ruangan itu, entah sejak kapan laptop miliknya sudah ada disana.
Beberapa waktu berlalu, Letta berusaha untuk tidur tapi tetap saja ia tidak bisa memejamkan mata. Ia melirik Azzam yang terlihat masih sibuk dengan laptopnya.
"Ada apa?" Azzam yang sedari tadi curi-curi pandang menegur." Apa suara ketikan di laptopku mengganggumu."
Letta beringsut bangun, Kepalanya menggeleng cepat " Tidak. Bukan begitu."
Azzam meletakkan laptop yang ia pangku ke atas meja. Lantas mematikan lampu kamar, menyisakan lampu tidur di nakas. Hal itu membuat Letta semakin gugup. Apalagi suaminya itu semakin mendekat.
"Kamu mau apa?" tangan Letta mencengkram selimut kuat-kuat.
" Mau tidur.." jawab Azzam enteng.
Letta menelan ludah mereka sudah berada diranjang yang sama. Di bawah selimut yang sama, Letta berusaha mengontrol debaran jantungnya yang tidak tenang.
"Tidur, Letta. Ini sudah larut malam." tegur Azzam yang baru saja melirik jam weker di nakas, yang menunjukkan pukul 23:45 ia tidak ingin Letta sakit.
"Percayalah, aku nggak akan ngapa-ngapain kamu."
Mereka berbaring, tangan Azzam melingkari perut Letta." Zam, tanganmu__"
"Biarkan. Tidak akan lebih dari ini, aku hanya ingin memelukmu, semua akan terbiasa nantinya jadi kamu nggak akan sesak nafas kalau di dekatku." Azzam memejamkan mata, bisa-bisa dia tertawa melihat ekspresi Istrinya itu.
"Aku tidak punya penyakit asma."
" Benarkah? Tapi kenapa kamu kayak orang kehabisan nafas gitu?" Azzam masih terpejam. Ia tersenyum kecil. Letta memalingkan wajahnya yang memerah karena kesal.
"Aku menghormati kamu, tidak akan memaksa. Sebagai suami istri kita juga harus belajar untuk bisa membuka hati dan diri. Pelan-pelan saja kita jalani sama-sama."
Perlahan Letta menoleh pada Azzam. Ia terkesan dengan ucapan suaminya yg tidak memaksakan kehendak. Tatapannya begitu serius, Letta jadi merasa bersalah karena tidak menjadi istri yang baik.
"Maaf, Zam. Bukannya aku nggak mau aku hanya__"
"Aku tahu,pelan-pelan saja bukankah tadi aku sudah bilang tidak akan memaksamu."
Letta mengangguk. Hatinya menghangat. Lagi, ia membiarkan Azzam mencium keningnya, membiarkan pula suaminya itu memeluknya ia bersender pada dada bidang Azzam yang berdebar. Letta mencoba percaya jika Azzam akan memberikannya waktu sampai ia benar-benar siap.
Perlahan mereka memejamkan mata. Rasa tenang membuat mereka mengantuk dan benar-benar terlelap di bawah selimut yang sama.