Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Merasa Bersalah
Amar masih memegangi kepalanya yang terasa nyeri, mencoba mengingat apa yang sudah terjadi dengannya. Tapi Amar tak mengingat apapun selain Ia menyandarkan kepalanya di ujung bathub sambil memejamkan mata Setelah itu ia tidak ingat apapun.
"Kak Amar kamu baik-baik saja?" tanya Mahira begitu Amar membuka netranya dengan sempurna.
"Apa yang terjadi padaku?" tanya Amar berusaha bangkit.
"Hati-hati kak Amar," ucap Mahira yang melihat Amar mengerang sakit memegangi kepalanya.
"Arghhh..." Amar kembali membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata untuk beberapa saat. Setelah merasa lebih baik, Amar kembali membuka mata dan mengingat apa yang terjadi.
"Bukankah tadi aku sedang mandi?" tanya Amar kembali bangkit.
"E-iya, karena itu juga kak Amar tenggelam."
"Tenggelam?"
"Ya." saut Mahira singkat
"Bagaimana bisa, lalu bagaimana bisa aku disini, dan..." Amar menghentikan ucapannya ketika melihat kedalam selimut Ia telah mengenakkan pakaian lengkap.
"Siapa yang memakaikan ku baju!?" tanya Amar yang berubah menjadi marah.
Melihat Amar marah, Mahira berdiri dan melangkah mundur.
"Katakan Mahira bagaimana aku ada disini dan siapa yang memakaikan ku baju!?"
"Kak Amar... Aku menunggu mu turun begitu lama, dari makanan yang masih panas sampai menjadi dingin. Karena kamu tidak juga turun, aku memutuskan untuk memanggil mu, tapi sampai berkali-kali aku mengetuk pintu, kamu tidak menjawab apalagi keluar, sementara aku lihat air mengalir dari dalam kamar mu, jadi aku khawatir dan membuka kamar dengan kunci cadangan."
Mendengar penjelasan Mahira, Amar melihat lantai yang masih sedikit basah. Lalu kembali mencoba mengingat-ingat kenapa Ia sampai tak sadarkan diri. Tapi tetap saja Amar tak mengingat apapun.
"Sekarang katakan siapa yang mengangkat ku dari kamar mandi dan memindahkan ku kemari, kamu tidak mungkin melakukannya sendiri!"
"Memang tidak, yang membantuku mengangkat mu ada Pak Satpam dan Pak supir, tapi yang memakaikan mu baju..."
Melihat Mahira menghentikan ucapannya, susah payah Amar menelan salivanya membayangkan Mahira memakaikan baju di tubuh polosnya.
"E-siapa Mahira!?"
"Maafkan aku kak Amar, tapi tidak ada salahnya kan, kita kan sudah suami istri."
Mendengar itu Amar semakin kesal karena tak terima Mahira telah melihat tubuhnya, terlebih saat Ia tidak sadarkan diri.
"Sudah ku katakan untuk tidak melakukan tugas dan kewajiban mu sebagai istriku!" tegas Amar yang kemudian turun. Namun baru beberapa langkah, kakinya terpeleset hingga menabrak Mahira yang ada didepannya.
Jedug!!!
"Akhhh..." Mahira meringis kesakitan memegangi kepalanya yang terbentur lantai. Sementara rasa berat akibat tertimpa Amar semakin membuatnya sesak. Dengan susah payah Mahira mendorong tubuh Amar yang malah terdiam seperti batu.
"Kak Amar... Eghhh...." tak sedikit pun Amar bergerak dari atas tubuhnya. Hingga setelah cukup lama akhirnya Amar turun dengan sendirinya dan duduk dilantai tanpa mengatakan apapun.
"Aku hanya bercanda," ucapan Mahira membuat Amar yang semula termenung, menoleh kearahnya
"Ya, aku hanya ingin melihat reaksimu dan aku sudah melihatnya."
"Apa maksudmu?" tanya Amar menarik lengan Mahira yang mencoba kembali berdiri hingga wajah keduanya nyaris beradu.
"Ya, yang memakaikan mu baju Pak Norman. Aku tidak mungkin melakukan apa yang bukan menjadi hak ku."
Setelah mengatakan itu, Mahira melepaskan tangan Amar dari lengannya lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Sementara Amar memijit kepalanya karena merasa ucapannya sudah kembali menyakiti Mahira.
"Kenapa kau menyakitinya lagi Amarrr...!?" umpat Amar pada diri sendiri.
Bersambung...