Mendapati sang kekasih berselingkuh dengan kakaknya sendiri, Seruni patah hati. Pemuda yang telah melamarnya ternyata bukanlah pangeran berkuda putih yang hadir di dalam mimpi.
Kenanga, kakak yang terpaut usia lima tahun darinya ternyata begitu tega. Entah apa yang melatarbelakangi hingga gadis yang biasa disapa Anga itu jadi kehilangan hati nurani.
Seruni kecewa, hatinya patah. Impian yang dirangkainya selama ini hancur tak bersisa. Caraka yang dicinta menghempasnya bak seonggok sampah.
Nestapa itu terasa tak berjeda. Seruni yang putus cinta kembali harus menerima perjodohan yang tadinya ditujukan untuk Kenanga. Pria dewasa dari kota yang konon katanya putra pengusaha semen ternama.
Wisely Erkana Hutomo Putra, nama yang menawan. Rupa pun tergolong tampan. Akan tetapi, apakah duda tanpa anak itu adalah jodoh yang ditakdirkan Tuhan ... untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kericuhan
Sudah bukan sesuatu yang mengherankan kalau melihat Wisely pulang pagi dengan jalan sempoyongan serasa kaki tak rata dengan bumi. Ingatan timbul tenggelam, kesadaran datang dan pergi. Beruntung, dia masih sanggup mengenali jalan pulang dan tidak melanggar pemakaian jalan lain di kala berkendara dalam keadaan mabuk.
Memarkir asal mobil hitam kesayangannya, duda tanpa anak itu berjalan masuk ke dalam rumah tanpa tahu bahaya apa yang sedang mengintainya di dalam. Erlang sudah memasang tampang perang, siap meluluhlantakkan lawannya yang telah berani melanggar titahnya. Tak mungkin lagi bersikap lemah setelah dipermainkan sekian kali.
“Kemarikan kunci mobil, kartu-kartumu!”
Perintah keluar dari bibir pria tua yang tengah bertarung dengan amarah di pagi buta. Sejak membuka mata dan mendapat kabar kalau calon pengantin itu tidak pulang semalaman, Erlang tergulung murka.
“Sudah, Mas. Ingat jantungmu,” ucap Kana, tetap lemah lembut seperti biasa.
“Walau jantung ini berhenti berdetak, aku masih ada tanggung jawab meluruskan anak itu. Ini sudah kelewatan, Na. Dia akan menikah dan masih mabuk-mabukan. Mau disembunyikan di mana mukaku kalau sampai diketahui besan. Kamu tahu sendiri mereka dari keluarga seperti apa. Kita memang jauh segalanya, tapi kelakuan putramu ini akan membuat kita malu.”
Erlang mengatur napas yang tersengal dan menenangkan agar jantungnya tak berpacu terlalu cepat. Melangkah lebar, dia menghadang Wisely yang tengah memasang wajah bingung.
“Kembalikan dompet dan kunci mobil.” Erlang menyambarnya dari saku celana putranya tanpa perlawanan berarti. Dibawanya menjauh dari empunya sembari menurunkan titah pada Kana yang membeku di tempat.
“Urus anak itu. Mulai sekarang, berhenti memanjakannya. Kalau tidak mau dia jatuh ke jurang yang lebih dalam.” Tak tampak senyuman, Erlang melengos pergi dengan amarah menumpuk di hati. Dia tak lagi bisa berdiam diri dan menyerahkan tanggung jawab membenahi putranya pada sang istri. Ke depan, dia harus lebih keras agar Wisely jadi pribadi yang lebih baik dari sekarang.
Kericuhan memecah pagi berakhir dengan langkah kaki lebar-lebar Erlang menuju taman belakang. Suasana yang sempat memanas berganti sedih. Kana menitikkan air mata, melihat sang putra tengah tak sadarkan diri, berdiri dengan tubuh oleng ke kanan dan kiri. Tatapan pun kosong tak berpenghuni.
...🌿🌿🌿...
Keonaran di kediaman Hutomo Putra menguar sampai kediaman Sandi di desa. Pagi-pagi sekali, Kenangan sudah membuat serumah gelisah. Gadis yang memang sudah beberapa hari ini kurang enak badan, tiba-tiba menyemburkan semua isi perut di tengah sarapan.
Sandi terperanjat, Lasmi tersengat. Di tengah persiapan menuju ke pernikahan, banyak hal yang mereka takutkan.
“Kamu kenapa?” tanya Lasmi, menyusul putrinya ke dapur.
Hanya lambaian tangan, Kenanga sibuk membungkuk di depan bak cuci piring dan mengeluarkan isi perut.
“Kamu sedang tidak sehat, Nga. Apa tidak sebaiknya kita ke dokter?” tawar Lasmi. “Ibu perhatikan ... sudah beberapa hari ini kamu sakit. Wajah pucat, selera makan berkurang.”
Kembali tangan Kenanga melambar sembari mengeluarkan isi lambung yang baru saja diisi dengan nasi uduk.
“Tapi, kamu itu sakit, Nga.”
“Aku baik-baik saja.” Setelah berhasil mengeluarkan isi perutnya, gadis itu membasuh bibir dan berbalik. “Aku hanya tidak enak badan, Bu. Bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan.”
Lasmi mengernyit, mengamati penampakan putrinya yang pucat pasi. Kecurigaan hadir, walau dirasa tak mungkin.
“Nga, kamu tidak sedang hamil, ‘kan?”
Xixixi nyaman banget ya Ci di si hijau 😁..
Tapi semoga di manapun semoga sukses ya karyanya Ci...