zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
Ruang kelas yang begitu bising saat menunggu kedatangan dosen membuat albian bosan berada di sana. Pemuda itu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar sambil membawa rokok lengkap dengan korek apinya.
Melihat albian keluar kelas, Arfa menyenggol rifki yang tengah sibuk bermain game di sampingRifki langsung mendelik kesal.
“Ada hot news soal albian. Gue yakin lo bakalan syok berat,” bisik Arfa seraya menunjuk albian yang berjalan keluar dengan dagunya.
“Apaan?” tanya rifki yang awalnya kesal jadi penasaran. Pemuda itu mendekat memasang telinganya lebar-lebar.
“Nanti aja gue kasih tau. Takut kedengeran anak kelas. Bisa heboh nanti,” jawab arfa sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibir.
Sementara itu, albian tengah berdiri di balkon lantai empat, melihat pemandangan di bawah sana sambil menghisap nikotin yang diapit dengan jari tengah dan telunjuknya.
Dari atas, albian melihat vino yang berjalan dari arah fakultas pendidikan yang tepat di samping fakultasnya. Dahinya mengerut memperhatikan rivalnya yang terlihat begitu senang dari cara berjalannya.
Kedua tangan albian mengepal kuat memikirkan sesuatu yang mungkin saja terjadi di fakultas sebelah antara vino dan ziara. Pikirannya jadi macam-macam.
"Pasti dia habis nemuin istri gue. Ngapain lagi dia ke fakultas pendidikan kalo bukan ketemu sama lzia? Sialan!" gumam albian kesal.
Braakk...
Suara nyaring dari ujung koridor membuat albian menoleh cepat ke arah sumber suara tadi. Dilihatnya seorang cowok dengan kacamata bulat dan lensa yang cukup tebal baru saja bangkit dari lantai setelah terjatuh dan terhempas ke tempat sampah hingga isinya berhamburan.
Tak jauh dari tempat cowok berkacamata itu jatuh, ada dua orang cowok berbadan tegap yang sedang menertawakannya. Bukannya membantu cowok berkacamata itu berdiri, salah satu dari cowok itu justru menendang tangannya hingga cowok yang dandannya terbilang culun itu kembali terjatuh untuk kedua kalinya. Dan kali ini, tubuh cowok itu jatuh ke sampah yang berhamburan di lantai dan membuat kemeja kotak-kotaknya kotor.
"Mampus lo! Makanya punya mata itu dipake. Mata udah empat masih aja jalan nabrak," ucap cowok satu lagi.
Sedangkan cowok yang sempat memberikan tendangan tadi masih belum usai menertawakannya. "Lain kali kalo jalan itu hati-hati. Mata lo yang empat ini pake yang bener dikit," katanya sambil memberi pukulan di wajah dengan buku yang dibawanya.
Rahan albian mengeras melihat perlakuan dua cowok tadi. Apalagi. si cowok berkacamata tak memberikan perlawanan sama sekali. Ia semakin kesal. Hal itu membuatnya kembali teringat dengan bullying yang diterimanya saat tubuhnya masih sangat gendut dan payah dulu.
Setelah menghisap kuat-kuat rokoknya, ia semburkan asapnya ke udara. Albian berjalan mendekati dua cowok yang masih belum usai dengan tawanya tadi, lalu menyundutkan rokoknya yang masih menyala pada lengan salah satu dari mereka dengan sengaja.
"Ahhh...," teriak cowok yang lengannya disundut rokok oleh Alzian. Kulitnya langsung melepuh karena perbuatan albian barusan.
"Albian... Lo ngapain pake nyundut tangan gue, hah? Gue gak ada urusan ya sama lo," sungut cowok bernama Sonny itu.
"Sengaja ya lo menyundut rokok ke tangan Sony?" tuduh cowok satunya.
Albian tertawa remeh. Masih melanjutkan menghisap rokoknya yang masih tersisa setengah batang. "Sorry. Gue gak liat kalo ada lo. Mata gue minus soalnya. Maklum aja lo gak keliatan."
"Sialan! Lo pasti sengaja kan? Gue gak percaya kalo lo minus!" Sony yang tak terima dengan perbuatan albian padanya langsung menyerang.
Dengan penuh amarah, Sony melayangkan pukulan ke arah wajah albian. Tapi, sayangnya meleset karena albian lebih dulu menghindar.
Buugh...
Setelah pukulannya gagal, Sony justru mendapat pukulan keras dari albian pada perutnya. Cowok itu pun langsung tumbang ke lantai sambil memegangi perut.
"Baru dipukul sekali aja udah tepar. Gitu aja sok jagoan lo. Payah!" ucap albian sambil tersenyum mengejek. Ia juga melemparkan putung rokoknya yang sudah mati ke arah Sony. "Lawan gue kalo emang lo jagoan. Jangan bisanya sama yang lemah doang."
Pandangan albian teralihkan pada cowok berkacamata tadi yang sudah bangkit berdiri. "Buruan masuk kelas sana lo. Ngapain malah jadi patung di situ? Lo kira ini tontonan gratis?"
"I-iya, Bian." Cowok berkacamata itu pun segera pergi dari sana.
Setelah si cowok berkacamata tadi pergi, albian melayangkan pukulan ke arah dua cowok tadi bergantian. Meski mereka mencoba melawan, nyatanya mereka tetap kalah dari albian yang lebih jago berkelahi.
Setelah puas albian berjalan kembali menuju kelasnya sambil tersenyum lebar, meninggalkan dua cowok tadi yang sudah diberinya pelajaran. "Lumayan. Ada pelampiasan gratis," gumamnya.
***
Ziara berjalan bersama Adeline menuju kantin setelah kelasnya selesai. Kalau biasanya gadis itu langsung bergegas ke masjid, hari ini ia justru menuju ke kantin setelah kedatangan tamu bulanan pagi tadi. Dan kabar baiknya, eline juga tengah absen sholat sejak semalam.
"Aku gak biasa makan di kantin, Del. Pasti rame banget. Apalagi di jam makan siang begini," ucap ziara yang masih nampak ragu menuju tempat favorit semua mahasiswa itu.
"Tenang aja. Ada gue kok. Lo gak usah kuatir. Biar nanti gue yang pesenin lo makanan. Lo tinggal bilang aja mau makan apa," balas eline sambil memegangi perutnya yang keroncongan. "Pagi tadi gue bangun kesiangan. Maklum. Gue kan lagi gak sholat. Jadi gue cuma makan roti doang waktu sarapan."
"Ya udah kalo gitu. Tapi, nanti kita cari tempatnya jangan yang deket sama cowok-cowok ya."
"Siap. Gue pasti cari tempat yang aman deh." eline menggandeng lengan ziara sambil menyunggingkan senyuman.
Sampai di kantin, rupanya hanya ada satu meja yang kosong di sana. Dan sialnya, meja itu berada di tengah-tengah meja para mahasiswa cowok yang tengah makan siang. Salah satunya meja albian dan kawan-kawan.
"Aduuh... Gimana, lin? Masa kita duduk di sini?" tanya ziara sambil menundukkan pandangannya. Gadis itu ingin segera pergi dari kantin.
"Lo tenang aja. Mereka pasti cabut bentar lagi. Liat aja tuh, yang di sana sama yang di sana udah habis makanannya," jawab eline mencoba menenangkan ziara yang terlihat tak nyaman duduk di sana. "Lo mau pesen apa? Biar gue yang beliin. Gue traktir deh."
"Aku terserah kamu aja, lin. Ngikut kamu aja. Apapun yang kamu pesan, pasti aku makan. Tapi, jangan lama-lama ya," jawab ziara masih dengan kepala yang tertunduk.
Lalu duduk di salah satu kursi.
"Siap. Kalo gitu lo tunggu di sini sebentar. Gue gak akan lama."deline segera berlari menuju stan makanan untuk memesan.
Di mejanya, albian tengah menikmati makan siangnya dengan lahap hingga tak menyadari keberadaan ziara yang duduk tepat di belakangnya. Kepalanya terus menunduk ke arah makan siangnya yang masih cukup banyak.
"Info apaan?" tanya rifki penasaran.
Agra menunjuk ziara dengan dagunya.
"Tadi gue liat dia turun dari mobilnya albian," jawabnya sambil berbisik.
Mata rifki terbelalak. Kedua tangannya segera membekap mulutnya yang hampir saja berteriak untuk kedua kalinya.
"Serius lo?" tanya rifki. Netranya menatap albian lekat, seolah tak mau percaya begitu saja. Ia tahu betul kalau hubungan albian dan ziara tidak lah baik.
Albian selalu mengibarkan pendera perang pada ziara sejak lama. Jangankan satu mobil dengan ziara, melihat bayangan gadis bercadar itu saja sudah berhasil mengusik ketenangan albian. Rifki tahu betul hal itu. Jadi mana bisa ia percaya?
"Ya udah kalo lo gak percaya. Terserah aja," jawab arfa tak mau ambil pusing. Tiba-tiba arfa yang tadinya minum mendadak tersedak.
Pemuda dengan rambut cepak itu terbatuk-batuk sambil menatap ke arah ziara yang tengah bertelepon di meja sebelah.
"Lo kenapa, fa? Pelan-pelan dong kalo minum, anjir! Gue kagak minta," ucap rifki sambil mengusap punggung arfa.
"Itu yang namanya karma gara-gara banyak bergosip," celetuk albian menatap datar arfa yang mandi keringat. "Ngomongin apaan lo tadi sampe minum aja keselek?"
Tangan kanan arfa menunjuk ke arah ziara. Sedangkan tangan kirinya memegangi dadanya yang masih sesak. "Hp nya ziara itu bukannya yang ada di kamar lo ya, bian?" tanya arfa.
Albian langsung berbalik badan. Ia baru tahu kalau ziara duduk di belakangnya. Gadis bercadar itu sedang bertelepon dengan eline yang masih memesan makanan.
"Aku gak usah dikasih sambel banyak-banyak ya. Satu sendok aja. Takut sakit perut. Minumnya ngikut kamu aja," ucap ziara. pada sambungan telepon.
Pandangannya bertemu dengan albian yang juga sedang menoleh padanya. Telepon itu pun segera dimatikan. Lalu sang gadis segera mengalihkan pandangan, membuang muka asal.
Albian tersenyum sinis saat ziara melengos begitu melihatnya. "Jadi dari tadi lo di sini? Lagi tebak pesona ya sampe-sampe nekad makan di kantin sendiri di tengah-tengah meja para cowok?"
"Aku gak kayak gitu ya, bian! Aku ke sini gak sendiri, tapi sama eline," balas ziara seraya berbalik ke arah albian. "Lagian di sini kan kantin. Tempat untuk makan, bukan untuk tebar pesona. Lagi pula, gimana caranya aku tebar pesona kalo mereka aja gak bisa liat wajahku?"
"Aurat, zia! Aurat! Lo mau nunjukin wajah lo ke orang lain, selain suami lo?" ucap albian panik. Sudah bisa ditebak kalau sampai mereka tahu wajah asli ziara, pasti banyak yang akan terpesona padanya.
Ziara masih membalas ucapan albian dengan gelengan cepat. Ia belum sempat mengucapkan sepatah kata pun, mendadak eline muncul dengan dua gelas es jeruk.
"Ngapain lagi dia, zia? Gangguin lo lagi ya?" sahut eline menatap tajam albian.
"Enggak kok, lin. Udah ayo duduk.
Jangan berdiri terus." Ziara menarik elin duduk di kursi. Ia tak lagi peduli dengan albian yang masih menghadap ke arahnya, dan memilih melengos lagi.
Mata albian kembali terbelalak.
Bagaimana bisa istri yang lebih banyak diam kalau di rumah bisa se-menyebalkan ini kalau lagi bareng sahabatnya?
Sungguh albian tak terima diabaikan begitu saja oleh ziara. Tapi, saat ia hendak mengajukan protes, bahunya ditepuk cepat oleh Arfa sehingga ia pun berbalik cepat.
"Apa lagi?" bentak albian sambil melotot.
Arfa menunjuk Hp ziarq yang diletakkan di atas meja. "Itu bukannya Hp yang ditemuin rifki di kamar lo ya?" Pemuda itu tak membiarkan albian bicara untuk menyangkal. "Sekedar info. Gue tadi juga liat zia keluar dari mobil lo. Kalian ke kampus bareng?" sambungnya.
Kepala albian mendadak terasa berat. Ia kira tadi situasi di parkira aman, ternyata malah kepergok sama setan.
"Sial!" umpat albian pelan. "No coment! Gue gak terima tuduhan yang gak masuk akal."
Tak ingin berdebat dengan arfa yang akhirnya akan berakhir dengan kekalahan, albian memilih bangkit dari tempat duduknya dan melenggang pergi. Lebih tepatnya ia kabur dari sana sebab belum ada alasan yang masuk akal.
"Lah... Kok malah mingga?!" Rifki menatap albian yang berjalan meninggalkan kantin.
Arfa semakin yakin kalau ada hal yang disembunyikan sahabatnya itu. Ia menarik tangan rifki dan membawanya ke meja ziara.
Bukan arfa namanya kalau jiwa keponya tidak meronta-ronta. Dengan senyuman yang mengembang, arfa berdiri di dekat ziara sambil menggoyangkan tubuhnya sok imut.
"Ziara... Boleh pinjem Hp lo gak? Hp gue lowbat nih. Lagi butuh banget telepon Mama," ucap arfa membuat alasan agar ziara bersedia meminjaminya Hp.
Ziara mengambil Hp dengan softcase gambar kucing itu, lalu meletakkannya di depan arfa tanpa curiga.
"Kamu pake aja gapapa. Tapi, dipake di sini aja ya," balas ziara.
Kepala arfa mengangguk cepat seraya mengambil Hp tadi dari atas meja.
"Kita liat sekarang," bisik arfa pada rifki.
Dua cowok itu memperhatikan Hp android keluaran lama itu dengan seksama. Sedangkan pemiliknya tengah fokus dengan makan siang.
"Gak salah lagi. Ini Hp yang di kamarnya albian waktu itu. Gue inget betul bentuk tempered glass-nya di bagian kanan sama kiri bawahnya udah pecah," ucap rifki yang berhasil membuat arfa hampir berteriak.