NovelToon NovelToon
Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Romantis / Time Travel / Enemy to Lovers / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: zwilight

Saat membuka mata, Anala tiba-tiba menjadi seorang ibu dan istri dari Elliot—rivalnya semasa sekolah. Yang lebih mengejutkan, ia dikenal sebagai istri yang bengis, dingin, dan penuh amarah.

"Apa yang terjadi? bukannya aku baru saja lulus sekolah? kenapa tiba-tiba sudah menjadi seorang ibu?"

Ingatannya berhenti disaat ia masih berusia 18 tahun. Namun kenyataannya, saat ini ia sudah berusia 28 tahun. Artinya 10 tahun berlalu tanpa ia ingat satupun momennya.

Haruskah Anala hidup dengan melanjutkan peran lamanya sebagai istri yang dingin dan ibu yang tidak peduli pada anaknya?
atau justru memilih hidup baru dengan menjadi istri yang penyayang dan ibu yang hangat untuk Nathael?

ikuti kisah Anala, Elliot dan anak mereka Nathael dalam kisah selengkapnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zwilight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB. 15 | All My Heart is Yours

"Kejutan!!!" suara pekikan Anala menggema didalam ruangan Elliot. Semua mata kini tertuju padanya—suaminya dan empat orang bapak-bapak lain yang sedang duduk dengan dokumen di tangan masing-masing.

Anala membelalak begitu sadar bahwa diruangan itu ada empat orang lain yang melihat tingkah gilanya. Elliot menghela napas panjang sambil menepuk jidatnya, mencoba mengalihkan pandangan dari arah Anala. Jujur malu—

"Eh, anu... maaf semuanya, saya kira lagi nggak ada tamu di dalam." suaranya pelan penuh tekanan, pupilnya bergetar meski senyuman getir itu masih dipaksakan. Tatapan orang-orang tak dikenal membuat Anala canggung dalam sekejap.

Elliot memejamkan mata dengan raut wajah tak puas. Ia menatap Anala sambil menghela napas dengan kasar. "Keluar!" tegasnya tiba-tiba dengan tampang datar andalannya.

Anala menelan ludah sebelum mengangguk mengerti, ia mundur dan hendak berbalik arah, namun suara Elliot kembali menghentikan langkahnya. "Siapa yang nyuruh kamu keluar?"

"Loh... itu tadi...?" keningnya berkerut dengan satu tangan yang siap membuka pintu kapan saja.

Elliot menatapnya lalu bicara singkat. "Bukan kamu." matanya kemudian beralih pada empat pria didepannya. "Pembicaraannya kita lanjutkan nanti, kalian bisa keluar."

Keempatnya kompak menjawab. "Baik Pak!"

Tamu-tamu itu mulai meninggalkan ruangan sambil tersenyum pamit dengan profesional pada Anala. Meskipun merasa tidak enak hati, Anala terpaksa ikut membalas satu persatu dari mereka.

"Maaf ya Pak..." gumamnya pelan, sambil menyingkir dari pintu.

Elliot tanpa banyak basa-basi langsung menutup pintu dengan rapat. Matanya berubah tajam menatap Anala, seolah meminta jawaban yang masuk akal karena sudah menganggu waktunya.

Pria itu mendekat lalu berpangku tangan dengan santai. "Ada perlu apa? uang yang semalam kurang?"

Pertanyaan yang terdengar sarkas itu berhasil membuat Anala tercengang. Matanya mengerjap beberapa kali, hingga akhirnya diikuti oleh gelengan kepala. "Eh bukan!"

"Terus apa?"

Matanya menyipit, sontak irisnya mengecil sambil merotasi pandangan dengan malas. "Apaan sih, dingin banget sama istri sendiri. Aku tuh mau izin ke rumah Mama abis jemput Nael. Mungkin aku nggak akan pulang sampai makan malam."

Tangan Elliot yang sebelumnya terpangku, ia lepaskan. Ekspresinya berubah lebih lunak dari sebelumnya. "Peringatan kematian Papa ya?"

Anala mengangguk pelan, pandangannya menduduk menatap lantai. Seketika rasa sesak dan penuh sesal kembali memenuhi hatinya. Jika bukan karena tingkah gilanya, mungkin Papa masih ada bersamanya.

Ia meneguk ludah sebelum bicara. Tatapannya perlahan terangkat menatap Elliot dengan pupil bergetar. "Iya. Nanti kalau kamu nggak sibuk, datang ya, kita dinner di rumah Mama."

Seketika Elliot langsung beralih pandang, kepalanya menoleh ke kiri dengan tergesa. "Liat nanti."

Anala dibuat terdiam. Ia tau Elliot belum sepenuhnya bisa menerima, tapi jawaban yang seperti itu tetap terasa menyakitkan untuknya.

Anala menarik nafas sambil berusaha memaksakan senyumnya. "Kamu sibuk hari ini?"

"Iya, ada jadwal sampai malam." jawaban Elliot cepat tanpa banyak berpikir. Ekspresinya wajahnya bahkan tak berubah saat bicara.

Anala tersenyum lagi, kali ini matanya ikut tersenyum membentuk bulan sabit. "Ya udah kalau gitu, aku balik aja—sekalian mau jemput Nael."

Wanita itu sudah mengambil ancang-ancang untuk pergi-pergi, namun justru hal itu bikin Elliot panik. Matanya sampai membulat sepersekian detik sebelum kembali dibuat normal. Jujur, dia tidak mau Anala pergi secepat itu karena dia masih mau ditemenin setidaknya beberapa menit lagi.

"Tunggu disini aja." ucapnya pelan, suara itu seperti malu-malu untuk keluar. Namun Anala menggeleng cepat. "Nggak usah, kamu kan sibuk."

"Kalau gitu kita keluar, temenin aku minum."

"Hah??" ia tercengang dengan mulut menganga. Tunggu—ini tidak seperti yang dibayangkan. Bukannya Elliot merasa terganggu dengan kedatangannya? kenapa tiba-tiba—?

Tanpa menunggu persetujuan, Elliot menarik tangan Anala untuk ikut bersamanya. Mereka meninggalkan kantor menuju tempat yang bahkan tidak terbayang sebelumnya oleh Anala.

Ia cengo sambil berusaha menelisik setiap tampilan depan dari cafe tempat mereka kini berada. Angin berhembus dengan sopan, sesekali mengibar ujung midi dress yang Anala gunakan.

Kepalanya menoleh pada Elliot sambil memasang ekspresi berkerut. "Ngapain kita kesini?"

Pria itu tetap dengan gaya cool, sebelah tangannya masuk ke kantong celana sedangkan satunya memegang tab yang masih dalam case-nya. "Kamu bisa nunggu sambil ngelukis disini."

Anala mengernyit lalu sedetik kemudian matanya melebar bahagia. Ia jadi merasa terharu, dan tanpa sadar memeluk Elliot penuh ketulusan. "Ya ampun Suamii!! kamu kenapa selalu berlagak jahat, padahal kamu yang paling mikirin aku diatas segalanya."

Kedua lengannya melingkar erat dipunggung Elliot. Rasa bahagianya terpancar lewat binaran mata dan bibir yang melengkung sempurna. "Nggak ada satupun didunia ini yang lebih memahami aku dibanding kamu, makasih Elli" lanjutnya tanpa berniat melonggarkan pelukan mereka.

Elliot sontak terperanjat begitu Anala menerjang tubuhnya dan sesuka hati memeluknya didepan umum. Telinganya mendadak memerah, begitupun dengan detak jantung yang tiba-tiba berdenyut seperti sedang balapan.

Ia menelan ludah, menetralisir salah tingkah brutal yang tiba-tiba mengejutkan kerja otaknya. Sambil memejamkan mata ia bergumam pelan. "Banyak orang yang ngeliatin kita, Anala."

Anala tetap menggeleng dan enggan melepasnya. "Nggak peduli! emangnya siapa yang berani gosipin suami istri lagi pelukan?"

"Iya tapi nggak didepan cafe orang juga."

"Cih, biarin aja!" jawabnya tak mau kalah. Ia bahkan membenamkan wajahnya di pundak Elliot.

"Lepasin dulu, kita perlu masuk."

"Iya deh iya, Elliot yang pemalu!" Anala mendengus lalu melepaskan pelukannya dari Elliot. Wajahnya manyun tak puas, sementara Elliot menatapnya dengan tatapan pura-pura muak.

Mereka duduk dengan dua cup minuman dimeja serta beberapa dessert ringan. Anala juga sudah mendapatkan kanvas dan alat lukisnya. Sementara Elliot malah mengeluarkan tab-nya dan memilih sibuk pada pekerjaan.

Anala mendelik lalu tanpa sadar mengutarakan keluhannya tanpa pikir panjang. "Tuh kan kamu sibuk!"

"Nggak usah peduliin aku, lanjutin aja kegiatan kamu." suaranya tenang, fokusnya tetap pada layar tab nya.

Jawaban itu sukses membuat Anala semakin manyun dan penuh kesal, meski rasa kesalnya tertutup oleh rasa haru.

Apa sih, kenapa tingkah sok dinginnya itu selalu bikin jantung berdebar...

Sambil tersenyum simpul, Anala mulai membiarkan jarinya menari dengan leluasa diatas kanvas kosong. Cat air nya mulai dicampur untuk mendapatkan warna yang sesuai imajinasinya. Matanya sesekali fokus pada Elliot—sosok yang menjadi Muse nya pagi ini.

Alunan musik jazz yang diputar dalam kafe menambah kesan nyaman penuh kedamaian. Aroma kopi yang tertiup angin serta kilauan mentari yang bersinar cerah menambah kesan artistik dalam cafe itu. Ini surga buat para pelukis.

Tak terasa dua jam berlalu tanpa terasa lama. Elliot selalu fokus pada pekerjaannya, meski sesekali merasa kesal dengan lontaran jahilan yang diberikan Anala. Sementara itu, lukisan didepannya sudah rampung, seorang pria yang duduk anggun menemani istrinya sambil fokus bekerja.

"Perfecto!" ujarnya kagum dengan maha karya miliknya. Senyumnya mengembang lebar, binaran itu bahkan nyaris terasa menyilaukan.

Wanita itu membawa hasil lukisannya menuju salah satu karyawan cafe, bertanya dengan penuh ramah. "Mbak lukisannya bisa dibawa pulang kan?"

"Maaf Mbak, lukisan para pengunjung biasanya tetap tinggal di kafe untuk dipajang."

Elliot mengalihkan fokus pada pembicaraan Anala dan seorang pelayan di cafe itu. Istrinya terlihat ngotot pengen bawa lukisannya pulang, tapi pihak cafe mengatakan bahwa karya itu tidak bisa dibawa.

Dia ngelukis apaan sih sampai sengotot itu?

Rasa penasaran membuat Elliot melangkah menghampiri mereka. Matanya tak sengaja melihat lukisan yang berusaha dijaga oleh istrinya dengan sepenuh jiwa. Matanya membulat, lukisan itu adalah—dirinya.

Tanpa sadar telinga Elliot memerah, ia berdehem pelan sebelum bicara. "Bisa panggilkan manager disini? saya mau bicara."

Karyawan itu mengangguk sopan, "Baik Mas, sebentar saya panggilkan"

Setelah karyawan itu pergi, Anala memegang lengan Elliot menuntut jawaban. "Mau ngapain sama managernya?"

"Kamu mau lukisan itu kan?" bukannya menjawab, di malah menimpa dengan pertanyaan baru. Anala pun mengangguk mantap tanpa ragu. "Ya mau lah, ya kali aku ninggalin suamiku buat dipajang di cafe orang. Nggak rela!"

Jawaban Anala berhasil bikin Elliot salting kesekian kalinya. Ia menarik pandangan ke arah lain dengan secepat kilat sambil menutup sebelah wajahnya, lalu membatin.

Sialan.

Tak berselang lama seorang wanita muda dengan paras cantik mendatangi mereka sambil berkata sopan. "Permisi Mas, Mbak... ada yang perlu saya—" belum selesai ia bicara, ucapannya terpotong saat melihat sosok didepannya. "Loh—Elliot?"

Tanpa memesan ekspresi kaget seperti wanita itu, Elliot bicara santai dengan tatapan lurus. "Aku mau bawa lukisan ini pulang, tapi karyawan kamu melarang."

"Lukisan?" tanyanya yang diangguki cepat oleh Elliot.

Sementara itu Anala hanya bisa memandang keduanya dengan mata menyipit sambil bicara pada suaminya. "Kamu kenal?"

"Iya, temen aku."

Wanita asing itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Anala. "Kenalin aku Sovia," tanpa menunggu, Anala langsung menjabat tangan itu dan tersenyum balik. "Anala."

"Kalian temenan sejak kapan?" lanjut Anala dengan raut wajah penasaran, mukanya masih tegang seperti was-was akan sesuatu.

Sovia melirik Elliot sekilas lalu tersenyum kembali pada Anala. "Udah dari tiga tahun lalu. Waktu itu kita nggak sengaja ketemu di pub."

Anala langsung melotot, dia tak menyangka kalau Elliot ternyata pernah nongkrong ditempat seperti itu. Ia memiringkan kepala sambil menatap horor pada suaminya yang bahkan enggan untuk menatap matanya.

"Pub ya? waw luar biasa..." ia sengaja meledek Elliot, bahkan senyumnya berhasil bikin Elliot merinding.

"Dia udah bilang kalau itu tiga tahun lalu kan?"

"Ya tetap aja."

Melihat pertikaian manis keduanya membuat Sovia tak enak hati. Ia tersenyum karir sambil bicara agak keras. "Ah maaf mencela, tapi kalian boleh bawa lukisan itu kok."

"Makasih Sovia." jawab Elliot cepat. Ia buru-buru beralih dari tempat itu dan kembali ke meja ia duduk sebelumnya. Begitupun dengan Anala yang meski manyun sambil misuh-misuh, ia tetap kembali duduk bersama Elliot.

Tak lama setelah keributan kecil itu, Elliot melihat jam tangan yang melingkar ditangan kirinya. Ia mengemaskan barangnya lalu mengajak Anala untuk kembali.

"Mikisih Sivii" ledek Anala tak henti meski mereka sudah berada dalam mobil. Pemandangan sekitar tak sekalipun mengalihkan perhatian Anala yang terus merasa kesal dan gumoh pada kejadian sebelumnya.

"Kenapa sih?" tanya Elliot dengan ekspresi ditekuk. Ia bingung karena sejak tadi, Anala tidak henti misuh-misuh dengan gumaman pelan yang bahkan susah buat dimengerti.

"Nggak, bangga aja suamiku punya temen cewek secantik itu."

Elliot menghela napas panjang, matanya fokus pada jalanan, tapi pikirannya suntuk dengan sindiran demi sindiran yang dilontarkan istrinya. "Dia cuma teman biasa, nggak lebih."

"Iya kan awalnya temen biasa dulu, abis itu baru naik tingkat."

Elliot mengerjap, ia menatap Anala dengan tajam hingga sedikit mengalihkan pandangan dari jalanan. "Kamu nuduh aku selingkuh?"

Tapi Anala langsung membantah sambil menoleh kesamping jendela. "Aku nggak nuduh!"

"Terus itu apa?

"Nggak tau!" tegasnya jutek. Itu bukan semacam serangan sindiran lagi melainkan sudah naik tingkat jadi marah beneran.

"Astaga..." eluh Elliot dengan pasrah. Helaan napas kasarnya sampai bisa terdengar jelas ditelinga Anala. Pria itu tetap sesekali melirik ke sebelah meskipun Anala sengaja duduk agak dempet ke jendela. Persis seperti bocah puber yang lagi ngambek sama ayangnya.

1
Mayuza🍊
semoga nanti author dan readers dapat suami kayak Elliot yaa😭
__NathalyLg
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
Mayuza🍊: mana bener lg 😔
total 1 replies
Ahmad Fahri
Terpana😍
Mayuza🍊: haii kaa makasih banyak supportnya ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!