NovelToon NovelToon
Reign Of The Shadow Prince

Reign Of The Shadow Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Transmigrasi / Fantasi Isekai
Popularitas:553
Nilai: 5
Nama Author: ncimmie

di khianati dan di bunuh oleh rekannya, membuat zephyrrion llewellyn harus ber transmigrasi ke dunia yang penuh dengan sihir. jiwa zephyrrion llewellyn masuk ke tubuh seorang pangeran ke empat yang di abaikan, dan di anggap lemah oleh keluarga, bangsawan dan masyarakat, bagaimana kehidupan zephyrrion setelah ber transmigrasi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ncimmie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15

Pelayan-pelayan di Istana Phoniks sibuk memindahkan barang-barang yang dibawa Valerian dari Istana Utara. Tatapan mereka penuh hina dan meremehkan, seolah kedatangan pangeran buangan itu hanyalah beban tambahan bagi mereka.

Namun Valerian hanya diam. Tidak ada sedikit pun amarah yang tampak di wajahnya—hanya ketenangan yang menakutkan. Dalam hatinya, ia berjanji akan membalas setiap pandangan itu… satu per satu.

Setelah ruang kerjanya selesai ditata, Valerian duduk di ruang tunggu dengan tenang. Alaric berdiri di sampingnya, tegak namun waspada.

“Apakah kalian semua sudah berkumpul?” tanya Valerian dengan nada datar.

Tidak ada yang berani menjawab. Hening menyelimuti ruangan. Senyum tipis terukir di wajah Valerian—senyum yang membuat udara di sekitar tiba-tiba berubah berat.

Aura kuat mengalir dari tubuhnya, membuat suhu ruangan seolah menurun. Mata emasnya menatap tajam ke arah para pelayan. Tatapan itu dingin, tajam, dan penuh tekanan—membuat lutut beberapa pelayan hampir goyah.

Valerian berdiri perlahan, langkahnya ringan tapi mengintimidasi. Ia menatap satu per satu wajah mereka sebelum akhirnya bersuara dengan tenang,

“Mulai hari ini, aku adalah majikan kalian. Apa pun perintah dan aturan yang kutetapkan… harus kalian patuhi. Jika tidak—”

Ia mengangkat tangannya perlahan. Api biru muncul dari telapak tangannya, berputar seperti nyala hidup yang menari. Dalam sekejap, salah satu pelayan yang sejak tadi menatapnya dengan hinaan terbakar api itu. Suara jeritan memenuhi ruangan, membuat semua orang membeku ketakutan.

Yang lainnya hanya bisa menelan ludah keras-keras. Pangeran yang mereka kira lemah dan tak berarti ternyata bukanlah sosok yang bisa diremehkan.

Valerian menyeringai kecil, menatap mereka dengan dingin.

“Mulai hari ini, Alaric akan menjadi kepala pelayan. Perintahnya sama dengan perintahku. Tidak ada yang boleh membantahnya. Mengerti?”

Semua pelayan menunduk gemetar, lalu segera pergi setelah Valerian memberi isyarat halus dengan tangannya.

Ketika ruangan kembali tenang, Alaric menatap ke arah Valerian—pangeran muda yang kini duduk santai di kursinya sambil menatap api biru yang perlahan padam di lantai.

“Pangeran… bukankah itu terlalu kejam?” tanya Alaric dengan nada pelan namun penuh kekhawatiran.

Valerian menoleh, menatapnya dengan mata emas yang tenang dan dalam.

“Kita harus kejam, Alaric, jika tidak ingin diinjak. Dunia tidak memberi belas kasihan kepada orang lemah. Kau mau direndahkan oleh mereka?”

Nada suaranya lembut tapi penuh kekuatan. Tatapan itu—meski menenangkan—menyimpan dingin yang tak bisa dijelaskan.

Alaric hanya bisa menghela napas pelan. Ia tahu pangerannya telah berubah… menjadi sosok yang lebih kuat, tapi juga lebih gelap. Dalam hatinya, ia hanya bisa berharap agar Valerian tidak kehilangan dirinya sendiri di tengah kegelapan itu.

“Alaric, di mana kita bisa membeli budak?” tanya Valerian tenang, sambil menatap abu yang tersisa dari pelayan yang terbakar api biru. Api itu padam begitu saja, meninggalkan hawa panas yang menggantung di udara.

Alaric menatap pangerannya dengan sedikit canggung, lalu menjawab hati-hati,

“Sepertinya… kita bisa membelinya di pasar budak, Pangeran. Karena Yang Mulia Raja belum menghapus sistem perbudakan di benua ini. Masih banyak budak yang dijual.”

Valerian mengangguk perlahan. “Baik. Kita akan pergi ke sana. Aku butuh pasukanku sendiri.”

Alaric membungkuk. “Saya akan menyiapkan jubahnya, Pangeran.”

Valerian berdiri dari kursinya, menunggu sambil menatap ke luar jendela. Dalam pikirannya, ia sudah merancang rencana baru — membentuk pasukan khusus, pasukan yang akan dilatih dengan metode dari peradaban modern dalam ingatannya. Mereka akan menjadi pasukan bayangan, kuat, cepat, dan tidak terkalahkan.

Tak lama kemudian, Alaric datang membawa dua jubah hitam. Ia membantu Valerian mengenakannya.

“Pangeran… apakah kita akan menggunakan gulungan teleportasi?” tanya Alaric, menyiapkan dirinya.

Valerian menggeleng. Ia mengangkat tangan, dan sebuah portal berwarna biru tua terbentuk di hadapan mereka, berputar dengan tenang. Aura magis yang keluar dari portal itu membuat udara di sekitar bergetar.

Alaric menatap takjub. “Pangeran… anda bisa membuka portal sendiri?”

“Cukup banyak hal yang belum kau tahu tentangku, Alaric.” jawab Valerian datar. “Ayo.”

Mereka berdua melangkah ke dalam portal, dan dalam sekejap, mereka muncul di tengah pasar yang ramai dan berdebu — Pasar Budak Kerajaan Utama. Bau besi dan keringat menyengat di udara, diiringi teriakan pedagang yang menawarkan manusia seolah barang dagangan biasa.

Alaric menuntun Valerian menuju sebuah bangunan besar dengan plakat besi bertuliskan “Penjualan Budak Resmi Kerajaan”. Ia membuka pintu dan memberi jalan pada pangerannya.

Di dalam, puluhan budak duduk berbaris dengan rantai di leher dan tangan. Tubuh mereka kurus, pakaian compang-camping, mata mereka kosong. Saat pelayan toko melihat Valerian, ia segera menghampiri dengan senyum palsu.

“Selamat datang, Tuan Muda. Budak seperti apa yang Anda inginkan?”

Valerian menatap sekeliling dengan mata emasnya yang tajam. “Aku ingin melihat-lihat dulu.”

Pelayan itu menunduk sopan, membiarkan Valerian berjalan di antara para budak. Tatapan mata-mata yang memelas mengikutinya ke mana pun ia pergi. Hingga akhirnya, seseorang menarik ujung jubahnya.

Seorang budak laki-laki berambut putih dengan mata merah menatapnya penuh keputusasaan. “Tuan… tolong beli saya. Saya tidak ingin berada di sini lagi.”

Valerian menatapnya datar, lalu perlahan berjongkok agar sejajar dengan tatapan budak itu. “Apa yang bisa kau berikan padaku jika aku membelimu?”

Budak itu berlutut, menunduk rendah. “Saya akan melakukan apa pun yang Anda perintahkan, Tuan.”

Valerian menatapnya dengan mata emas yang dingin namun berkilau samar. “Termasuk menyerahkan nyawamu?”

Budak itu sempat terdiam, lalu mengangkat wajahnya dengan tekad penuh luka. “Saya rela memberikan nyawa saya, Tuan.”

Senyum kecil muncul di sudut bibir Valerian — senyum yang nyaris tak terlihat namun menimbulkan tekanan yang besar di sekitar. “Baiklah. Aku akan membelimu.”

Pelayan toko segera mendekat dengan catatan di tangan. Valerian menambahkan, “Dan aku akan membeli beberapa yang lain juga.”

Ia mengeluarkan beberapa koin emas dari saku dalam jubahnya — hasil dari menjual ramuan-ramuan langka buatannya sendiri. Setelah transaksi selesai, rantai-rantai itu dilepas, dan para budak menatap Valerian dengan campuran takut dan harapan.

Saat mereka keluar dari toko, Alaric menatap pakaian compang-camping para budak itu. Valerian mendahuluinya bicara,

“Kita akan membelikan mereka pakaian yang layak terlebih dahulu. Mereka akan jadi pasukanku… tak seharusnya pasukanku terlihat seperti sampah.”

Nada bicaranya tenang, tapi ada kekuatan dan ambisi besar di dalamnya — dan dari sorot mata emas itu, Alaric tahu bahwa Valerian benar-benar serius membangun kekaisaran yang ia impikan.

Valerian berjalan menyusuri jalan utama pasar dengan langkah ringan namun berwibawa, diikuti oleh Alaric dan para budak yang baru saja ia beli. Pandangan orang-orang di sekitar langsung tertuju pada rombongan itu—seorang anak berwajah dingin dengan mata emas menyala redup di bawah cahaya matahari, diikuti barisan budak berpakaian compang-camping. Aura Valerian begitu menekan, membuat orang-orang secara refleks menyingkir dan tak berani mendekat.

“Alaric, di mana toko pakaian yang berkualitas bagus?” tanya Valerian datar tanpa menoleh.

Alaric segera menatap ke arahnya. “Saya tahu, Pangeran. Tak jauh dari sini, ke arah barat pasar.”

Valerian mengangguk kecil. Alaric kemudian berjalan di depan sambil memegang tangan Valerian, menuntunnya melewati kerumunan. Anak itu tidak menolak, hanya menatap lurus ke depan dengan ekspresi tenang yang sulit ditebak.

Tak lama, mereka tiba di depan sebuah toko pakaian besar dengan papan nama elegan. Berbeda dengan toko-toko biasa di pasar, tempat ini tampak bersih dan tertata rapi. Mereka masuk ke dalam, dan seorang pelayan langsung datang menyambut dengan senyum sopan—tanpa sedikit pun tatapan merendahkan seperti yang sering Valerian terima di tempat lain.

“Aku ingin pakaian yang layak untuk mereka,” ucap Valerian datar, menunjuk para budak di belakangnya.

Pelayan itu tersenyum ramah. “Tentu, Tuan muda. Silakan menunggu di sana.”

Valerian mengangguk dan berjalan menuju kursi yang disediakan. Ia duduk dengan tenang, sementara pelayan mulai memilih pakaian yang sesuai untuk para budak. Mata emas Valerian memperhatikan setiap gerak pelayan dan budak-budak itu—tajam, penuh perhitungan.

Alaric berdiri di sampingnya dengan sikap hormat, sesekali menatap pangeran mudanya itu. Ada sesuatu yang berbeda dari Valerian sekarang—bukan hanya wibawa, tapi juga aura kekuatan yang terasa menekan, seolah siapa pun yang menatap matanya akan segera menunduk.

1
彡 Misaki ZawaZhu-!
Bingung mau ngapain setelah baca cerita ini, bener-bener seru!
Nori
Buku-buku sebelumnya sudah seru, tapi yang ini bikin aku ngerasa emosi banget.
Brian
Terpesona
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!