Sinopsis:
Liora, seorang gadis muda, dipaksa menjadi pengantin pengganti tanpa mengetahui siapa calon suaminya. Namun saat tirai pernikahan terbuka, ia terseret ke dalam Azzarkh, alam baka yang dikuasai kegelapan. Di sana, ia dinikahkan dengan Azrakel, Raja Azzarkh yang menakutkan, dingin, dan tanpa belas kasih.
Di dunia tempat roh jahat dihukum dengan api abadi, setiap kata dan langkah bisa membawa kematian. Bahkan sekadar menyebut kata terlarang tentang sang Raja dapat membuat kepala manusia dipenggal dan digantung di gerbang neraka.
Tertawan dalam pernikahan paksa, Liora harus menjalani Upacara Pengangkatan untuk sah menjadi selir Raja. Namun semakin lama ia berada di Azzarkh, semakin jelas bahwa takdirnya jauh lebih kelam daripada sekadar menjadi istri seorang penguasa neraka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 15
“Veyra, apa kita bisa istirahat sebentar?” tanya Liora dengan nada lelah.
Tatapannya sayu, keringat menetes di pelipisnya setelah berjam-jam mempelajari bahasa kuno Kerajaan Azzarkh.
“Baiklah, Putri. Hari ini sampai di sini saja,” ucap Veyra datar, tanpa ekspresi, seolah tak peduli pada keletihan muridnya itu.
Liora menghela napas lega. Tubuhnya terasa seperti diremas tenaga tak kasat mata. Ia melangkah gontai menuju kamarnya, menutup pintu, lalu menjatuhkan diri ke atas kasur empuk.
Namun baru saja ia akan memejamkan mata, pintu kamarnya diketuk perlahan.
“Masuk,” ujarnya malas.
Dreya, pelayan setianya, menunduk hormat.
“Putri, Yang Mulia Raja Azrakel memerintahkan Anda untuk menemaninya di ruang kerja.”
Liora spontan menegakkan tubuh. “Apa? Menemani Raja?” suaranya terdengar campuran antara kaget dan putus asa.
“Iya, Putri. Beliau menunggu di menara utara.”
Liora menatap langit-langit. Hari ini benar-benar panjang, baru saja ia berhasil lepas dari Veyra yang kaku seperti batu, kini Raja yang akan menyita malamnya.
Ia menghela napas panjang, pasrah. “Baiklah… kalau begitu antar aku ke sana.”
Ruang kerja Raja Azrakel begitu sunyi. Hanya suara pena yang menari di atas gulungan kertas kuno. Aroma dupa hitam memenuhi udara.
Liora berdiri di depan pintu, mencoba menenangkan diri sebelum melangkah masuk.
“Yang Mulia,” panggilnya lembut. Ia menunduk hormat seperti yang diajarkan Veyra, anggun, penuh tata krama.
Raja yang duduk di balik meja batu tak menoleh.
“Tampaknya Veyra mengajarimu dengan baik,” ucapnya datar, tanpa menatap Liora sedikit pun.
Liora memonyongkan bibir. “Tentu saja, beliau tak memberi waktu bahkan untuk bernapas.”
Raja menoleh sejenak, senyum samar menyentuh bibirnya, pemandangan langka yang membuat Liora buru-buru menunduk, menyesali ucapannya.
“Duduklah,” katanya. “Temani aku di sini.”
Liora menuruti, duduk di kursi di seberang. Di hadapan Raja terbentang lembaran-lembaran tua bertulisan huruf yang tak ia kenali.
Suara api dari obor di dinding berdesis pelan, menambah kesan dingin yang aneh.
Ia diam lama, memperhatikan jemari Raja yang bergerak dengan elegan. Tapi hatinya gelisah, ada sesuatu yang ingin ia tanyakan. Tentang Arwen, gadis yang telah bereinkarnasi berkat bantuannya.
Namun tatapan Raja terlalu fokus, terlalu dalam, membuat Liora menahan diri.
“Jika ada yang ingin kau tanyakan,” suara Azrakel tiba-tiba memecah hening, “tanyakan saja.”
Tatapannya masih tertuju pada kertas, tapi nada suaranya seolah tahu apa yang bergejolak dalam hati Liora.
Liora terperanjat. “B....bagaimana dengan Arwen?” tanyanya ragu.
Raja berhenti menulis. Ia mendongak, menatapnya dengan mata sehitam langit neraka.
“Dia baru menjadi janin. 8 bulan dua puluh tiga hari lagi sebelum lahir ke dunia.”
Liora menatapnya dengan campuran lega dan haru. “Syukurlah… semoga kehidupannya kali ini bahagia.”
“Dia akan mendapat kehidupan terbaik,” ujar Azrakel pelan. “Karena kau yang memintakannya.”
Liora tersenyum kecil. Dalam hatinya, ia membenarkan ucapan itu. Arwen pantas bahagia, setelah semua penderitaan yang dialaminya di kehidupan lalu.
Namun tanpa sadar, bibir Liora bergumam lirih, “Aku juga ingin kehidupan seperti itu.”
Raja menoleh. “Kehidupanmu di sini sudah lebih baik dari banyak makhluk lainnya. Kau beruntung.”
Beruntung? Liora menahan tawa getir.
Dalam hatinya ia bergumam, aku justru sial, karena menggantikan Selena menikah dengan penguasa neraka.
Raja tiba-tiba menatapnya tajam. “Sial? Tidak beruntung?” katanya datar.
Liora membeku. Dia… mendengar?
“Yang Mulia… bagaimana bisa Anda tahu apa yang aku pikirkan?”
“Aku tidak membaca pikiranmu,” jawabnya tenang, “tapi aku mendengar suara hatimu.”
Liora terdiam. Ia menatap Raja seolah melihat hal mustahil. “A....apa!”
"Bagaimana bisa? Jadi selama ini kamu bisa mendengar isi hatiku?" Tanya Liora kaget.
"Tentu saja tidak, aku bisa mendengarnya baru-baru saja." Ucap Azrakel.
Azrakel berdiri perlahan, menghampiri. Aura kekuasaannya membuat udara seolah menebal."Saat sebagian darahku mengalir dalam tubuhmu. Sekarang, jiwamu terhubung denganku.”
Liora menutup mulutnya, terkejut setengah mati.
Ia merasa terkekang, bahkan pikirannya bukan lagi miliknya sendiri.
Bagaimana ia bisa hidup di dunia di mana bahkan suara hatinya pun bukan rahasia?
“Boleh aku kembali ke kediamanku?” tanyanya lirih, berusaha menenangkan suaranya.
“Setelah aku selesai bekerja,” jawab Raja enteng tanpa menatapnya.
“Kapan selesainya?”
Raja mengangkat bahu. “Tergantung seberapa cepat aku ingin menyelesaikannya.”
Liora menatapnya tak percaya. “Kalau begitu, bisakah Yang Mulia menyelesaikannya sekarang?”
“Sayangnya aku ingin beristirahat dulu.”
Raja beranjak dari meja, menuangkan air ke dalam piala hitam, lalu meminumnya perlahan.
Liora menatapnya gemas, tangan mengepal di pangkuan. Dalam hatinya, kata-kata makian hampir terucap, tapi ia buru-buru menahan diri.
Tidak boleh berpikir macam-macam. Dia bisa mendengar.
Ia hanya menghela napas panjang, memandangi lantai dengan tatapan kosong.
Kabar tentang Liora yang menemani Raja di ruang kerja menyebar cepat di kalangan para selir.
Rasa iri membakar mereka. Tak satu pun dari mereka pernah diminta untuk menemani Raja, bahkan mendekatinya saja butuh izin.
Malam itu, saat semua pelayan membicarakan keakraban mereka, Liora sudah terlelap di kursi.
Wajahnya damai di bawah cahaya api biru.
Raja menatapnya lama. Dalam sorot matanya, ada sesuatu yang tidak pernah dilihat siapa pun, lembut, namun berbahaya.
Ia berjalan mendekat, menyentuh helai rambut Liora yang jatuh di pipinya.
“Tidurlah,” bisiknya pelan. “Setidaknya di dalam mimpi, aku tak perlu mendengar hatimu.”
Pagi datang dengan kabut kelam. Liora terbangun di kamarnya sendiri. Ia menatap sekeliling, bingung.
Bagaimana aku bisa pulang?
Dreya masuk membawa nampan. “Putri sudah bangun?” katanya ceria.
“Dreya… siapa yang mengantarku semalam?”
Dreya menahan tawa. “Sepertinya Putri tak tahu.”
Vaelis yang ikut masuk tersenyum. “Yang Mulia sendiri yang menggendong Anda.”
Liora membeku. “A....apa?”
Dreya mengangguk semangat. “Kami melihatnya sendiri. Beliau berjalan melewati aula, menggendong Putri seperti sesuatu yang… berharga.”
Pipi Liora merona. Ia belum sempat menanggapi saat suara berat terdengar, dekat, sangat dekat.
“Iya, aku yang menggendongmu. Dan kau ternyata lebih berat dari yang kukira.”
Liora menoleh panik. Suara itu… suara Raja. Tapi ruangannya kosong.
“Dreya? Vaelis? Kalian dengar barusan?”
Mereka saling pandang, lalu menggeleng bersamaan.
“Tidak ada suara apa pun, Putri.”
Liora menelan ludah. Jantungnya berdetak tak karuan.
Lalu suara itu kembali, lebih lembut kali ini, berbisik di telinganya.
“Jangan bertanya pada mereka. Karena yang mendengar suaraku hanya kau.”
Udara di sekeliling Liora mendadak dingin. Ia memejamkan mata.
Mungkin… aku memang akan gila di Azzarkh.
Setelah hidup di dunia yang dihantui roh, kini ia mendengar suara Raja, bahkan saat Raja tak berada di sana.
Apakah itu berkah… atau kutukan?
Ia tak tahu.
Yang pasti, mulai hari itu, kesunyian tak pernah lagi menjadi miliknya.
krn di dunia nyata kamu g diperhatikan, g disayang
apa mungkin bgmn cara'a spy kembali ke dunia sebenar'a, bgtukah thor🤭💪