"KENAPA HARUS AKU SATU-SATUNYA YANG TERLUKA?" teriak Soo, menatap wajah ibunya yang berdiri di hadapannya.
*********************
Dua saudara kembar. Dunia dunia yang bertolak belakang.
Satu terlahir untuk menyembuhkan.
Satu dibentuk untuk membunuh.
*********************
Soo dan Joon adalah saudara kembar yang dipisahkan sejak bayi.
Soo diculik oleh boss mafia Korea bernama Kim.
***********************
Kim membesarkan Soo dengan kekerasan. Membentuknya menjadi seorang yang keras. Menjadikannya peluru hidup. Untuk melakukan pekerjaan kotornya dan membalaskan dendamnya pada Detektif Jang dan Li ayah mereka.
Sementara Joon tumbuh dengan baik, kedua orangtuanya begitu mencintainya.
Bagaimanakah ceritanya? Berhasilkah Soo diterima kembali di keluarga yang selama ini dia rindukan?
***********************
"PELURU" adalah kisah tentang nasib yang kejam, cinta dan balas dendam yang tak pernah benar benar membawa kemenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KEZHIA ZHOU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERINGATAN
Menyadari emosinya mulai meledak, Soo akhirnya memalingkan wajah dari Park. Ia membuka jendela mobil, membiarkan angin malam menyapu rambutnya hingga berantakan. Udara dingin yang menusuk itu tidak benar-benar menenangkan, namun setidaknya memberi ruang untuk bernapas. Soo menatap langit gelap yang melintas di balik kaca.
“Paman, ajak aku ke Club,” perintahnya tiba-tiba.
Park menoleh, ragu. Namun ekspresi Soo sama sekali tidak memberi ruang untuk dibantah.
“Tapi Soo… ayahmu tidak pernah mengijinkanmu untuk—”
“Aku mau kesana!” ucap Soo dingin, memotong tajam.
Park hanya mengangguk kecil, menerima keputusan yang sudah bulat.
Setelah perjalanan panjang, mobil mereka berhenti di salah satu club paling terkenal di Seoul. Malam telah larut, namun hiruk pikuk di dalam gedung itu justru semakin menggila. Soo melangkah masuk, membiarkan gemuruh musik menghantam dadanya. Lampu-lampu neon yang berkedip membuat tempat itu terasa seperti dunia lain—tempat pelarian yang tepat untuk kemarahan yang belum padam.
Ia duduk di bangku bar, langsung memesan sebotol whiskey, dan menenggaknya tanpa ragu.
“Soo..” panggil Park, suaranya berusaha menahan.
Ia ingin memperingatkan Soo untuk mengendalikan diri—apalagi lelaki itu masih membawa pistol. Namun Soo mengabaikannya, tenggelam dalam amarah dan alkohol.
Seorang gadis berpakaian minim mendekat dari belakang. Ia mengusap punggung Soo dengan sentuhan genit. Namun tangan Park dengan cepat menepisnya, membuat gadis itu menatapnya kesal, lalu menatap Soo yang sudah terlihat mulai mabuk.
“Soo ayo pulang,” bujuk Park.
Park gelisah. Matanya terus mengawasi sekeliling, takut jika ada polisi yang mengenali mereka. Tapi Soo menolaknya dengan dingin. Tanpa peringatan, Soo berdiri dan menuju lantai dansa. Ia merangkul seorang gadis asing, membiarkan kedua lengannya melingkari leher gadis itu. Gadis itu tersenyum padanya—wajahnya jelas terpikat oleh ketampanan Soo meskipun pria itu jelas mabuk.
“Hai...” sapa gadis itu manja.
Soo hanya membalas dengan senyum tipis, dingin, khas dirinya. Gadis itu mengusap wajah Soo, jarinya naik ke tengkuknya, bermain-main dengan rambut tebalnya. Ia menarik Soo mendekat, lalu mencium bibirnya.
“Uhmmpphh…” desahan gadis itu terdengar disela sela ciuman mereka.
Soo tidak bergerak. Ia membiarkan gadis itu mencium dirinya, seolah itu adalah cara tercepat untuk melampiaskan kemarahan.
Tiba-tiba, seorang pria bertato datang dan menarik tangan Soo dengan kasar. Soo terpaksa berbalik.
PLAAKK!!
Tamparan keras mendarat di wajahnya, membuat kepalanya terhentak ke samping.
“Berani sekali kamu berciuman dengan gadisku?” bentak lelaki itu.
Tangannya terangkat untuk memukul lagi—namun kali ini Soo bergerak cepat. Ia mengayunkan botol alkohol yang masih digenggamnya ke kepala pria tersebut.
PYAAARRR!!
Botol itu pecah seketika. Darah mengucur deras dari kepala si pria bertato. Teriakan panik pecah di seluruh club. Soo hanya menatapnya dengan senyum kecil yang dingin, nyaris tidak peduli.
Park segera menarik Soo menjauh.
“Sayang, kamu baik-baik saja?” gadis itu berjongkok, panik memegangi kekasihnya.
Park merogoh dompetnya, mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah besar dan menyerahkannya pada gadis itu.
“Ini sebagai wujud tanggung jawab dariku. Bawa kekasihmu untuk berobat. Dan jangan memperpanjang kasus ini.”
Setelah itu, Soo berjalan keluar tanpa menoleh. Park menuju bar untuk menyelesaikan satu hal lagi. Ia mengeluarkan uang tambahan dan meletakkannya di meja bartender.
“Ini uang untuk ganti rugi botol yang sudah pecah.”
Park kemudian menyusul Soo keluar. Soo sudah masuk ke dalam mobil, memejamkan mata dengan napas berat. Park, yang kesal namun tetap bertanggung jawab, langsung melajukan mobil dengan cepat.
“Soo apa yang sudah kau lakukan? Kau tau kan, kau ini tidak diperbolehkan berurusan dengan publik,” tegur Park.
“Aku manusia. Aku bukan hewan yang hanya berada di dalam kandang,” jawab Soo tanpa membuka matanya.
Tak lama, mereka sampai di rumah Soo. Soo keluar dari mobil dengan langkah sempoyongan. Park terkejut melihat Kim sudah menunggu di dalam.
“Tuan Kim..” ucap Park, segera membungkuk.
Kim berdiri, wajahnya mengeras saat melihat kondisi putranya. Tanpa kata, ia menarik Soo dan—
BUGG!!
Pukulan telak membuat Soo tersungkur ke lantai. Dalam sekejap, kedua tangannya diikat ke belakang.
“AYAH.. APA YANG KAU LAKUKAN??” teriak Soo, panik saat merasakan tali menarik pergelangannya.
“Berani sekali kau mabuk-mabukan di bar dan membuat kekacauan. Kau pikir ayah tidak tau apa yang barusaja kau lakukan, hm?? Ingattt anak buah ayah ada dimana pun,” bentak Kim sambil menginjak punggung Soo.
Rambut Soo dicengkeram kasar, membuat wajahnya mendongak.
“Agh!” suara pelan tapi jelas menahan sakit.
Tidak ada yang berani bergerak, baik Park maupun anak buah lain. Kemarahan Kim terlalu berbahaya untuk ditentang.
“Berdiri,” perintah Kim.
Ia menarik rambut Soo hingga lelaki itu bangkit, lalu menyeretnya menuju kolam renang di belakang rumah. Soo meronta.
“Ayah…. Lepaskan!”
Park cemas, segera mengikuti dari belakang.
BYUUURRRR!!
Tubuh Soo langsung terjun ke dalam kolam, air memercik tinggi saat Kim mendorongnya tanpa belas kasihan.
Malam itu, rumah Soo dipenuhi suara air yang bergolak… dan amarah Kim yang belum usai.
Lagi-lagi kejadian lama itu menghantam pikiran Soo—momen ketika ia pernah tenggelam bertahun-tahun lalu. Ketakutan itu kembali begitu cepat, seolah tubuhnya langsung membeku. Di dalam air, ia menggeliat panik, berusaha melepaskan ikatan di tangannya, tapi tali itu terlalu kuat. Napasnya makin menipis. Buih-buih kecil keluar dari mulutnya ketika ia mencoba bertahan.
Di pinggir kolam, Park semakin gelisah. Detik demi detik berlalu tanpa tanda Soo muncul ke permukaan. Wajah Park memucat.
“Tuan Kim..” panggil Park dengan suara tegang, matanya tak lepas dari permukaan air yang bergolak.
Kim hanya duduk, memandang kolam dengan ekspresi dingin. Ia menunggu… seolah tidak gentar sedikit pun melihat putranya tidak kunjung naik. Tatapannya lalu beralih pada Park yang tampak hampir panik.
“Kalau kau memang sangat mencemaskan anak itu, bawa dia ke permukaan,” ucap Kim datar.
BYUUURRR!!
Tanpa ragu sedetik pun, Park langsung menyelam. Tubuhnya menembus air dingin dan gelap, mencari Soo yang hampir kehilangan kesadaran. Begitu melihatnya, ia segera menarik tubuh Soo dan membawanya naik.
Kim, yang menyaksikan semuanya, tersenyum tipis. Ia tahu Park akan melakukan apa pun demi Soo—dan itu membuatnya semakin yakin bahwa Park adalah bawahan yang bisa ia kendalikan sepenuhnya.
Ketika Park berhasil membawa Soo ke tepi kolam, Kim bangkit dari duduknya. Dengan langkah santai namun aura mengancam, ia mendekat.
“Kalau kau memang mencemaskan Soo, jangan pernah lengah seperti malam ini! Jangan pernah beri dia kesempatan untuk mengenal dunia luar! Dia tidak boleh bertemu dengan orang lain selain relasi kita! Apalagi berani bermain wanita di luar sana! Ini peringatan untukmu dan Soo!” suara Kim menggema tajam.
Park menunduk. Ia tahu betul, kata-kata itu ditujukan untuknya. Hukuman ini memang menimpa Soo… tetapi pesan sebenarnya diarahkan padanya. Kim hanya menggunakan putranya sebagai perantara amarah.
Setelah menyampaikan ancamannya, Kim pun pergi meninggalkan halaman rumah Soo tanpa menoleh lagi.
Begitu Kim menghilang dari pandangan, Park segera melepas ikatan tangan Soo. Ia menekan perut Soo perlahan, mencoba membantu lelaki itu mengeluarkan air yang sempat tertelan.
“Soo…” panggil Park cemas, menepuk pipinya pelan.
“Soo… bangun!” serunya lebih keras.
UHUK! UHUK!!
Soo tersedak hebat, batuknya pecah di tengah dingin malam. Air keluar dari mulutnya ketika napasnya kembali tersangkut di tenggorokan. Park akhirnya bisa bernapas lega… meski malam itu meninggalkan bekas luka baru bagi mereka berdua.