Kiara Safira Azzahra harus menelan pil pahit mendapati kekasihnya tiba-tiba tidak ada kabar berita. Ternyata ehh ternyata, kekasihnya......
😱😱😱😱
Penasaran????
Yuk kepoin cerita author yang bikin kalian mewek-mewek baper abiss....
Hanya disini.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Kia berdiri di depan pintu apartemen Regan, jari-jarinya ragu menekan tombol angka.
"Kira-kira gue bener nggak sih minta tolong sama Banyu?” gumamnya pelan, mata menatap lantai sambil berusaha mengumpulkan nyali.
"Bodo amat! Gue butuh kerjaan, kok...!" gumamnya sambil menghela napas berat. Ia mengangkat tas, lalu mendorong pintu apartemen itu dengan langkah mantap.
Kia terlihat santai sekali keluar masuk apartemen, seolah tempat itu sudah seperti rumah kedua.
Memang, semua itu karena Regan memberinya akses khusus lewat Anne— sesuatu yang tak semua orang dapatkan. Dan Kia sendiri tidak tau kalau dosennya pemilik apartemen tersebut.
Mata Kia sekilas menyipit, aroma maskulin langsung menguar di indera penciumannya begitu ia masuk ke dalam.
Lima hari tidak bersih-bersih, membuatnya sangat rindu dengan apartemen itu. Ya itu semua gara-gara kemarin dia sempet dirawat di RS.
Meski tidak dibersihkan setiap hari, apartemen itu tetap tampak rapi. Sudah menjadi kebiasaan pemiliknya menjaga kebersihan, hingga debu pun enggan menempel. Setiap sudut terasa terawat, seolah ada tangan halus yang selalu menyapu tanpa terlihat. Pemilik apartemen memang tipikal orang yang sulit menerima kekacauan.
Kia mengusap-usap tangan yang agak berkeringat setelah menyedot debu dan merapikan barang-barang yang berantakan sedikit. Matanya tiba-tiba tertuju ke ruang kerja pemilik apartemen, seolah ada magnet tak terlihat yang menariknya.
"Mungkin di sana juga acak-acakan," gumamnya lirih.
Dengan napas tertahan sedikit, dia melangkah ke sebuah ruangan cukup luas yang langsung menyambutnya dengan tatanan buku seperti perpustakaan kecil. Rak-rak berjejer rapi, penuh dengan buku yang tampak terawat, membuat Kia merasa seolah menemukan sebuah harta karun yang tenang dan berbeda dari kekacauan tadi.
Matanya berbinar. Perasaan bahagia melihat rak-rak buku tersebut.
"Eh, nggak nyangka ternyata ruangan ini dimanfaatkan untuk perpustakaan kecil." Gumamnya.
Lalu mendekat, dan mengambil salah satu buku.
"Dia suka desain grafik kah?" monolognya sambil mengambil satu buku dari rak.
Dari semua buku-buku itu, memang sebagian besar buku tentang desain desain grafis.
Di sudut ruangan, Kia menunduk, matanya menyapu tumpukan gulungan kertas yang tersusun rapi. Gulungan-gulungan itu diletakkan dengan teratur dalam wadah seperti tong sampah, tapi terlihat sangat bersih dan bentuknya unik. Tangannya meraih salah satu gulungan, ragu-ragu, seolah menyimpan cerita yang belum pernah ia dengar. Sesaat, bibirnya bergerak kecil, berbisik pelan.
"Design ini.....!" gumamnya.
Tring ....
Sebuah notifikasi pesan masuk secara beruntun ke ponselnya membuat Kia sedikit tersentak kaget.
Assalamualaikum, gimana kabarnya, Ki?
Maaf papa baru bales.
Kita mau ketemu dimana?
Ah, di tempat makan langganan kita aja ya. Papa tunggu pukul 7 nanti malam.
Peluk rindu dari papa.
Walaikumsalam. ( Read )
Oke, Pah. ( send)
*****
"Ada nggak, Yah?"
"Emang Kia yakin mau kerja jadi pelayan?" tanya Guntur mendudukkan bokongnya di salah satu kursi di dekat Banyu.
"Orang dia yang minta," timpal Banyu, "Eh, dia cerita---selesai kuliah, waktunya yang beberapa jam itu, ia gunakan untuk kerja bersih-bersih di apartemen orang," cerita Banyu pada ayahnya.
"Wah, rajin banget gadis itu....!" puji Guntur.
"Makanya dia tanya, cafe ini butuh pelayan lagi nggak?"
"Ada sihh. Tapi dari sore sampai malem, emang dia mau?"
"Mau kayaknya," sahut sang putra. Tangannya sibuk memainkan gitar di pangkuan.
"Besok coba suruh datang ke cafe?"
Banyu langsung mendongak menatap ayahnya, lalu ia tersenyum lebar, seolah-olah dia yang sedang ketiban rezeki.
"Beneran, Yah? Ayah serius kan?"
"Ayah mana pernah bohong sih.....!"
"Yes......!" senang Banyu, matanya berbinar-binar.
"Kamu seneng banget, dia mau kerja di sini?"
"Iya. Aku emang seneng banget," jawab Banyu tanpa sadar.
"Sudah ayah duga.....!"katanya, "Kamu suka gadis itu kan....?"
"Ih, apaan sih, Yah?"
"Hahahaha.....!"Guntur justru terbahak-bahak, "Ternyata anak ayah sudah gede.....!"
"Aku kan emang sudah gede......!"
"Iya, iya. Kamu emang sudah dewasa. Sekarang giliran cari cewek, lalu seriusin?"
Gerakan jari-jari yang lincah memetik senar gitar mendadak membeku. Senyum cerah di wajahnya perlahan pudar, berganti dengan kerut duka yang dalam, seolah beban dunia tiba-tiba menimpa hatinya. Matanya menatap kosong, terkunci dalam kesedihan yang tak berujung.
"Apa aku bisa, Yah? Apa pria penyakitan kayak aku bisa seriusin cewek?" tanya pemuda itu wajahnya terlihat sendu menatap sang ayah. Seketika wajah Guntur juga ikut murung.
Setelah itu, pria baya yang masih sangat gagah itu tersenyum kecil, kemudian menepuk pundak putranya.
"Kenapa nggak?" katanya memberi semangat, "Orang sakit juga bisa bahagia......!" ujar Guntur. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Guntur masih terlihat gagah dan tampan. Itulah ketampanan pria itu menurun pada sang putra.
Leukimia????
Leukimia, atau kanker darah, adalah kondisi medis serius di mana tubuh memproduksi sel darah putih yang abnormal dan tidak berfungsi dengan baik. Sel-sel itu dapat mengganggu produksi sel darah merah dan trombosit yang penting untuk kesehatan tubuh.
Leukemia termasuk penyakit yang mematikan. Tubuh Banyu yang dulu sehat berubah menjadi medan pertempuran, di mana kekuatan diri diuji hingga batas terjauh.
Semua ini bermula dari faktor turunan yang dibawa ibunya—sebuah genetik mematikan yang terus menggerogoti tubuh tanpa ampun.
Dulu, ibunya pun tumbang oleh penyakit yang sama, perlahan merenggut nyawa seperti bayangan gelap yang tak bisa dihindari.
Takdir mengulang tragedi itu, dan rasa takut akan menyerang kembali menghantui setiap helaan napas.
Namun hidup harus terus berjalan.
Ia berusaha untuk bahagia seperti orang lain pada umumnya. Tak perduli dengan kapan penyakit itu akan kambuh. Tak perduli penyakit itu sejauh mana menggerogoti tubuhnya. Dia hanya ingin kehidupan normal seperti yang lain.
"Nanti kita periksa kan lagi ya?" ucap Guntur mengulas senyum, berusaha untuk tetap tersenyum walaupun sebenarnya hati terasa ketar-ketir.
Yang Guntur tahu---Penyakit mematikan ini tak pernah memberikan janji sembuh total—hanya penderitaan yang berkelanjutan. Namun, di balik gelapnya itu, masih ada secercah harapan; pengobatan yang berjuang keras menahan gelombang gejala, menepis serangan tiba-tiba yang mengguncang jiwa, dan mencoba mengukir kualitas hidup yang tak sepenuhnya hilang. Meski demikian, setiap hari menjadi pertempuran—melawan tubuh sendiri yang semakin jauh dari keakraban.
Pengobatan leukimia bukan sekadar rutinitas biasa. Ia adalah peperangan tak berkesudahan melawan badai yang berkecamuk di dalam tubuh.
Dan ketika luka terlalu dalam, terapi biologis menjadi senjata pamungkas, menembus hingga akar masalah untuk memulihkan harapan yang hampir hilang. Pengobatan leukimia bukan sekadar obat, tapi perjuangan hidup yang berdenyut setiap detiknya.
"Yah, nikah lagi sana?" ucap Banyu tiba-tiba.
"Ish, Kamu ngomong apa sih?" cebik sang ayah.
Banyu ngakak.
Ya seperti itulah kalau dirinya menyuruh sang ayah untuk menikah lagi.
Bukan apa-apa, Banyu hanya khawatir setelah dirinya tidak ada, terus ayahnya bagaimana????
To be continued.....
Terimakasih......
Salam hangat dari author...
Muuuuuuuuaaaaaaaccccchhhhhh....
benarkah???