Setelah dua tahun menikah, Laras tidak juga dicintai Erik. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan cinta suaminya tapi semua sia-sia. Laras mulai lelah, cinta Erik hanya untuk Diana. Hatinya semakin sakit, saat melihat suaminya bermesraan dengan Dewi, sahabat yang telah dia tolong.
Pengkhianatan itu membuat hatinya hancur, ditambah hinaan ibu mertuanya yang menuduhnya mandul. Laras tidak lagi bersikap manja, dia mulai merencanakan pembalasan. Semua berjalan dengan baik, sikap dinginnya mulai menarik perhatian Erik tapi ketika Diana kembali, Erik kembali menghancurkan hatinya.
Saat itu juga, dia mulai merencanakan perceraian yang Elegan, dibantu oleh Briant, pria yang diam-diam mencintainya. Akankah rencananya berhasil sedangkan Erik tidak mau menceraikannya karena sudah ada perasaan dihatinya untuk Laras?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Akan Memberikan Kesempatan
Kamar itu sepi ketika Erik masuk. Ia mengira Laras sudah pergi, meninggalkan ruangan dalam keadaan rapi. Bantal dan selimut sudah tertata, tak ada jejak kekacauan.
Namun, saat ia mendorong pintu kamar mandi, langkahnya terhenti.
Di sana, Laras berdiri dalam keadaan basah, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
Mata mereka saling bertemu. Hening menyelimuti, hanya suara tetesan air yang terdengar. Anehnya, Laras tidak berteriak atau panik. Tatapannya tenang, meski jelas ia terkejut dengan kedatangan Erik yang tiba-tiba.
Erik terpaku. Dunia seolah berhenti berputar. Tubuh ramping itu, kulit putih bersih, dan keanggunan yang selama ini tersembunyi kini terbuka jelas di depan matanya. Ia tak pernah menduga bahwa wanita yang ia nikahi tanpa cinta bisa terlihat begitu memikat.
“Sudah cukup melihatnya?” suara Laras pecah di antara diam. Dengan gerakan pelan, ia menutupi tubuhnya menggunakan tangan lalu berbalik.
Erik tersadar dari lamunannya. Tenggorokannya terasa kering. Ia buru-buru berpaling, bersandar di pintu dengan wajah yang sulit dibaca.
“Aku kira kau sudah pergi,” ucapnya, berusaha terdengar tenang.
“Kenapa? Kau lebih senang jika aku tak ada di rumah?” jawab Laras datar.
“Bukan begitu. Aku hanya… mengira kau sudah tidak ada.”
Laras tak menanggapi. Ia meraih handuk, menutupi tubuhnya. Meski hatinya berdegup, ia berusaha tenang, seakan momen tadi bukan apa-apa.
Namun ketika ia melewati Erik, tangan pria itu tiba-tiba menahan lengannya.
“Sikapmu… seperti sudah terbiasa menunjukkan tubuhmu pada laki-laki lain,” ucap Erik pelan, tapi tajam.
Laras menoleh, menatapnya dingin. “Apa maksudmu?”
“Ini pertama kali aku melihatmu seperti itu. Tapi reaksimu terlalu tenang… seolah kau sudah pernah menunjukkannya pada orang lain.”
“Omong kosong macam apa itu?” potong Laras tajam. “Apa aku harus berteriak, melempar sabun ke wajahmu, lalu bersembunyi ketakutan? Apa kau ingin melihat wajahku merah padam setelah kau melihat tubuhku? Please, Erik. Aku bukan anak remaja. Dan aku tak perlu berpura-pura malu pada pria yang sudah melihat tubuh wanita puluhan kali.”
Pegangan Erik melemah. Laras menarik tangannya, membebaskan diri.
"Jangan meributkan sesuatu yang konyol seperti ini. Yang lihat juga dirimu, bukan pria lain. Kau boleh marah saat aku menunjukkan tubuhku pada pria lain meskipun itu terdengar bodoh dan tidak adil karena kau sendiri sudah menunjukkan tubuhmu pada puluhan wanita!"
“Tidak ada puluhan, jangan melebih-lebihkan!” sanggah Erik cepat.
“Siapa tahu? Biasanya yang tidak ketahuan justru lebih banyak.” Laras menyambar pakaiannya, lalu mengenakannya di depan Erik tanpa peduli tatapan suaminya.
Ia sudah lelah. Lelah berharap sesuatu dari pria yang jelas-jelas tak pernah menginginkannya. Seandainya Erik berniat menyentuhnya pun, ia tak akan sudi.
Erik terdiam. Napasnya berat. Ia bergegas masuk ke kamar mandi, membiarkan air dingin membasahi wajahnya. Ia berusaha menyingkirkan bayangan tubuh istrinya yang terus menghantui pikiran.
Puluhan tubuh wanita pernah ia lihat, tapi tak satu pun meninggalkan bekas di ingatannya. Anehnya, Laras… justru menancap kuat.
Dia harus menyingkirkan pikiran itu, dia tidak boleh tergoda karena sejak awal dia tidak berniat menyentuh Laras. Dia pun tidak ingin memiliki anak dengan Laras karena sesungguhnya jauh di dalam hati dia masih mengharapkan Diana.
Erik bergegas mandi. Sementara itu, Laras menyiapkan sarapan seadanya. Ia memilih pergi sebelum Erik keluar dari kamar mandi, enggan membuang waktu untuk bertengkar lagi.
Dia pun tidak mau membuang waktu melayani suami yang tidak menghargai dirinya dan menganggapnya ada.
Di perjalanan menuju kantor, pikirannya dipenuhi strategi. Ia harus menemukan cara menyingkirkan Dewi. Video mesum Dewi dan Erik memang ada di tangannya, tapi menyebarkannya hanya akan mempermalukan suaminya sendiri. Itu bukan pilihan karena sangat berisiko.
Lagi pula video itu akan dia gunakan untuk hal lain, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar jadi dia tidak akan menyia-nyiakannya.
Namun, ada jalan lain. Dewi bukan wanita bersih. Ia tahu bagaimana sepak terjang mantan sahabatnya itu.
Begitu sampai di kantor, langkah Laras terhenti di depan ruangan Dewi. Seperti biasa, pintu tidak tertutup rapat. Dari celah, ia mendengar suara angkuh yang membuat darahnya mendidih.
“Proyek yang ditangani Laras itu tidak ada apa-apanya,” suara Dewi penuh kesombongan
“Kau begitu percaya diri. Memangnya kau akan dapat proyek apa dari Pak Erik?” tanya rekan sekerjanya.
Dewi terkekeh. “Lihat saja. Aku sedang membujuk Erik memberiku proyek lebih besar. Aku akan buktikan kalau aku lebih kompeten daripada Laras. Kalau berhasil, Erik tak akan bergantung padanya lagi. Mungkin malah memecatnya.”
Rekannya tampak terkejut. “Kau benar-benar berani, Dewi. Bukankah Laras itu istri Pak Erik… dan sahabatmu sendiri?”
Senyum licik tersungging di wajah Dewi. Melihat senyumannya itu membuat Laras muak. Rupanya Dewi masih tidak terima dengan kekalahannya dan berniat menendangnya keluar. Sungguh mantan sahabat dan gundik yang tidak tahu diri. Dia tak akan membiarkan hal itu terjadi, dia harus menendang Dewi keluar sebelum Dewi melakukan siasat liciknya.
“Kalau tidak berani, selamanya kita akan di bawah. Dunia ini keras, kita harus pintar cari celah. Apalagi sebagai perempuan… hidup tidak murah. Kita harus pandai mengambil kesempatan.” Ucap Dewi dengan bangga.
Laras mengepalkan tangan. Begitu dalam kebenciannya pada wanita itu. Hidup memang tidak murah tapi apakah harus menjadi wanita murahan dan menggoda suami sahabat yang telah menolong?
Penyesalan yang pernah dia lakukan adalah menolong Dewi. Dia kira Dewi tak akan menusuknya dari belakang. Dia percaya pada persahabatan mereka. Tapi kini ia sadar, Dewi lebih rendah dari seorang pengkhianat. Dia tidak jauh berbeda dengan anjing liar yang sudah diberi makan. Tapi semua itu terjadi juga gara-gara Erik yang mudah tergoda.
Ia melangkah pergi dengan hati-hati, bibirnya tersungging senyum tipis. Jadi Dewi sedang meminta proyek dengan Erik?
Tidak disangka dia mendapatkan celahnya. Apa Dewi tidak tahu jika dia lah yang mengurus dan mengajukan kerjasama dengan beberapa perusahaan besar yang ada di kota itu?
Dia melangkah dengan kepala tegak. Senyum manis terukir di bibir ketika berpapasan dengan beberapa orang karyawan.
Ingin menunjukkan kemampuan untuk menendangnya, jika begitu akan dia biarkan Dewi menunjukkan kemampuannya. Dia akan memberikan Dewi kesempatan untuk unjuk gigi.
Dan ketika saatnya tiba, ia akan memperlihatkan wajah asli Dewi di hadapan Erik. Lalu menendangnya keluar dari perusahaan dengan cara yang memalukan.
Dia akan pastikan, Dewi tidak akan punya muka lagi untuk kembali.
Laras masuk ke dalam ruangannya. Saatnya membuat siasat, proyek besar yang akan membuat Dewi melambung. Dengan kemampuannya yang minim, dia ingin lihat, apa yang akan Dewi lakukan untuk mendapatkannya.
hayuu Erik n Ratna cemuuuunguut utk tujuan kalian yg bersebrangan 🤣🤣
semangat utk mendapat luka Erik 🤣
hayuuu Briant gaskeun 😁
buat Erik kebakaran jenggot 🤣🤣