NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Inginkan Pengacara Terkenal

Istri Yang Tak Di Inginkan Pengacara Terkenal

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:10.9k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Maya Amelia, seorang mahasiswi hukum Universitas Bangsa Mulya, tak pernah menyangka kalau takdir akan mempertemukannya dengan Adrian Martadinata pengacara muda,tampan,dan terkenal di kalangan sosialita.
Awalnya, Maya hanya mengagumi sosok Adrian dari jauh. Namun, karena sebuah urusan keluarga yang rumit, Adrian terpaksa menikahi Maya gadis magang yang bahkan belum lulus kuliah, dan tak punya apa-apa selain mimpinya.
Setelah Menikah Adrian Tak bisa melupakan Cinta Pertamanya Lily Berliana seorang Gundik kelas atas yang melayani Politisi, CEO, Pejabat, Dokter, Hingga Orang-orang yang punya Kekuasaan Dan Uang. Lily Mendekati Adrian selain karena posisi dirinya juga mau terpandang, bahkan setelah tahu Adrian sudah memiliki istri bernama Maya, Maya yang masih muda berusaha jadi istri yang baik tapi selalu di pandang sebelah mata oleh Adrian. Bahkan Adrian Tak segan melakukan KDRT, Tapi Ibunya Maya yang lama meninggalkannya kembali Greta MARCELONEZ asal Filipina untuk melindungi Putrinya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Greta Ibu Yang Tak akan Kalah atau Menyerah

Manila, sore yang lembap dan tenang. Di sebuah rumah bergaya modern minimalis nan elegan, dengan jendela kaca besar yang memancarkan cahaya alami dan interior bernuansa putih gading serta abu lembut.

Seorang wanita berwajah Austronesia dengan kulit sawo matang sedang di rumah duduk bersantai di ruang tamu. Ia mengenakan jumpsuit elegan berwarna putih tulang, rambutnya tersisir rapi, dan wajahnya tenang namun tegas.

Wanita itu adalah Greta, mantan istri Ahmad—kini menetap di Filipina, dikenal sebagai perempuan mandiri dan sukses di bidang bisnis.

Langkah kaki pelan mendekat dari arah lorong marmer yang bersih.

Hanna, putri sulungnya, masuk ke ruangan dengan ekspresi gelisah. Kulit kuning langsat, rambut panjang tergerai rapi, dan sorot matanya menyiratkan amarah yang ditahan.

“Mama, iniistorbo ko ba ang oras mo?”tanya seorang wanita dengan kulit kuning langsat dan rambut yang panjang menggunakan Bahasa Tagalog.

("Mama, apa aku ganggu waktumu?")

"No you're bothering me, may gusto ka bang sabihin, Hanna?" tanya Greta yang menatap putrinya.

("Tidak kamu menggangguku, apakah kamu ingin mengatakan sesuatu, Hanna?")

"Ano ang sinabi ni mama sa asawa ko?" tanya Hanna menatap sang ibu dengan marah.

(Apa yang mama barusan katakan pada suamiku?).

Mendengar putrinya berani mempertanyakannya Greta bangkit dari kursinya kembali menatap Hanna, "Sabi ko ayoko ng manloloko o Patriarchal men!!" ujar Greta menatap putrinya.

(Aku mengatakan aku tidak suka pria tukang selingkuh atau Patriarki!!).

"Mama, may anak na kami ni Mario na si Akram!!"

(Mama aku dan Mario sudah memiliki Akram putra kami!!).

Hanna seolah tak ingin sang ibu mencampuri urusan rumah tangganya bersama sang suami Mario pria Filipina, bahkan Hanna juga berani mempertanyakan hubungan sang ibu dengan ayahnya Ahmad.

Greta tersenyum kecil, tapi senyum itu dingin. Ia menoleh ke jendela lebar tempat cahaya sore jatuh di lantai kayu yang mengilap.

“Dan kamu pikir… anak bisa mengubah karakter laki-laki yang bahkan nggak bisa menghargai ibunya sendiri?”

Suasana menegang. Greta kembali menatap putrinya.

“Hanna, I raised you to be strong and independent. Not to repeat my mistake.” (“Hanna, aku membesarkanmu untuk menjadi kuat dan mandiri. Agar kamu tidak mengulangi kesalahanku.”)

“Mistake?” Hanna memelototi ibunya. “Apa Ayah juga bagian dari kesalahan itu?”

Greta diam sejenak. Suaranya menurun, tapi tak melembut.

“Dia mencintaiku dengan batas yang dia tentukan sendiri. Dan dia tidak pernah memberi ruang untuk aku berkembang sebagai perempuan. Dia mencintai kalian... tapi tidak seperti yang kalian butuhkan.”

Hanna berbisik, nyaris putus asa, “Lalu kenapa bawa aku dan ninggalin Maya?”

Greta menunduk sesaat, sebelum menatap lagi—kali ini dengan sorot mata yang lebih lelah daripada marah.

“Karena hanya itu satu-satunya yang bisa kulakukan. Maya terlalu kecil. Aku tak punya kuasa atasnya. Dan ayahmu… dia tidak akan pernah membiarkanku bawa kalian berdua.”

“Jadi Mama menyerah?”

Greta menggeleng perlahan.

“Tidak, Hanna. Aku bertahan. Dengan caraku sendiri.”

Ia melangkah lebih dekat. “Dan sekarang aku nggak akan tinggal diam melihat kamu berjalan di arah yang sama—tersenyum dalam sangkar, memeluk seorang pria yang pelan-pelan mematikanmu.”

Hanna terdiam. Bibirnya bergetar, tapi tak ada lagi kata yang keluar.

Dalam rumah modern yang hening dan terang itu, ketegangan tak berasal dari kerasnya suara, tapi dari luka lama yang belum selesai dibicarakan.

Malam Harinya lampu gantung bercahaya hangat menyinari ruang kerja Greta. Ruangan itu minimalis dan rapi, dengan rak buku menyatu dinding dan meja kayu gelap berisi laptop, tablet, dan map dokumen.

Di dinding, tergantung lukisan abstrak yang tampak kontras dengan suasana serius di dalam ruangan.

Greta duduk di kursinya, tubuhnya tegap dan mata fokus pada layar laptop yang menyala. Di sampingnya, segelas wine merah nyaris tak tersentuh. Jari-jarinya menari di atas keyboard, membuka beberapa tab pencarian yang menampilkan:Profil LinkedIn dan sosial media Mario Santiago, suami Hanna.

Artikel hukum lokal Filipina, Dokumen kepemilikan properti atas nama Mario dan... sebuah laporan investigasi digital yang sudah ia pesan secara privat dari seorang konsultan keamanan pribadinya di Manila.

Greta membuka lampiran PDF. Matanya menyipit, membaca kalimat demi kalimat. Nama: Mario Santiago.

Status: Menikah (tidak tercatat di catatan sipil resmi). Riwayat relasi: Pernah menjalin hubungan dengan dua wanita berbeda dalam kurun waktu bersamaan.

Riwayat transaksi mencurigakan: Dua transaksi besar tunai di Cebu dan Makati. Catatan tambahan: Sering terlihat di klub malam bersama seorang perempuan—bukan Hanna.

Greta menutup berkas digital itu pelan, lalu menghela napas dalam. Matanya dingin. Bukan karena terkejut, tapi karena firasatnya terbukti.

Ia membuka kontak terenkripsi, lalu merekam pesan suara:

“Rico, pastikan kamu pasang orang untuk pantau gerak Mario dua puluh empat jam. Aku mau tahu siapa perempuan itu. Dan siapa yang jadi backing-nya di Makati.”

Tak lama kemudian, suara balasan masuk:

“Understood, Ma’am. Kami juga akan akses catatan properti atas nama ibunya.”

Greta duduk diam sejenak. Tatapannya kosong menembus jendela, ke arah lampu kota Manila yang berkelip.

Tangannya mengambil foto kecil yang terselip di antara halaman buku—foto Hanna dan Akram, putranya yang masih balita, sedang tertawa ceria.

“Aku tidak akan biarkan cucuku tumbuh dalam lingkaran yang sama.”

Ia berkata pelan pada dirinya sendiri, lebih sebagai sumpah, bukan rengekan.

Di balik rumah yang indah dan hidup yang tampak sempurna, Greta memulai perang diam-diam. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk putrinya—dan mungkin, untuk menebus keputusan masa lalu yang tak bisa diulang.

Keesokan harinya Greta pulang ke Rumah mereka bergaya minimalis modern, dominan putih gading dengan aksen kayu hangat.

Langit-langit tinggi dan jendela kaca besar membiarkan cahaya alami masuk. Hanna sedang di dapur, menyiapkan jus untuk Akram. Sementara itu, Mario sedang duduk di ruang tamu, membaca berita di tablet sambil menikmati kopi.

Pintu rumah terbuka. Greta masuk tanpa banyak basa-basi, langkahnya tenang, tubuh tegak, mengenakan atasan satin berwarna krem dan celana panjang putih yang membuatnya terlihat seperti eksekutif kelas atas. Suara hak sepatunya menggema ringan di lantai marmer.

Mario menoleh, sedikit kaget. “Mama Greta... ada perlu?”

Greta tak langsung menjawab. Ia hanya berjalan ke arah meja tamu, menaruh tas kulitnya, lalu duduk perlahan.

“Mario,” katanya, suaranya halus tapi dingin. “Kita perlu bicara. Sekarang.”

Mario tersenyum basa-basi. “Hanna lagi di dapur, mungkin—”

“Ini bukan tentang Hanna.” Suara Greta memotong, masih dengan nada lembut tapi berlapis ancaman. Tatapannya tajam menusuk.

Mario menegakkan tubuh. “Oke... ada apa, Ma?”

Greta membuka tabletnya, menunjukkan sebuah foto: gambar Mario bersama seorang perempuan muda di parkiran hotel di Cebu, malam hari.

Mario langsung berubah pucat.

Greta menutup tabletnya dengan tenang, lalu menatapnya tajam.

“Aku bukan ibu yang sempurna, Mario. Tapi satu hal yang harus kau tahu… aku tidak akan membiarkan putriku, dan cucuku, hidup dalam kebohongan. Seperti aku dulu.”

Mario menelan ludah. “Itu… itu rekan kerja, kami—”

“Kau pikir aku akan datang ke sini tanpa tahu apa-apa?” Greta menyandarkan punggung, lalu menyilangkan kaki.

“Aku tahu tentang transaksi mencurigakanmu, tentang klub malam di Makati, dan perempuan itu yang kau bilang hanya 'teman proyek'. Kau pikir aku tinggal di Manila tanpa jaringan?”

Mario diam. Matanya mulai gelisah, tangannya gemetar ringan.

Greta menghela napas. “Dengar baik-baik. Aku tidak akan membuat drama. Tapi kalau kau terus main di belakang putriku, aku tidak segan untuk menghancurkan segalanya. Bisnismu, reputasimu, dan aksesmu ke Akram.”

Wajah Mario memucat. “Mama, saya... saya minta maaf…”

“Jangan panggil aku Mama.” Ucapan Greta tajam. “Panggil aku Greta. Dan mulai hari ini, semua gerakanmu akan diawasi.”

Hanna muncul dari dapur, membawa nampan kecil.

Greta langsung berbalik, tersenyum manis. “Sayang, Mama cuma mampir sebentar. Boleh peluk Akram dulu?”

Hanna tersenyum, tak menyadari ketegangan di ruang tamu. “Tentu, Ma.”

Sementara Greta menggendong Akram dengan lembut, Mario berdiri terpaku—keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

Di balik senyum lembut seorang ibu, tersembunyi peringatan yang tak bisa diabaikan: jangan main-main dengan darah daging Greta.

1
partini
🙄🙄🙄🙄🙄
Azka Bara
kapan maya bahagianya,,terus itu Adrian kq tidak si pecat sih
Azka Bara
mosok Adrian masih mau sama lily sih,di tunggu karmamu Adrian
Daplun Kiwil
semangat up nya thor
partini
ini baru lawan sepadan good girl 👍👍 adikmu terlalu lemah lembut gampang di sakiti ,, pertarungan seperti apa yah selanjutnya di antara mereka lanjut thor
partini
OMG ini mah wow buangttt kalau masih balikan double wow no good
partini
suami gemblung
Uthie
sebenarnya sy kadang aga malas kalau baca di awal, dimulai proses yg panjang nya dulu 😁
Pinginnya gak panjang-panjang awalan ceritanya...
malah kadang suka lebih seru kalau awalan nya langsung yg konflik atau sudah jadi nya aja 👍😁
Ditengah atau setelahnya baru dehh bisa di ceritakan lagi sedikit atau pelan-pelan proses dari awalan Konflik tsb 👍😁🙏

kalau di awalin sebuah perjalanan cerita tsb,kadang suka nimbulin boring dulu baca nya... kelamaan ke konflik cerita tsb nya 🙏🙏🙏
Putri Sabina: berarti suka yang alurnya mundur ya daripada maju/Smile/
total 1 replies
partini
nyeseknya,,so kita lihat the next episode apakah anding nya bersatu lagi seperti ana dan adam atau berpisah
Uthie
ketidak beranian kadang meninggalkan penyesalan dikemudian hari .. saat seorang wanita butuh laki2 yg berani dan pasti-pasti aja 👍😁
Uthie
coba mampir 👍
Eridha Dewi
kok kasihan Maya ya Thor, dah cerai saja
Qian Lin
tapi memang bukan perempuan baik2 kan li? adrian tau engga ya kamu simpenan2 lain? kamu terlalu pinter nutupin atau memanh si adrian yang buta.
Qian Lin
yaaampun,. menyadari kalau kamu ani - ani. ya sifat manusia sih.
Qian Lin
yang bener Mario Santiego atau mario Dantes. wkwkwkw lupa ganti kah autor
Putri Sabina: Mario Dantes Santiago
total 1 replies
Qian Lin
aduh bingung ai, diawal bapak bilang, ibu bakal balik, ini dia nglarang buat jangan panggil ibu. Kontradiksi. jadi gimana sifat bapak ahmad ini, dingin dan tegas atau lembut penyayang?
Putri Sabina: nanti revisi Kakakku/Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!