Riska memerintahkan orang untuk menghilangkan Laila seorang chef yang dari Jakarta karena dicintai oleh Arya Semana pimpinan perusahaan. Selain itu orang tua Arya Tuan Sultan Semana menolak Laila karena memiliki ibu dengan riwayat sakit jiwa .. Namun muncul Lina kembaran Laila yang menyelamatkan Laila dari Riska
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.15 Tentang Laila
"Chef selamat, ya, kreasi baru Triple Rasa sangat pas di lidah," ujar Nyonya Saida Semana menatap Laila dengan kagum.
"Ya sangat lezat," sambung Sultan Semana.
"Terima kasih jika Bapak dan Ibu berkenan dengan olahan baru Kami," tersenyum Laila pada pasangan suami istri itu.
"Aku suka, dan ingin segera merasakan originalnya," ujar Nyonya Saida Semana.
"Ya akan dikirim tepat waktu," angguk Laila.
"Aku juga tak sabar ingin mencicipi yang ori,' ujar Riska.
Laila menoleh pada Riska, "Ya kami sedang mempersiapkan semuanya, dan pembuatan Triple Rasa akan dimulai pagi hari, supaya lebih fresh," ujarnya, dan tanpa sadar menoleh pada Arya Semana, cantik banget ceweknya, batinnya mengira Riska adalah calon istri laki-laki itu.
"Hai," sapa Arya Semana mengangkat tangannya.
Laila hanya tersenyum dan mengangguk sopan.
"Baiklah terima kasih atas kunjungan Bapak dan Ibu sekeluarga, sangat tersanjung karena Triple Rasa bisa memenuhi rasa Bapak dan Ibu,"
Sultan Semana dan istrinya mengangguk. Setelah itu Laila berbalik meninggalkan meja keluarga Sultan Semana. Tinggallah Arya Semana yang masih penasaran dengan cincin yang dikenakan Laila.
Aku tak akan salah itu cincin yang dipesannya khusus di toko berlian.
*
Tentu saja Laila terkejut saat mau meninggalkan tempat kerjanya ada Arya Semana menunggu di lobby restaurant. Tapi ia cuek saja, toh siapa pun boleh duduk di lobby, tak terkecuali anak pemilik perusahaan.
Arya Semana langsung berdiri begitu melihat langkah Laila sudah mau melewatinya.
"Malam ..." Arya Semana menyapa gadis itu, tak lupa matanya pada cincin di jari Laila. Ya cincin itu memang cincin yang kubuang.
Laila heran melihat Haris berdiri di depannya, seakan mencegat langkahnya.
"Ma ... Lam ..."
"Kok kaget?" Santai Gaya Arya Semana.
"Ya," angguk Laila jujur.
"Sudah mau pulang?"
Laila mengangguk, menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan jika lelaki itu sendirian, tanpa kedua orang tuanya dan gadis cantik yang tadi bersamanya.
Arya Semana ikut menoleh, "Ada yang dicari?"
Laila menggeleng. Lalu menatap Arya Semana.
"Sudah mau pulang?" Arya Semana tak mau kehilangan kesempatan.
"Oh ya," angguk Laila.
"Apa Aku mengganggu?"
Laila menggeleng, "Maksudnya?"
Arya Semana menatap Laila yang kebingungan.
"Bisa bicara sebentar?"
"Denganku?" Laila menunjuk dadanya sendiri.
Otomatis kini Arya Semana bisa dengan jelas melihat cincin di jari tengah Laila.
"Ya,' angguk Arya Semana yang semakin yakin jika cincin di jari tengah gadis itu adalah cincin yang telah ia buang.
Sedangkan Laila menjadi heran ada apa Arya semana mencarinya?
"Bagaimana ada waktu sebentar kita bicara?"
"Bicara?"
"Ya,'
"Ya sudah bicara saja," ujar Laila.
"Tapi jangan di sini," rupanya Arya Semana tak mau membicarakan cincinnya di tempat lalu lalang orang keluar masuk restaurant.
"Ada apa, ya?" Laila kelihatan kurang paham dengan permintaan Arya Semana.
"Dikatakan penting, nggak terlalu penting juga, tapi mungkin bisa juga dikatakan penting," ujar Arya Semana membuat Laila semakin tak mengerti.
"Baiklah, tapi bagaimana kalau kita bicara di dalam saja, karena saya nggak bisa lama lama Ibu menunggu di rumah,"
"Oh Good sayang Ibu rupanya?" Arya Semana mengerling Laila.
"Oh harus, hanya Ibu satu satunya yang saya miliki, Pak,"
"Oh ya?"
"Kalau gitu kita langsung ajah, ya, ke dalam," ajak Laila karena ingin segera pulang.
"Oke," angguk Arya Semana.
Laila dan Arya Semana duduk berhadapan di Restaurant RGS (Restaurant group Semana) Mengingat waktunya Laila mepet, mereka tak memesan minunan apa pun.
"Pak Arya langsung saja ada apa, ya?" Laila menatap Arya Semana dan tangan yang jari tengahnya memakai cincin berlian, ia tumpukan di atas meja.
Arya Semana terperangah memandang cincin di jari tengah Laila. Segera ia mengambil ponselnya.
"Maaf sebentar ada pesan masuk," sebenarnya Arya Semana ingin mengambil foto cincin di jari Laila.
Klik
Ponsel ia masukkan lagi ke saku celananya. Tiba tiba saja ada rasa yang mengalir di dadanya.
Entah mengapa ia Ikhlas dan senang jika memang cincin yang dikenakan gadis di depannya itu adalah cincin pertunangannya yang ia buang.
"Aku ingin pesan Triple Rasa sepuluh dan tolong dikirim ke sini," mendadak ia memesan Triple Rasa dan memberikan alamat rumah singgah yang dibangunnya untuk menampung lansia terlantar, serta anak anak jalanan.
Niatnya untuk bertanya masalah cincin merasa tak enak. Buat apa ditanyakan toh cincin itu sudah dibuangnya.
Lagipula pula buat apa juga mempermasalahkan cincin yang sudah tak ada lagi arti di hatinya.
Masalah harga, ya sudahlah sudah jadi milik orang lain batinnya.
"Oke terima kasih ordernya, karena order ini masuk belakangan, sore baru bisa dikirim ke alamat ini," suara Laila membuyarkan pikiran tentang cincin itu.
"Tak masalah, bilnya biar diurus orangku nanti,"
"Oke, sudah nggak ada lagi?" Laila terlihat sudah tak sabar ingin meninggalkan restaurant.
"Cukup sementara ini,"
"Selamat malam," berdiri Laila.
"Malam,"
Laila melihat Arya Semana masih duduk. Sesaat ia ragu untuk meninggalkan laki-laki itu. Tapi, kan, sudah pamit. Apalagi bayangan ibunya menunggu di balik pintu ada di pelupuk matanya.
Melempar senyum pada Arya Semana kemudian langsung meninggalkan pewaris kerajaan bisnis SG alias Semana Group yang memiliki dua puluh satu cabang perusahaan di seluruh Indonesia.
Arya Semana merasa nyaman melihat gaya Laila yang santai. Gadis itu energik dan supel serta penuh percaya diri. Simbol gadis mandiri, gumamnya.
Di dalam mobil ia ambil ponselnya. Lalu membuka galeri mencari cincin berlian di jari Laila yang tadi difotonya.
Semakin diperhatikan semakin yakin jika cincin berlian di jari gadis itu adalah berlian yang dipesannya khusus dari sebuah Galery Berlian. Dengan urusan serta lekukan pilihannya sebanyak enam lekukan sebagai simbul pertemuannya dengan Indriana pada pertengahan tahun, yang berarti bulan enam. Makanya timbul ide berlian dibuat enam lekukan.
"Apa gadis itu tahu, ya jika ada huruf A di dalam lingkaran cincin itu yang berarti Arya?"
Arya Semana tersenyum. Ada rasa nyaman di hati melihat cincinnya dikenakan Laila. Entah kenapa ia begitu bahagia cincinnya ada pada Laila.
Senyum terukir lagi di bibirnya saat teringat pembelaan diri dari Laila, saat ia pergoki ada di dalam kamarnya waktu itu.
"Lepaskan aku, tolong aku gadis terhormat yang anti sek bebas, tolong lepaskan ..." Laila sudah mau menangis saat menyadari tenaganya tak bisa melawan kekuatannya
"Kamu sudah lancang masuk ke kamarku tanpa ijin, apa itu gadis terhormat?!"
"Aku hanya ingin memastikan kalau Anda baik baik saja ..."
Laila, gumam Arya Semana tanpa suara. Aku harus cari tahu siapa gadis itu. Ia suka pada Gaya Laila yang santun, santai. Dan Gadis itu tak memperlakukan dirinya berlebihan walau sudah tahu siapa Arya Semana sebenarnya. Biasa saja natural sikap Laila. Artinya tak berusaha mencari simpati. Itu yang disukainya.
Tiba-tiba ingat guraian Joni tentang gadis yang menemukan cincinnya akan berjodoh dengannya.
*
Bagi Haris tak perlu waktu lama untuk mengumpulkan data tentang Laila. Intel pribadinya bergerak cepat. Hanya sayang tak terpikirkan untuk memata matai Indriana.
Sekarang di ponselnya sudah tertera tentang gadis itu.
Laila Ekayana kembaran Lina Dwiyana. Lulusan sebuah perhotelan. Umur dua puluh Lima tahun. Sejak semester akhir sudah bekerja di RGS. Hingga hari ini sudah Lima tahun bergabung dengan RGS, tiga tahun diangkat sebagai Chef Kepala Karena dedikasi, dan keuletannya. Pernah dikirim perusahaan untuk mengikuti training master chef di Singapore. Lulus dengan angka tertinggi Ibunya tiga kali dirawat di rumah sakit jiwa. Asmara tertutup.
Semua tentang Laila bagus. Anak pertama dari saudara kembar. Artinya gadis itu punya adik kembar. Tentang si adik kembar tak dibahas, mungkin karena hanya fokus pada sosok Laila seorang.
Laila Ekayana. Sarjana Perhotelan. dari keluarga sederhana. Tak termasuk gadis golongan wah. Bukan dari keluarga mentereng. Bukan seorang berpendidikan tingkat master.
Keluarga kaya raya dan jenjang pendidikan hanyalah pelengkap, gumam Arya Semana walau sebenarnya di jaman millennial ini jenjang pendidikan penting, dan bisa dijadikan jaminan hidup. Toh pendidikan dan pekerjaan Laila cukup bisa diperhitungkan. Seorang Chef itu jaman sekarang dominan diperlukan oleh restaurant besar atau hotel.
"Ibunya tiga kali dirawat di rumah sakit jiwa." Haris berusaha mencari penyebabnya dengan cara menebak nebak.
Stress?
Dipressi?
Atau memang ada faktor genetik atau keturunan?
Arya Semana menghela napas panjang. Kenapa juga aku perduli pada riwayat Laila.
Tapi semakin ia mau tak perduli, semakin terpikir tentang sosok Laila.
Wow kenapa juga aku jadi mikirin masalah tuh anak.
"Huh!" Segera dihapus kiriman tentang sosok Laila dari ponselnya.
Tapi ternyata walau jejak gadis itu terhapus dari layar ponselnya, toh sudah terekam dalam memorinya.
Rekaman itulah yang sulit dihapus. Tetap tersimpan di benaknya dan muncul kapan saja dalam pemikirannya.
Justru hal itulah yang kini mengganggu pikirannya.
*