Sepeninggal kedua orang tuanya, Dennis harus menggantungkan hidupnya pada seorang janda kaya bernama Vivianna. Sehari-harinya Dennis bekerja menjadi asisten pribadi Si Tante, termasuk mengurusi pekerjaan sampai ke keperluan kencan Tante Vivianna dengan berbagai pria.
Sampai akhirnya, Dennis mengetahui motif Si Tante yang sesungguhnya sampai rela mengurusi hidup Dennis termasuk ikut campur ke kehidupan cinta pemuda itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
“Diminum ya Dennis, teh spesial buatan saya. Beda rasanya dari teh-teh di luar sana, saya jamin.”
Seorang wanita yang cantik. Lebih ke manis sebenarnya. Cantiknya itu di luar nalarku.
Lazimnya kecantikan ala bangsawan seperti ini tinggal di rumah mewah yang berhektar-hektar ala zaman Renaissance, tapi kenapa bidadari ini tinggal di perumahan komplek?
Dan lagi... bagaimana bisa si bodat punya ibu secantik ini? Beneran nggak mirip tampangnya!
“Pak Andra, Bu Mara, saya minta maaf pagi-pagi sudah bikin ribut, pakai disuguhi-“
“Ibu, selendangnya dimana?” aku reflek bicara begini, memotong kalimat Tante Vivianna yang kini akhirnya ikutan bertamu ke tetangga depan rumah, sambil menatap wanita di depanku.
Sulit dipercaya, dadanya mengkel kayak melon, padahal anaknya sudah sebesarku.
“Selendang?” dia mengerutkan keningnya.
“Kamu sakit, Dennis?!” tegur Tante Vivianna sambil menatapku sebal. Kayaknya dia menatapku karena aku hanya melihatnya dari sudut mata. Sementara manikku ini masih tetap mengamati ciptaan Tuhan yang rasanya nggak cocok turun ke dunia.
“Mohon maaf, Saya Jaka Tarubnya.” Aku mendengar Pak Andra bicara begini sambil menjentikkan jari di dekat telingaku. Dia langsung bisa mengerti racauanku, fix Pak Andra bukan orang biasa. “Itu kan yang kamu maksud, Dennis? Bisa-bisanya merayu istri orang di depan suaminya sendiri.”
“Saya tidak merayu, saya hanya kaget.” tapi mataku ini sulit kualihkan ke tempat lain.
“Itu tuh!! Tampang macam begitu yang dia tebar-tebarin di lapangan. Udah muak aku liat lidah bercabangnya, pingin muntah sepanjang pertandingan!” seru Revan dari kejauhan sambil menunjukku. Dia dipaksa ibunya menyuguhkan sarapan.
“Perasaan lo doang kali. Kebanyakan berkhayal lu. Kalo ngiri tuh sama bokap lu yang jelas-jelas lebih ganteng, segala gue lu iriin.” Balasku.
“Si Revan emang kebiasaan meledak-ledak.” Sahut Pak Andra.
“Ih minuman apa ini? Kok rasanya surgawi?” itu cairan yang kuseruput memang enak sekali. Semacam teh tapi ada rasa pandannya, ada serehnya, ada melatinya, ada gula arennya, ada... entahlah ada apa lagi inggredientsnya yang jelas badanku menghangat dan pikiranku langsung tenang.
“Waduuh kamu berlebihan ah!” sahut Bu Asmara sambil menepuk-nepuk bahuku.
“Bacot...” gumam Revan.
“Anak muda jaman sekarang sukanya terang-terangan ya.” Sahut Pak Andra. Tapi tampangnya datar.
“Maafkan keponakan saya yang emosinya suka labil.” Sahut Tante Vivianna sambil menghela nafas, dan berikutnya saat dia meminum teh ajaibnya, matanya langsung membesar. “Loh? Iya enak banget ini! Saya serasa ada di keraton!” sahut Tante Vivianna sambil mengernyit.
“Kubilang apa.” Sahutku.
“Walaaah, nanti saya kasih resepnyaaaa,” Kata Bu Asmara sambil mengibaskan tangannya.
“Nggak usah Bu, nggak bakalan ada yang bisa buat juga.” Kataku menolak. Aku curiga ada bahan rahasia yang hanya bisa ditemui di mata air tujuh sumber.
“Nanti kalau kami kepingin lagi, kami ke sini ya Bu Mara hahahaha!” sahut Tante Vivianna.
“Bu Vivi aja yang ke sini, si Dennis diiket di rumah.” Gumam Revan.
Tampak Bu Asmara memukul bahu Revan. “Nggak bole gitu sama Tamu.”
“Nanti mama liat kalau Kitty di sini, gimana reaksinya.” Gerutu Revan.
“Kenapa bawa-bawa Kitty?” tanya Bu Asmara.
Kitty itu siapa, aku juga nggak kenal.
Terdengar bunyi berdebam dari lantai atas, bunyi langkah kaki yang menuruni tangga.
“Ayah udah siap belooom? Aku harus sudah datang sebelum Pak Yudhis sampai kantooor.” Seru seorang gadis, atau wanita, entahlah yang jelas dia masih muda dan tampaknya seumuranku.
Lumayan manis, tapi menurutku biasa saja. Bukan selera.
“Eh kok rame di sini? Bu Vivi tumben pagi-pagi udah di sini? Kemarin aku ketemu Om Ikhsan di Mall, dia lagi jalan-jalan di toko emas, lagi milih-milih cincin. Ciee cieee, mau dilamar nih ceritanya yaaa?! Mana sini aku lihat dong cincinnyaaa?” si cewek ini langsung merangsek ke antara kami dengan riang gembira seperti tidak ada bahaya mengintai di hidupnya.
“Saya udah putus sama Ikhsan minggu lalu.” Sahut Tante Vivianna.
Semua ternganga.
Sesaat keadaan penuh ketegangan yang menusuk.
Pak Andra langsung mencubit pipi Kitty. “Mulut kamu nih...” gerutunya.
“Maaf Buuuu, aku nggak tauuuu!!” seru Kitty sambil mendekati Tante Vivianna dan menggenggam lengannya. “Aku sungguh-sungguh- eh? Ini siapa?” dia pun menoleh padaku.
Aku hanya tersenyum.
“Loh? Kamu kan...” Kitty mengernyit menatapku.
aku mengulurkan tanganku untuk menjabat tangannya, “Kenalin, aku-“
“Denniissss?! Kamu Dennis Purwasasongko Bin Doni Dharma Purwasasongko dari SMA Bhakti Putra!! Lahir tanggal 1 Oktober 2007, bintang Libra, Shio Babi, Goldar O, Hobi olahraga, bela diri dan main game, sifat penyayang, jujur dan suka keterus-terangan, makanan kesukaan Somay Kang Ali, suka minum Kopi Indomaret point yang gula aren sambil ngemil onigiri! Kamu suka warna tanah, warna hangat yang membuat hati tenang.”
Buset...
Terus terang saja, aku bahkan tidak tahu semua info yang dia sampaikan. Dan sejujurnya, aku suka nongkrong di Somay Kang Ali soalnya sering dikasih bonus kol kukus, tapi bukan berarti itu makanan kesukaanku. Dan hobiku yang olahraga dan beladiri itu karena aku tidak menemukan alternative lain untuk meredakan emosiku yang sering tidak stabil.
“Bisa-bisanya kamu tahu semua itu!! Coba sebutin golongan darahku apa heh?!” seru Revan.
“A kan?” tebak Kitty
“Salah, B positif!” seru Revan.
“Anyway, kamu kok di sini Dennisssssss?" Kitty tak mengacuhkan Revan, "Apakah kamu ke sini dalam rangka menjawab rasa penasaranku atas sosok kamu yang-“
“Kamu tuh siapanya Revan?” tanyaku langsung. Malas basa-basi nggak jelas penuh drama.
“Calon istri.” Seringai muncul di wajah Kitty. “Tapi kamu idolakuuu. Waktu kamu loncat terus shot 3 point itu kereeeen buangeeettt!!” Kitty mulai menggeliat-geliat kayak cacing dikasih bedak.
Panik nggak jelas.
“Gimana kamu bisa tahu semua tentangku?”
“Aku nemenin teman se-genk ke dukun, mereka mau melet kamu makanya aku tahu semua itu. Foto kamu masih terpampang di desktop laptopku waktu kamu triple shot sambil buka baju, kyaaaa!!!”
“Ke dukun...” aku memijat kepalaku.
Bukan sekali dua kali sih aku dipelet cewek.
Tapi baru kali ini ada yang ngomong jujur langsung padaku.
“Terus, kamu calon istrinya Revan, tapi kamu panggil Pak Andra ‘ayah’? Calon istri berarti belum sah kan ya?” tanyaku
“Ya sih, hubungan kami berempat rumit. Kalau mau tahu detailnya baca aja Novel Tante Author yang ‘Tetangga’.”
“Tapi kamu nggak papa bersikap begini di depan Revan?” tanyaku ke Kitty. Tapi aku tak menunggu jawabannya, sudah pasti bakalan berbelit-belit. “ Jadi dia penyebab lu sewot melulu ama gue?” tebakku ke arah Revan.
“Dia juga kayak gini kalau nonton drakor yang ada Song Kang-nya. Tapi bedanya sama Song Kang, lo tuh di depan gue dan lo real!”
“Song Kang siapa lagi...” gerutuku. Pusing banget kanan kiri atas bawah teriak-teriak macam kami berada di dalam bengkel las.
**
“Terus... kenapa lo jadi numpang mobil Tante?” gerutuku saat Revan masuk ke kursi penumpang di belakangku.
“Yaaa, daripada ayah muter-muter habis nganterin Kitty terus ke kantor gue, habis itu muter ke kantornya kan lebih enak numpang mobil Bu Vivi, lagian kita sekantor kan? Selama ini gue nggak enak ama Om Ikhsan kalo mau numpang wekekekek.”
Dia jadi cengengesan, padahal pagi ini dia keukeuh mau nyiram aku pakai air selang.
“Jadi...” Tante Vivi selesai membubuhkan lipen merah di bibirnya. “Kalian udah baikan nih ya.”
“Nggak enak, tetangga-an ternyata.” Gumamku sambil menopang daguku di jendela mobil.
“Iya, kita harus menjaga kerukunan antar warga.” Kata Revan sambil berbinar-binar menatap kami.
“Apalagi aku pendatang.” Tambahku ke arah Tante. Tante hanya menyeringai.
“Tenang My Men, besok lu ikut gue siskamling, gue kenalin ke warga.” Revan menepuk-nepuk bahuku.
Tapi masalah tidak berhenti sampai di sana.
Sesaat setelah aku dan Revan turun dari mobil dan kami memutuskan untuk memisahkan diri dari Tante Vivianna untuk beli kopi pagi, Revan langsung menembakku dengan kalimat “Lu suka sama Tante lo sendiri.” Begitu katanya.
“Keliatan banget ya?” desisku tenang sambil menscanning kode Qris cafe.
“Cara kalian bicara berbeda.” Kata Revan.
“Gue berusaha lebih lembut agar bisa jadi pengganti suaminya.”
“Dengan mengorbankan hidup lo sendiri?”
“Bagi gue, dialah alasan gue bertahan. Jadi gue harus lindungi sumber penghasilan gue.”
“Omong kosong. Cowok macam lo bisa hidup tanpa orang lain. Paling mentok lu jadi Ketua Geng Preman.”
“Lu nggak tahu apa aja yang udah gue alami.”
“Masalahnya, kalau lu dah sukses dan udah bisa jalan sendiri, kasihan Bu Vivi kalau alasan lo sekedar menjaganya sebagai sumber penghasilan. Kalau dia tidak menghasilkan lagi bagaimana?”
“Ya akan tetap gue temani, karena balas budi.”
“Harus selalu ada alasannya ya.” Kekeh Revan sekalian menyindirku. “Hipokrit. Lo tetap menyangkal kalo lu suka dia.” Tuduhnya.
“Bukan urusan lo, bangsat...” gerutuku.
“Bukan urusan gue, tapi kalau fokusnya Bu Vivi ke pekerjaan terganggu gara-gara urusan cinta, yang nggak dapet bonus... satu kantor. Jadi hal ini adalah urusan kita semua.”
Aku pun menatap Revan.
Rasa penasaranku semakin besar.
Sepenting itu kah posisi Tante Vivianna di kantor ini?
Di saat aku melihat rekan-rekan kerjanya semacam Pak Regi dan pria-pria berjas rapi dengan intelektual tinggi?
Kenapa mereka menggantungkan diri mereka ke wanita kurus gemulai yang tidak bisa masak dan beres-beres rumah?!
“Pantesan minggu lalu target market nggak tercapai, ternyata Bu Vivi baru putus dari Pak Ikhsan toh.” Gumam Revan.
Aku mengambil beberapa saset gula untuk teh peppermint Tante Vivianna, sekalian kupesankan juga untuk Pak Regi.
“Pokoknya, lu ikut gue sekarang.” Sahutku sambil menggiring Revan ke dalam lift.
**
memancing di danau keruh
dan boom dapat ikan 🤣😂
ngerti kebiasaAne othor yg maha segala