Seorang mafia kelas kakap, Maxwell Powell nyaris terbunuh karena penghianatan kolega sekaligus sahabatnya. Namun taqdir mempertemukannya dengan seorang muslimah bercadar penuh kharisma, Ayesha, yang tak sengaja menolongnya. Mereka kemudian dipersatukan oleh Allah dalam sebuah ikatan pernikahan gantung karena Ayesha tak ingin gegabah menerima lamaran Maxwell terhadapnya. Kehidupan seorang muallaf dengan latar belakang kehidupan gelap seorang mafia mengharuskan sang gadis muslimah yang nyaris sempurna ini harus menguji dulu seberapa mungkin mereka kelak bisa membangun rumah tangga Islami yang seutuhnya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurliah Ummu Tasqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15. Bersyahadat
“Nak Maxwell, karena anda hendak menjadi muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam, maka aturan atau syariat dalam agama kami menyuruh anda untuk mandi terlebih dahulu. Mandilah dengan niat karena Allah dan akan masuk agama Allah ini. Semoga dengan mandi ini, sebelum bersyahadat sebagai pintu masuknya seseorang ke dalam Islam, tubuh dan jiwa anda akan Allah bersihkan dari segala kekotoran dan memudahkan anda untuk berkomitmen dalam mempelajari dan mengamalkan agama yang mulia ini. Apakah nak Maxwell tidak keberatan untuk mandi sekarang?”
“Baik kek. Saya sama sekali tidak keberatan. Saya akan mandi sekarang. Tidak mengapakah kalian menunggu saya?”
“Tidak apa nak Maxwell. Kami akan menunggumu dengan senang hati”
“Terima kasih”
“Tunggu sebentar tuan Maxwell. Tunggu ya, saya akan segera kembali”, Ahmed menahan Maxwell sebelum ia beranjak hendak berdiri. Ahmed bergegas masuk ke dalam kamarnya yang berada tidak jauh dari ruang mushollah ini. Tak lama dia kembali dengan membawa sebuah paper bag.
“Ini ada baju koko dan kopiah yang baru saja saya beli sebelum kemari. Entahlah, kenapa aku membelinya waktu itu dan sampai di sini belum jadi memakainya. Ternyata Allah taqdirkan bahwa ini akan menjadi milikmu. Kuharap ini akan sesuai di tubuhmu, karena ukuran tubuh kita tidak terlalu jauh berbeda. Ini sebagai tanda persahabatan kita. Semoga engkau mau memakainya.”
“Oh tentu saja. Baju dan topi ini sangat bagus sekali. Saya sangat tersanjung memperolehnya dari tuan Ahmed”
“Oh syukurlah engkau senang menerimanya. Mungkin lain kali jika kelak kalian berjodoh, akan ada yang lebih dari ini”, Ahmed tertawa menggoda. Ia melirik ke arah Ayesha. Yang dilirik segera tersipu di balik maskernya. Maxwell tersenyum malu. Ia juga melirik ke arah Ayesha. Yang dilirik juga tersenyum dan tertunduk malu.
“Baiklah. Saya pamit dulu ya.” Maxwell kemudian berlalu masuk ke dalam kamar yang selama ini dipakainya.
Setelah Maxwell benar-benar masuk ke dalam kamarnya, Bibi Leida segera beringsut mendekati Ayesha dan dengan suara pelan menguraikan kata hatinya.
“Oh Tuhan, aku sedang membayangkan, jika benar non Ayesha berjodoh dengan tuan Maxwell, kalian akan menjadi pasangan yang benar-benar serasi. Yang satu sangat cantik, yang satunya juga sangat tampan. Yang satu cerdas, yang lain juga sama. Yang satu berharta yang lain juga bahkan seorang milyarder di negaranya. Oh jika kalian menikah tentu sempurna hidup yang akan anda berdua jalankan. Walaupun tuan Maxwell baru belajar Islam, tapi Bibi melihat dia orang yang mudah mengakui kebenaran dan bersegera melakukan kebaikan. Dengan bimbingan Non Ayesha, aku yakin ia akan segera menjadi seorang muslim yang baik. ”
Bibi Leida terus bersuara mengeluarkan pemikirannya sendiri. Ia berbicara sambil tersenyum.
“Subhanallah Bibi… hanya Allah yang tahu apa yang akan terjadi kelak. Kita cuma bisa merencanakan. Lagi pula tak semudah itu. Hari ini hanya awal untuk Maxwell memasuki dunia barunya. Ke depan akan ada banyak tantangan yang harus dilaluinya. Mohon doanya saja. Jika memang dia jodohku, Allah akan memudahkan kami bersama. Aku yakin itu.”
Semuanya mengangguk setuju.
Terlalu dini untuk menilaimu saat ini tuan Maxwell. Maafkan aku. Aku hanya ingin yang terbaik dalam hidupku. Jujur, baru kali ini aku terkesan dengan seorang pria. Tapi aku belum menemukan alasan yang tepat. Engkau memang sudah berani jujur saat ini. tapi itu belum cukup. Sewaktu-waktu manusia bisa berubah. Sering tergantung pada kondisi di sekitarnya. Hari ini engkau menjelma menjadi orang yang ingin bertaubat. Namun ketika kelak engkau kembali ke negara asalmu, apakah engkau bisa bertahan? Belum lagi pandanganmu yang sebelumnya terhadap wanita. Sungguh sulit bagiku untuk tidak benar-benar khawatir. Aku bukan malaikat tuan Maxwell. Mungkin orang lain melihatku setegar karang di lautan, tapi jauh dalam ketegaranku, aku sering rapuh, karena aku cuma manusia biasa. Aku juga menginginkan lelaki yang kuat jiwanya dan bisa membimbingku menjadi istri dan ibu yang sholihah, bukan sebaliknya, bukan aku yang membimbing suamiku, karena itu amatlah berat dan penuh resiko.
Ayesha menghela nafasnya. Ia kemudian mohon pamit sebentar untuk ke kamarnya. Dia ingin menyegarkan tubuh dan jiwanya dengan mandi dan berganti pakaian. Sejak perjalanan empat jam dari peristiwa pembunuhan orang-orang jahat yang menyerangnya, dia belum sempat membersihkan dirinya karena keburu kabur menyetop taxi dan saat ini ia akhirnya kembali berada di rumahnya.
Lima belas menit kemudian, Maxwell telah keluar dari kamarnya dengan penampilan barunya. Baju koko berwarna biru langit dipadu garis-garis putih dan kopiah putih yang diberikan Ahmed sangat pas di tubuh dan kepalanya. Wajahnya nampak lebih bersih. Dia mencukur habis kumis dan jambangnya. Tersisa sedikit janggut di dagunya yang membuat aura seorang muslim melekat di wajah itu. Maxwell terlihat sangat berbeda. Ia benar-benar seperti menjadi pribadi yang baru. Bersamaan dengan kemunculan kembali Maxwell di ruang mushollah kecil itu, sosok Ayesha pun muncul dari pintu kamarnya. Ketika ia berjalan mendekat, semuanya terkesima dan bergantian memandang Ayesha dan Maxwell. Dan bukan hanya orang-orang lain yang terkesima, bahkan Ayesha dan Maxwell sendiri pun turut terkejut. Ayesha kini memakai gamis dan jilbab berwarna senada dengan pakaian Maxwell dan mengenakan cadar berwarna putih. Keduanya benar-benar seperti pasangan yang akan dinikahkan dan semuanya seperti sudah dipersiapkan.
“Oh adikku yang cantik, apakah ini sebuah kebetulan? Lihatlah kalian…sepertinya hari ini bukan hanya akan ada prosesi sakral menyambut saudara seaqidah yang baru, tapi juga akan ada …”
“Kak Ahmed… ini qadarullah, aku bahkan tidak melihat warna baju yang engkau berikan padanya. Aku betul-betul tak tahu ….”
Ayesha membela diri.
“Ini mungkin tanda-tanda yang baik”, Ali menimpali ucapan Ahmed.
“Benar…sepertinya ini pertanda dari langit, oh ya Allah…”, Bibi Leida berseru gembira.
“Apakah kami pasangan yang serasi Bibi?”
Maxwell bertanya lugu.
Ali dan Bibi Leida serentak menjawab
“Ya, kalian sangat serasi…”
“Sudahlah anak-anak … jangan menggoda mereka berdua. Mari kita mulai prosesinya. Mari nak Maxwell”. Kakek mengingatkan. Ayesha merasa terselamatkan.
Seketika semuanya terdiam dan kini duduk melingkar dengan khusyuk. Maxwell disilakan duduk di tengah-tengah, berhadapan dengan Sir Vladimir. Ini persis seperti prosesi akad nikah. Hanya saja tidak ada adegan berjabat tangan sebagai tanda aqad. Dengan hati berdebar-debar, Maxwell mulai mengikuti syahadah yang diajarkan oleh kakek.
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah….”
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah….”
“Wa asy hadu anna muhammadarrasuulullaah…”
“Wa asy hadu anna muhammadarrasuulullaah…”
”Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah…”
”Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah…”
“Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”
“Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”
Setelah prosesi syahadat, sir Vladimir pun membimbing dengan doa permohonan pada Allah agar mengampuni segala dosa Maxwell dan memasukkannya ke dalam golongan muallaf yang begitu memasuki agama mulia ini akan menjadi sosok yang seolah bayi yang baru lahir tanpa dosa dan juga memohon diberi kekuatan untuk istiqamah dalam ketaatan kepada Allah dan menjauhi laranganNya dan permohonan kemampuan mengatasi berbagai masalah hidupnya agar semakin dekat kepada Allah dan memberikan manfaat untuk orang banyak.
Menyimak semua doa yang dipanjatkan Sir Vladimir, membuat Maxwell terbayang akan semua peristiwa hidupnya yang kelam dan dipenuhi dosa karena membunuh dan menzalimi orang-orang lemah yang berada di bawah kekuasaannya. Maxwell merasakan semua doa yang disampaikan sir Vladimir dalam bahasa Inggris tersebut mewakili semua hal tentang hidupnya. Seolah-olah orang tua di hadapannya ini sudah mengetahui seluk beluk hidupnya dan bagaimana dia harus melangkah. Maxwell sangat meresapi semua untaian doa yang dipanjatkan yang begitu merasuk ke sanubarinya dan menyebabkan lelehan air mata yang tak terbendung hingga mengguncang bahunya yang kokoh.
“Allahu Akbar!!! Allahu Akbar!!! Allahu Akbar!!!”
Sontak semua penghuni rumah bertakbir dan serentak berdiri, begitu juga dengan Maxwell yang hendak dipeluk. Tak tergambarkan bagaimana luapan perasaan semuanya yang menyaksikan prosesi sederhana namun sangat agung ini.
Kakek mengucapkan “Barakallah” dan memeluknya erat dan mencium ubun-ubunnya dan kedua pipinya dengan ciuman sayang. Begitu juga dengan Ahmed. Ia melakukan hal yang sama. Dan Ali juga tak ketinggalan. Ali paling keras suaranya bertakbir dan mengucapkan “Barakallah”, entah kenapa ia sangat gembira menyambut keislaman Maxwell saat ini, mungkin ia teringat dengan masa yang sama ketika dulu ia juga diislamkan oleh keluarga ini. Setelah memeluk Maxwell, ia berkata
“Tuan Maxwell, saya sungguh menyesal pada diri sendiri dan sekaligus iri pada tuan.”
Maxwell heran. Ia belum mengerti maksud perkataan Ali.