Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 15.
Gala akhirnya bertemu dengan sahabatnya, Arhan.
Dalam ruangan luas bekas gedung tak terpakai yang sudah terbengkalai puluhan tahun, debu-debu berseliweran diudara dan beberapa barang bekas yang tersimpan sangat berantakan. Aroma lumut yang tumbuh ditembok meluas dibeberapa sudut tempat itu, menandakan betapa lamanya tempat itu tak terurus.
Gala duduk dikursi yang disediakan oleh anak buahnya, menyesap rokoknya lalu menghembuskannya. Disampingnya ada arhan dan ari berdiri mengawasi para anak buahnya yang tengah mengekang tiga preman yang sudah mereka tangkap dibeberapa tempat. Mereka yang sudah menghajar bos mafia dengan sengaja membegalnya, kini menciut.
Tiga orang berbadan besar dan kecil itu berlutut dengan tangan diikat dan kepala yang ditekuk, jantung mereka tegang tak terkendali.
Mereka takut, hingga tubuh mereka bergetar hebat.
Bertemu orang yang pernah mereka hajar ternyata bos mafia, mereka hanya diam tak berani menatap.
"Apa yang akan kita lakukan, Ga? Hajar atau kita bunuh saja?" tanya Arhan menarik pelatuknya untuk siap menembak.
Tiga orang preman pasar itu menelan ludahnya, suara tegas pria berbada tinggi dan besar itu siap menembuskan peluru pada tubuh mereka.
Beberapa orang mulai menyiapkan senjata, dimana arahan arhan yang memulai menyiapkan alat pembunuh itu.
"Aku ingin lihat mereka dihajar, agar mereka tahu bagaimana rasanya," jawab Bos Mafia tersebut dengan entengnya.
"Ok!" Ari yang menjawabnya, ia melirik pada anak buahnya, memberi isyarat atas perintahnya.
"Wahai anak buah! Apa kalian dengar?" tanya Ari pada pasukan liarnya.
"Siap Bos!" jawab mereka yang tak menggunakan senjata.
Mereka menghajar para preman pasar tanpa ampun, pukulan demi pukulan tak bisa mereka halau. Hanya meringis kesakitan yang bisa mereka lakukan.
Suara erangan bersahutan dengan bunyi pukulan yang semakin tak terkendali.
Sementara tiga orang yang menjadi petingginya hanya melihat aksi yang tak seberapa itu, tanpa iba sama sekali yang mereka perlihatkan adalah seringai penuh licik.
Wajah hingga tubuh mereka mulai babak belur, cairan merah segar menetes membasahi lantai putih nan dingin. Namun tak ada secuil kata maaf dari para mafia itu, mereka benar-benar dihajar hingga pingsan.
"Cukup!" titah Bos Mafia itu.
Suara yang terdengar menggelegar itu membuat mereka menghentikan tindakan kekarasan, seketika semua diam.
Suasana hening.
Seolah memberikan jeda pada sang ketua untuk mengatakan perintah selanjutnya.
"Kurung mereka, jangan sampai kabur. Tanyakan dimana teman mereka yang lain, termasuk Arfan." Gala bangkit dari tempat duduknya, tersenyum licik lalu pergi meninggalkan tempat itu disusul oleh arhan dan lainnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sedangkan di apartemen, syahla membuka sedikit pintu kamarnya. Ia melongokkan kepalanya keluar untuk memastikan gandi sudah pergi, karena ia tak lagi mendengar suara lelaki itu setelah sekian jam.
Ia melangkahkan kakinya melihat kesana kemari, mencari orang aneh itu yang tak lain adalah adik iparnya.
Tangannya semakin kuat memegang pemukul bisbol yang ia temukan di kamarnya, ya syukur-syukur saja biar dirinya bisa jaga diri.
Namun setelah mencari ke sekeliling rumah tak ada orang disana selain dirinya, bahkan suara nafas makhluk hidup-pun tak terdengar.
Tapi, saat ia merasa lega suara pintu terbuka mengagetkannya segera ia kembali siaga untuk posisi memukul bola.
Pintu terbuka, menampakkan suaminya yang memegang koper masuk kedalam rumah.
Mereka saling tatap.
Gala menghentikan langkahnya, melirik aneh istrinya seperti orang yang siap memukul bola—sebelah alisnya terangkat terlihat sangat mengejutkan. Seperti wonder woman yang siap menghadang para penjahat dengan pedangnya, lucu tapi kharismatik.
Gala ingin tertawa tapi ia tahan.
Sementara syahla masih dalam posisinya, melirik suaminya dengan wajah tak kalah bingung.
"Elo ngapain?" tanya Gala.
"Ta-tadi ada adiknya mas, namanya gandi. Dia bangor banget," jawab Syahla yang secepatnya mengubah posisinya.
"Oh, dia sudah balik barusan ketemu dijalan," ungkap Gala yang langsung melengang pergi.
"Begitu, ya," gumam Syahla, menggigit bibir bawahnya karena merasa sangat malu.
"Gue lupa ganti pin, nanti saja ganti pinnya. Elo ganti baju kita belanja keperluan dulu," ujar Gala.
Mereka masuk kedalam kamar utama dengan syahla yang berada dibelakang dengan jarak dua meteran.
Keduanya mulai bergantian pakai kamar mandi, setelah syahla keluar giliran gala yang memakai ruangan lembab itu.
Anehnya, padahal di kamar satunya ada kamar mandi tapi lelaki itu justru lebih memilih menunggu antrean, entah ia ingin memastikan syahla baik-baik saja atau tidak, yang jelas malah menjadi kebiasaan menunggu gantian.
Gala keluar dengan hanya memakai handuk, menutupi bagian bawahnya tapi bertelanjang dada. Buliran air masih menetes dari rambut panjang sebahunya memperlihatkan aura seksi yang menonjol dimata syahla.
Apalagi otot dada dan perut lelaki itu yang sixpack mengalihkan perhatian syahla yang tengah memakai makeup, segera wanita itu membalikkan badan.
"Astagfirullah," gumam Syahla sembari memejamkan matanya.
Namun, bukannya tak bisa terlihat malah wajah lelaki itu terpantul dalam cermin yang ada dimeja hiasnya— komplit dengan roti sobek yang berwarna biru dan rasa yang beraneka.
Ha, syahla lagi-lagi beristigfar melihat aurat halal yang meresahkan pikiran, membuatnya traveling liar yang ada di drama yang ia tonton.
"Tak bisakah ia pake bajunya didalam," gerutunya didalam hati.
Berbeda dengan gala yang biasa saja tak peduli, seolah sudah terbiasa begitu bahkan didepan wanita sekaligus.
Mereka sudah rapi, kini keduanya sudah berada didalam mobil yang melaju sedang. Membelah keramaian yang kian hari kian redup dengan awan kelabu yang semakin banyak menutupi warna jingga.
Mungkin akan hujan deras sebentar lagi, karena suara angin ribut juga menyambutnya dengan gembira.
Mereka sampai di pusat perbelanjaan dan mulai masuk ke area kebutuhan hari-hari.
Gala hanya diam sembari mendorong troli sedangkan istrinya sibuk memilih sayuran dan buah, ia juga sudah membeli beras dan roti juga lainnya—sehingga cukuplah untuk sebulan penuh.
Ini pertama kalinya lelaki itu berbelanja karena biasanya ia tak peduli dengan isi kulkannya, namun setelah ada syahla ia harus memaksa diri untuk menemaninya shoping kebutuhan hidup.
"Haaaa." Gala menghela nafas panjang.
"Kapan beresnya, sa? Ini sudah banyak," keluh Gala yang mulai protes ia tak suka berlama-lama belanja.
"Bentar mas, tinggal minyak goreng," sahut Syahla dengan mata yang sibuk memilah minyak yang berkualitas bagus.
Lihat saja pria itu dilirik oleh para wanita sambil berbisik-bisik dan tersenyum meliriknya, tentu gala tak nyaman.
"Mas, itu istrinya ya?" tanya emak-emak yang bermuka tebal ala menor dengan badan yang dibilang wah ... banget jumbonya.
"Ih, gemesnya," pujinya dengan greget.
Gala tak menjawabnya, ia diam dan acuh tak acuh.
"Gak mungkin mereka pasutri, lihat saja tangannya gak ada cincin kawin yang tersemat," sahut rekannya si emak menor itu.
Gala melirik jemari tangannya yang memang polos tanpa aksesoris apapun, dia tak menyadari itu.
"Kalo mau? Saya bayar mahal deh, mas. Seratus juta buat seharian nonstop, gimana?" tanya emak gendut itu.
Gala melotot meliriknya.
Bisa jadi rempeyek udang kalo digilas ma emak-emak begitu, pikir gala.
"Maaf, bu. Suami saya sudah punya anak lima, maaf ya, bu. Permisi," Syahla yang menjawab sembari berpamitan pergi.
Mata gala semakin melebar, anak lima dari mananya? Syahla asal nyeletuk saja kalo ngomong, pikir gala.
Syahla mengalengkan kan tangannya pada lengan gala dengan mesra lalu mengajaknya ke kasir.
Sedangkan ibu-ibu itu langsung terkaget-kaget mendengarnya, mereka tersenyum geli.
"Rajin pasti bikinnya," ujar ci emak gembul.
"Pasti dong, besti. GGG, alias ganteng-ganteng ganas," timpal rekannya.
Mereka terkekeh lagi tak peduli keberadaannya di tempat umum yang bisa saja didengar pengunjung lain.
Syahla tak peduli mereka pikirnya apa? Gimana? Yang penting ia harus mengamankan aset hidupnya.
Gini kalo punya suami terlalu tampan, banyak pelakor dimana-mana jadi harus dijaga ketat kalo bisa di kasih anestesi pake pelet.
Bibir syahla cemberut kesal, ada penyesalan juga punya suami kelewat ganteng.
Pasutri itu sudah dikasir dan belanjaan mereka tengah dihitung, tapi semua mata melirik pada mereka.
Ahhh ... Apa mata mereka tak bengkak? Keluh syahla.
Bisa-bisanya mereka natap suaminya terus, syahla semakin merajuk.
"2.350.024 ribu, Pak," ucap kasir laki-laki.
Gala membayarnya dengan kartu kredit.
"Cepat, Mas," ujar Syahla.
"Iya," sahut Gala meraih nota dan kartunya dengan segera setelah kasir memberikannya.
Diluar hujan deras sederas kemarahan syahla dihatinya, menyadari suaminya dicintai banyak wanita bahkan emak-emak juga.
Lalu apakah ia dicintai oleh suaminya? Pertanyaan itu membuat syahla galau berat.
Padahal ia ingin satu suami untuk pertama dan terakhir. Imam sholehnya tentu harus mas gala, egois bolehkan, udah nikah plus kawin.
Mereka pulang sambil membawa belanjaan yang sebegitu banyaknya—sisanya dibawa satpam.
Syahla berjalan cepat tanpa menghiraukan suaminya yang masih bergelut dengan pak satpam dipintu rumahnya, ia duduk dikursi makan dengan belanjaan ditaruh diatas meja dengan kasar—beruntung tak jatuh.
"Gak boleh," ujar Syahla menatap lurus.
"Gak boleh apanya?" tanya Gala yang menaruh belanjaan mereka.
Ahhhh ...
Syahla berteriak histeris seolah dunianya runtuh dalam sekejap.
Lalu gala, lelaki itu hanya melirik istrinya dengan mengernyitkan alisnya. Benerkan syahla itu aneh binti unik. Mendadak marah, mendadak nangis dan juga mendadak tersenyum.
Mungkinkah, ia kerasukan iblis penghuni mall.
Begitulah yang ada dalam otaknya.
Baru tadi sore fine aja sekarang sudah histeris seolah kiamat sudah dekat atau dunianya yang terbalik.
"Mas, kok ganteng-ganteng amat?" tanya syahla tanpa menoleh pada gala yang bersandar pada meja tempat masak dengan tangan bersedekap.
Tepatnya gala berada dibelakang syahla.
"Bukan salah gue jadi orang ganteng," jawab Gala dengan santai.
"Operasi plastik, pasti," tuduh Syahla menengok kebelakang.
Wanita itu menyipitkan matanya, menyidik tiap sudut wajah lelaki itu.
Gala tak terima, ia segera membela diri.
"Weh, enak aja lo ngomong. Gue sudah ganteng sejak zaman fir'aun, tau," ujar Gala.
Jari telunjuk gala menjitak dahi sasa membuat gadis itu memejamkan mata.
"Dah lah, jangan aneh-aneh. Cepet beresin belanjaannya!" titah Gala yang melengos pergi meninggalkan syahla.
Sasa masih menggerutu dengan bibir komat-kamit seolah tengah membaca mantra harry potter dan tangan kanannya mengusap dahinya yang kena sentilan.
Sementara gala.
Dibalik kekesalannya dituduh operasi plastik, bibir lelaki itu mengukir senyum tapi masih samar.
Ada apa ini?
rambut panjang trus laki.